Semarang (Antaranews Jateng) - Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah Lukito mengungkapkan pembangunan embung yang dilakukan oleh pemerintah terkendala penerapan Undang-Undang Tentang Desa.

 "Hambatan terbesar kita tentunya soal alih fungsi tanah karena sebagian besar masyarakat mengusulkan memakai tanah kas desa, ini yang paling sulit karena terkendala UU Desa sehingga sulit untuk dibangun di situ," katanya usai acara dialog terbuka di Semarang, Rabu.

 Lukito menyebutkan, pembangunan embung harus melalui proses tukar guling tanah, sehingga hal itu memakan waktu cukup lama dan menghambat proyek embung.

 "Kami sudah berupaya membangun embung di atas tanah negara maupun memperbaiki telaga-telaga di pedesaan, dan pembebasan tanah milik masyarakat juga lebih mudah," ujarnya.

 Tahun 2018, pemerintah sudah menuntaskan pembangunan enam embung, sedangkan target seribu embung dari pemerintah pusat sendiri kini sudah tercapai, bahkan jumlahnya yang terbangun secara nasional sudah mencapai 1.090 embung.

 Pemprov Jateng melalui Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jateng menargetkan dapat menyelesaikan pembangunan 22 embung pada 2019 dengan tujuan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air pada musim kemarau.

 "Target kami saat ini sudah terpenuhi. Yang terbangun ada 1.090 embung, tapi yang kami kerjakan menggunakan APBD Jateng sudah ada 75 embung," katanya.

 Lukito memastikan, pihaknya akan terus merealisasi proyek pembangunan embung dan berupaya mencukupi kebutuhan air baku bagi daerah endemis kekeringan.

 "Mayoritas embung sudah dibangun untuk wilayah Wonogiri dan beberapa titik di Rembang. Setiap proyek embung seluas 1 hektare menyedot anggaran Rp2,5 miliar," ujarnya.

Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Kliwon
Copyright © ANTARA 2024