Banyumas (ANTARA) - Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko mengatakan perlu adanya pembangunan ekonomi dengan desa untuk mempercepat terwujudnya pembangunan yang lebih inklusif.
"Dengan jumlah desa sebanyak 74.961 di seluruh Indonesia, jika dilakukan konsolidasi pembangunan ekonomi dengan desa sebagai basis penggeraknya, maka pembangunan yang lebih inklusif sebagaimana arahan Presiden Jokowi (Joko Widodo, red.)akan lebih cepat terwujud," katanya di Desa Dermaji, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu.
Budiman mengatakan hal itu saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Refleksi 9 Tahun Undang-Undang Desa yang dia prakarsai bersama Kepala Desa Dermaji Bayu Setyo Nugroho.
Lebih lanjut, dia mengatakan dalam kunjungannya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 45 Tahun ASEAN-EU di Brussels, Belgia, Rabu (14/12), Presiden Jokowi menyampaikan pidato yang memberikan sikap dan pesan yang tegas tentang bagaimana Indonesia akan mencapai kemajuannya.
Baca juga: DPD RI uji sahih RUU Perubahan UU Desa
Dalam hal ini, Indonesia akan maju dengan terus membangun kemitraan bersama bangsa-bangsa lain secara setara dan tanpa pemaksaan standar dari pihak lain yang merasa lebih maju.
"Selain itu disampaikan oleh Presiden, Indonesia akan terus melakukan hilirisasi industri untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Menurut dia, pembangunan Indonesia yang lebih inklusif berarti bahwa ekonomi dan industri harus digerakkan oleh berbagai komponen bangsa, serta memberikan akses yang setara bagi semua pelaku usaha.
"Tidak hanya di perkotaan, juga perdesaan. Tidak hanya digerakkan oleh korporasi, industri besar dan BUMN, juga oleh UMKM dan BUMDes," tegasnya.
Baca juga: Pembangunan embung di Jateng terkendala UU Desa
Dalam kaitan ini, kata dia, UU Desa menjadi semakin relevan dan strategis sebagai menjadi dasar regulasi sekaligus eksekusi untuk mendorong pembangunan yang inklusif tersebut.
Ia mengatakan UU Nomor 6 Tahun 2014 atau dikenal dengan istilah UU Desa telah memasuki tahun ke-9 sejak disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 18 Desember 2013.
"Undang-Undang ini memberikan ruang lebih besar lagi bagi desa untuk menjadi subjek dalam proses pembangunan bangsa dan negara," kata penggagas UU Desa itu.
Menurut dia, UU Desa memberikan peluang untuk membangun kemajuan Indonesia yang dimulai dari desa, sebagaimana strategi banyak negara maju ketika memulai proses hilirisasi industrinya.
Baca juga: Muqowam: Perlu pemahaman utuh UU Desa untuk hindari benturan regulasi
Ia mengatakan beberapa contoh hilirisasi industri yang terkenal, antara lain Gerakan Raiffeisen di Jerman, Keiza Kosei Undo di Jepang, Saemaul Undong di Korea Selatan hingga Taobao di RRC.
"Selama 50 tahun terakhir, paradigma pembangunan Indonesia belum melihat desa sebagai fondasi pembangunan yang kokoh dan berkelanjutan," ungkapnya.
Budiman mengatakan Indonesia dalam tata kelola ekonomi global selama ini, perannya hanya berkutat pada tiga hal, yakni sumber bahan baku ekstraktif, rantai perakit produk industri global, atau sekadar target pasar yang menggiurkan.
Akan tetapi, kata dia, peran-peran tersebut nyaris selalu didorong oleh pelaku usaha di perkotaan.
Padahal, UU Desa memiliki beberapa pasal yang mampu mengubah arah pembangunan dan kemajuan Indonesia dengan desa sebagai basis penggeraknya seperti Pasal 4 Ayat d memberikan wewenang kepada desa melakukan pengaturan secara mandiri untuk mengembangkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama.
Selain itu, Pasal 8 Ayat e memberikan makna bahwa desa harus dipandang sebagai kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung.
Baca juga: Muqowam ingatkan penggunaan dana desa sesuai UU
Selanjutnya, Pasal 72 yang dikenal sebagai Pasal Dana Desa memberikan penguatan pada desa dari sisi sumber keuangan yang dapat digunakan untuk modal pembangunan desa.
Kemudian Pasal 1 Angka 6 mendorong terbentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) sebagai pelaku ekonomi strategis bagi desa, sedangkan Pasal 86 melengkapi desa untuk mengatur tata kelola data dan sistem informasinya secara mandiri.
"Desa itu jembatan masa lalu dengan masa depan. Tak ada kemerdekaan, kemajuan, dan keadilan tanpa melalui desa," kata Budiman.
"Dengan jumlah desa sebanyak 74.961 di seluruh Indonesia, jika dilakukan konsolidasi pembangunan ekonomi dengan desa sebagai basis penggeraknya, maka pembangunan yang lebih inklusif sebagaimana arahan Presiden Jokowi (Joko Widodo, red.)akan lebih cepat terwujud," katanya di Desa Dermaji, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu.
Budiman mengatakan hal itu saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Refleksi 9 Tahun Undang-Undang Desa yang dia prakarsai bersama Kepala Desa Dermaji Bayu Setyo Nugroho.
Lebih lanjut, dia mengatakan dalam kunjungannya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 45 Tahun ASEAN-EU di Brussels, Belgia, Rabu (14/12), Presiden Jokowi menyampaikan pidato yang memberikan sikap dan pesan yang tegas tentang bagaimana Indonesia akan mencapai kemajuannya.
Baca juga: DPD RI uji sahih RUU Perubahan UU Desa
Dalam hal ini, Indonesia akan maju dengan terus membangun kemitraan bersama bangsa-bangsa lain secara setara dan tanpa pemaksaan standar dari pihak lain yang merasa lebih maju.
"Selain itu disampaikan oleh Presiden, Indonesia akan terus melakukan hilirisasi industri untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Menurut dia, pembangunan Indonesia yang lebih inklusif berarti bahwa ekonomi dan industri harus digerakkan oleh berbagai komponen bangsa, serta memberikan akses yang setara bagi semua pelaku usaha.
"Tidak hanya di perkotaan, juga perdesaan. Tidak hanya digerakkan oleh korporasi, industri besar dan BUMN, juga oleh UMKM dan BUMDes," tegasnya.
Baca juga: Pembangunan embung di Jateng terkendala UU Desa
Dalam kaitan ini, kata dia, UU Desa menjadi semakin relevan dan strategis sebagai menjadi dasar regulasi sekaligus eksekusi untuk mendorong pembangunan yang inklusif tersebut.
Ia mengatakan UU Nomor 6 Tahun 2014 atau dikenal dengan istilah UU Desa telah memasuki tahun ke-9 sejak disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 18 Desember 2013.
"Undang-Undang ini memberikan ruang lebih besar lagi bagi desa untuk menjadi subjek dalam proses pembangunan bangsa dan negara," kata penggagas UU Desa itu.
Menurut dia, UU Desa memberikan peluang untuk membangun kemajuan Indonesia yang dimulai dari desa, sebagaimana strategi banyak negara maju ketika memulai proses hilirisasi industrinya.
Baca juga: Muqowam: Perlu pemahaman utuh UU Desa untuk hindari benturan regulasi
Ia mengatakan beberapa contoh hilirisasi industri yang terkenal, antara lain Gerakan Raiffeisen di Jerman, Keiza Kosei Undo di Jepang, Saemaul Undong di Korea Selatan hingga Taobao di RRC.
"Selama 50 tahun terakhir, paradigma pembangunan Indonesia belum melihat desa sebagai fondasi pembangunan yang kokoh dan berkelanjutan," ungkapnya.
Budiman mengatakan Indonesia dalam tata kelola ekonomi global selama ini, perannya hanya berkutat pada tiga hal, yakni sumber bahan baku ekstraktif, rantai perakit produk industri global, atau sekadar target pasar yang menggiurkan.
Akan tetapi, kata dia, peran-peran tersebut nyaris selalu didorong oleh pelaku usaha di perkotaan.
Padahal, UU Desa memiliki beberapa pasal yang mampu mengubah arah pembangunan dan kemajuan Indonesia dengan desa sebagai basis penggeraknya seperti Pasal 4 Ayat d memberikan wewenang kepada desa melakukan pengaturan secara mandiri untuk mengembangkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama.
Selain itu, Pasal 8 Ayat e memberikan makna bahwa desa harus dipandang sebagai kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung.
Baca juga: Muqowam ingatkan penggunaan dana desa sesuai UU
Selanjutnya, Pasal 72 yang dikenal sebagai Pasal Dana Desa memberikan penguatan pada desa dari sisi sumber keuangan yang dapat digunakan untuk modal pembangunan desa.
Kemudian Pasal 1 Angka 6 mendorong terbentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) sebagai pelaku ekonomi strategis bagi desa, sedangkan Pasal 86 melengkapi desa untuk mengatur tata kelola data dan sistem informasinya secara mandiri.
"Desa itu jembatan masa lalu dengan masa depan. Tak ada kemerdekaan, kemajuan, dan keadilan tanpa melalui desa," kata Budiman.