Semarang (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi kembali mengadakan kegiatan webinar Makin Cakap Digital 2022. Kali ini mengangkat tema Pelajar dan Prestasi di Ruang Digital bagi para guru dan murid di Banyumas.
Webinar yang diselenggarakan pada Kamis, 18 Agustus 2022 tersebut berlangsung secara online. Pelaksanaan dari webinar tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman menjadi pelajar yang kreatif, cerdas, beretika di media sosial, dan lebih berhati-hati dalam menerima informasi.
Merujuk pada data Microsoft, Indonesia termasuk terbawah dalam Indeks Keadaban Digital (Digital Civility Index) yaitu berada pada tingkat ke 29 dari 32 negara. Selain itu berdasarkan UNESCO, Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara soal literasi dunia dengan minat baca sangat rendah sebesar 0,001 persen atau hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang rajin membaca. Dengan adanya data tersebut, dapat dikatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia memang memprihatinkan. Kemenkominfo berinisiatif mengadakan kegiatan webinar yang disediakan bagi masyarakat, khususnya para guru dan murid dengan melakukan filtering melalui mindset pribadi dan etika di media sosial.
"Pesatnya perkembangan digital di Indonesia perlu diimbangi dengan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan produktif, bijak dan tepat guna," kata Dirjen Aptika Kemenkominfo dalam sambutannya yang menunjukkan masyarakat sebagaimana mestinya perlu memiliki pengetahuan terkait literasi digital dan memanfaatkan teknologi sesuai batasannya.
Baca juga: Kemenkominfo berbagi cara menghindari teror doxing media massa
Nia Nurdiansyah selaku Fasilitator Womenwill/Gapura Digital Indonesia menjelaskan materi yang berjudul Stop Sebar Hoax, Mari Tebar Manfaat. Untuk menangkal hoax, Nia menyampaikan cara jitu yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengamati pesan, membaca sampai selesai, mencari sumber. Semua itu dilakukan untuk menumbuhkan pola berpikir kritis dalam diri masing-masing.
Cara jitu yang disebut dengan ABC juga dapat menjadi pedoman untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri informasi yang memuat hoax. Yang pertama adalah penggunaan kata janggal yang cenderung memprovokasi, kemudian mengutip lembaga atau public figure dengan kalimat yang susunannya tidak terstruktur, yang terakhir adalah dengan mencari kata kunci informasi tersebut dan melakukan re-check terkait kredibilitas informasi. Semua itu perlu dilakukan agar informasi yang dibagikan tidak memberi pengaruh buruk bagi pembacanya.
Materi kedua disampaikan Devi Purnamasari selaku social media specialist dan dosen Ilmu Komunikasi Udinus dengan judul Merdeka Bullying, Mari Berkreativitas. Ia berbagi mengenai bahaya cyber bullying yang menyebabkan seseorang menarik diri dari lingkungan dan menyebabkan gangguan mental serta psikis.
Baca juga: Yuk asah skillmu, kubur insecuremu
Apalagi cyber bullying rentan terjadi pada generasi millenial, generasi X, dan generasi Z. Untuk mencegah tindakan tersebut, orang-orang di sekitar, baik korban atau rekan korban sebaiknya memberanikan diri untuk menyampaikan masalah tersebut, berani bergerak dan selalu terapkan etika digital dengan memilih untuk tidak menjadi pelaku cyber bullying dan membantu korban bullying.
Dian Nafiatul Awaliyah selaku Ketua IV Litbang Dewan Kesenian Daerah Demak dengan topik Stop memecah belas, mari pilah-pilih informasi agar tak saling membenci. Terdapat tiga kunci utama dalam menangkal hoax yang menuntun masyarakat, yang meliputi memilah berita sesuai kebutuhan, membaca informasi secara utuh, membandingkan informasi dari sumber yang berbeda dan berpikir kritis.
Ia mengajak masyarakat berhenti menebar kebencian, namun harus saling mendukung. Apabila terdapat informasi yang menghasilkan kebencian dan perpecahan, tindakan yang bisa diambil adalah memberitahu sebagai pengingat dan melaporkannya apabila informasi hoax berbahaya. Dengan begitu, perlu menciptakan budaya bermedia sosial sesuai etika yang berlaku dengan berinovasi, adaptasi di era disrupsi.
Webinar dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara peserta dan narasumber. Dari sesi tersebut diketahui bahwa sebaiknya media sosial tidak digunakan secara berlebihan dan perlu membatasi konten yang dikonsumsi. Cermat dalam mengelola informasi, jangan mudah tertipu dan tidak ikut serta menyebarkan berita yang belum diketahui pasti kebenarannya.
Kemenkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi berkomitmen untuk terus menyediakan sarana edukasi yang telah dirancang melalui program Indonesia Makin Cakap Digital. Informasi terkait kegiatan dapat diakses melalui info.literasi digital.id atau akun media sosial Siberkreasi di Instagram, TikTok, Twitter, Facebook dan channel Youtube Siberkreasi.
Baca juga: Ini tips dan trik cara buat konten yang menarik
Webinar yang diselenggarakan pada Kamis, 18 Agustus 2022 tersebut berlangsung secara online. Pelaksanaan dari webinar tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman menjadi pelajar yang kreatif, cerdas, beretika di media sosial, dan lebih berhati-hati dalam menerima informasi.
Merujuk pada data Microsoft, Indonesia termasuk terbawah dalam Indeks Keadaban Digital (Digital Civility Index) yaitu berada pada tingkat ke 29 dari 32 negara. Selain itu berdasarkan UNESCO, Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara soal literasi dunia dengan minat baca sangat rendah sebesar 0,001 persen atau hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang rajin membaca. Dengan adanya data tersebut, dapat dikatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia memang memprihatinkan. Kemenkominfo berinisiatif mengadakan kegiatan webinar yang disediakan bagi masyarakat, khususnya para guru dan murid dengan melakukan filtering melalui mindset pribadi dan etika di media sosial.
"Pesatnya perkembangan digital di Indonesia perlu diimbangi dengan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan produktif, bijak dan tepat guna," kata Dirjen Aptika Kemenkominfo dalam sambutannya yang menunjukkan masyarakat sebagaimana mestinya perlu memiliki pengetahuan terkait literasi digital dan memanfaatkan teknologi sesuai batasannya.
Baca juga: Kemenkominfo berbagi cara menghindari teror doxing media massa
Nia Nurdiansyah selaku Fasilitator Womenwill/Gapura Digital Indonesia menjelaskan materi yang berjudul Stop Sebar Hoax, Mari Tebar Manfaat. Untuk menangkal hoax, Nia menyampaikan cara jitu yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengamati pesan, membaca sampai selesai, mencari sumber. Semua itu dilakukan untuk menumbuhkan pola berpikir kritis dalam diri masing-masing.
Cara jitu yang disebut dengan ABC juga dapat menjadi pedoman untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri informasi yang memuat hoax. Yang pertama adalah penggunaan kata janggal yang cenderung memprovokasi, kemudian mengutip lembaga atau public figure dengan kalimat yang susunannya tidak terstruktur, yang terakhir adalah dengan mencari kata kunci informasi tersebut dan melakukan re-check terkait kredibilitas informasi. Semua itu perlu dilakukan agar informasi yang dibagikan tidak memberi pengaruh buruk bagi pembacanya.
Materi kedua disampaikan Devi Purnamasari selaku social media specialist dan dosen Ilmu Komunikasi Udinus dengan judul Merdeka Bullying, Mari Berkreativitas. Ia berbagi mengenai bahaya cyber bullying yang menyebabkan seseorang menarik diri dari lingkungan dan menyebabkan gangguan mental serta psikis.
Baca juga: Yuk asah skillmu, kubur insecuremu
Apalagi cyber bullying rentan terjadi pada generasi millenial, generasi X, dan generasi Z. Untuk mencegah tindakan tersebut, orang-orang di sekitar, baik korban atau rekan korban sebaiknya memberanikan diri untuk menyampaikan masalah tersebut, berani bergerak dan selalu terapkan etika digital dengan memilih untuk tidak menjadi pelaku cyber bullying dan membantu korban bullying.
Dian Nafiatul Awaliyah selaku Ketua IV Litbang Dewan Kesenian Daerah Demak dengan topik Stop memecah belas, mari pilah-pilih informasi agar tak saling membenci. Terdapat tiga kunci utama dalam menangkal hoax yang menuntun masyarakat, yang meliputi memilah berita sesuai kebutuhan, membaca informasi secara utuh, membandingkan informasi dari sumber yang berbeda dan berpikir kritis.
Ia mengajak masyarakat berhenti menebar kebencian, namun harus saling mendukung. Apabila terdapat informasi yang menghasilkan kebencian dan perpecahan, tindakan yang bisa diambil adalah memberitahu sebagai pengingat dan melaporkannya apabila informasi hoax berbahaya. Dengan begitu, perlu menciptakan budaya bermedia sosial sesuai etika yang berlaku dengan berinovasi, adaptasi di era disrupsi.
Webinar dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara peserta dan narasumber. Dari sesi tersebut diketahui bahwa sebaiknya media sosial tidak digunakan secara berlebihan dan perlu membatasi konten yang dikonsumsi. Cermat dalam mengelola informasi, jangan mudah tertipu dan tidak ikut serta menyebarkan berita yang belum diketahui pasti kebenarannya.
Kemenkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi berkomitmen untuk terus menyediakan sarana edukasi yang telah dirancang melalui program Indonesia Makin Cakap Digital. Informasi terkait kegiatan dapat diakses melalui info.literasi digital.id atau akun media sosial Siberkreasi di Instagram, TikTok, Twitter, Facebook dan channel Youtube Siberkreasi.
Baca juga: Ini tips dan trik cara buat konten yang menarik