Kolombo (ANTARA) -

Jumlah warga Sri Lanka yang membuat paspor dalam beberapa waktu terakhir bahkan harus antre berhari-hari demi  berjuang untuk pergi dari negara yang tengah dilanda krisis ekonomi tersebut guna bekerja di luar negeri.

Salah satunya R.M.R Lenora, 33, yang sudah dua hari masuk dalam antrean yang mengular  di luar markas Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka. Ia berharap, setelah mendapatkan paspor, dapat berkesempatan untuk meninggalkan negara yang kacau akibat krisis ekonomi itu.

Ia memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai pembantu di Kuwait setelah suaminya diberhentikan dari sebuah restoran kecil tempat dia bekerja sebagai juru masak. Lenora adalah perempuan pekerja garmen.

"Suami saya kehilangan pekerjaannya karena tidak ada gas untuk memasak dan biaya makanan yang meroket. Sangat sulit untuk mencari pekerjaan dan gajinya sangat rendah," kata Lenora. Dalam satu hari, ia menghasilkan sekitar 2.500 rupee Sri Lanka (Rp100.000) per hari. Namun pendapatan sebesar itu dengan dua anak, adalah tidak mungkin dalam kondisi sekarang di Sri Lanka.

Dalam lima bulan pertama pada 2022, Sri Lanka telah mengeluarkan 288.645 paspor, jauh melebihi jumlah 91.331 pada periode yang sama tahun lalu, menurut data pemerintah.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu kekurangan makanan, gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan, setelah salah urus ekonomi dan pandemi COVID-19 menghapus cadangan devisa.

Depresiasi mata uang, inflasi lebih dari 33 persen, dan kekhawatiran ketidakpastian politik dan ekonomi yang berkepanjangan mendorong banyak orang untuk bermigrasi. Untuk itu, Pemerintah Sri Lanka mendorong lebih banyak orang yang berharap bekerja di luar negeri. Tujuannya, dapat meningkatkan pengiriman uang, yang telah berkurang setengahnya dalam beberapa bulan terakhir, menurut data bank sentral.

Sementara demi memenuhi hal tersebut, seorang pejabat senior di Departemen Imigrasi dan Emigrasi mengatakan 160 anggota staf kelelahan untuk memenuhi permintaan paspor.

Departemen tersebut telah memperketat keamanan, memperpanjang jam kerja, dan melipatgandakan jumlah paspor yang dikeluarkan, tetapi setidaknya 3.000 orang menyerahkan formulir setiap hari, kata H.P. Chandralal, yang mengawasi otorisasi sebagian besar aplikasi. Sistem aplikasi daring sempat macet selama berbulan-bulan dan banyak pelamar baru tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Sri Lanka berisiko mengalami darurat kemanusiaan besar-besaran. PBB juga telah meluncurkan rencana untuk memberikan bantuan sebesar 47,2 juta dolar AS (Rp 695 miliar) kepada 1,7 juta orang yang paling rentan di negara itu.

Pemerintah Sri Lanka juga dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mendapatkan paket talangan, setelah menangguhkan pembayaran utang luar negeri sekitar 12 miliar dolar AS (Rp 176 triliun) pada bulan April.

Pemerintah memperkirakan akan membutuhkan setidaknya 5 miliar dolar AS (Rp73 triliun)  untuk memenuhi bahan impor penting selama sisa tahun ini.

 

Sumber: Reuters
 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Didera krisis ekonomi, warga Sri Lanka ramai-ramai buat paspor

Pewarta : Atman Ahdiat
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024