Banyumas (ANTARA) - Petani di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, optimistis kondisi kemarau basah tidak akan memengaruhi produksi sektor pertanian hortikultura, khususnya tanaman cabai di wilayah itu.
"Kalau cuaca enggak masalah. Di Banyumas airnya ada terus sehingga perputaran hortikultura selalu ada," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) "Ganda Arum" Giyanto di Desa Gandatapa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jumat.
Menurut dia, kondisi tersebut berbeda dengan Kabupaten Temanggung dan sebagainya yang cenderung melakukan penanaman hortikultura seperti cabai serentak dalam satu musim.
Sementara di Banyumas, tambah dia, penanaman tidak serentak melainkan berputar sehingga ada terus-menerus.
Kendati demikian, Giyanto mengakui harga komoditas hortikultura, khususnya tanaman cabai dipengaruhi oleh peta penanaman.
"Kalau hortikultura ini tidak ada yang mengondisikan, tergantung pasar, tergantung peta penanaman, dan permintaan pasar tentunya. Utamanya tergantung peta penanaman yang pasti," kata Wakil Ketua Asosiasi Satria Tani Mandiri Kabupaten Banyumas itu.
Terkait dengan kenaikan harga cabai yang terjadi saat ini, ia memastikan hal itu disebabkan peta penanamannya berkurang, karena sentra tanaman cabai di Temanggung saat sekarang dimanfaatkan untuk tanaman tembakau.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar jika harga cabai di berbagai daerah termasuk Banyumas saat sekarang mahal karena petani terpuruk saat pandemi COVID-19.
"Hampir tiga kali musim, harganya murah, sehingga banyak petani (cabai) yang gulung tikar, sekarang populasi petani otomatis menurun. Jadi harga ini dipengaruhi populasi petani cabai menurun, sentra cabai seperti di Temanggung beralih untuk tembakau," katanya.
Lebih lanjut, Giyanto mengakui sebagian besar pasokan cabai di Banyumas berasal dari Temanggung, karena di Banyumas tidak ada musim yang dikhususkan untuk menanam cabai.
Dalam hal ini, kata dia, waktu untuk menanam cabai oleh petani di Banyumas tergantung pada rotasi penanaman.
"Pas untuk cabai apa enggak. Cuma kalau petani tradisional, rata-rata menanamnya kalau harga mahal baru dikejar, seperti sekarang sedang ramai penanaman cabai karena harganya sedang mahal," katanya.
Akan tetapi untuk petani binaannya, kata dia, justru menanam cabai saat harganya murah karena menyesuaikan hukum ekonomi.
"Kalau harganya murah, pasti sepi yang menanam cabai, penanaman sedikit, ketika panen harganya mahal. Kalau harga mahal seperti ini semua berbondong-bondong menanam cabai, nanti akan over produksi dan harganya anjlok," kata Giyanto.
"Kalau cuaca enggak masalah. Di Banyumas airnya ada terus sehingga perputaran hortikultura selalu ada," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) "Ganda Arum" Giyanto di Desa Gandatapa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jumat.
Menurut dia, kondisi tersebut berbeda dengan Kabupaten Temanggung dan sebagainya yang cenderung melakukan penanaman hortikultura seperti cabai serentak dalam satu musim.
Sementara di Banyumas, tambah dia, penanaman tidak serentak melainkan berputar sehingga ada terus-menerus.
Kendati demikian, Giyanto mengakui harga komoditas hortikultura, khususnya tanaman cabai dipengaruhi oleh peta penanaman.
"Kalau hortikultura ini tidak ada yang mengondisikan, tergantung pasar, tergantung peta penanaman, dan permintaan pasar tentunya. Utamanya tergantung peta penanaman yang pasti," kata Wakil Ketua Asosiasi Satria Tani Mandiri Kabupaten Banyumas itu.
Terkait dengan kenaikan harga cabai yang terjadi saat ini, ia memastikan hal itu disebabkan peta penanamannya berkurang, karena sentra tanaman cabai di Temanggung saat sekarang dimanfaatkan untuk tanaman tembakau.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar jika harga cabai di berbagai daerah termasuk Banyumas saat sekarang mahal karena petani terpuruk saat pandemi COVID-19.
"Hampir tiga kali musim, harganya murah, sehingga banyak petani (cabai) yang gulung tikar, sekarang populasi petani otomatis menurun. Jadi harga ini dipengaruhi populasi petani cabai menurun, sentra cabai seperti di Temanggung beralih untuk tembakau," katanya.
Lebih lanjut, Giyanto mengakui sebagian besar pasokan cabai di Banyumas berasal dari Temanggung, karena di Banyumas tidak ada musim yang dikhususkan untuk menanam cabai.
Dalam hal ini, kata dia, waktu untuk menanam cabai oleh petani di Banyumas tergantung pada rotasi penanaman.
"Pas untuk cabai apa enggak. Cuma kalau petani tradisional, rata-rata menanamnya kalau harga mahal baru dikejar, seperti sekarang sedang ramai penanaman cabai karena harganya sedang mahal," katanya.
Akan tetapi untuk petani binaannya, kata dia, justru menanam cabai saat harganya murah karena menyesuaikan hukum ekonomi.
"Kalau harganya murah, pasti sepi yang menanam cabai, penanaman sedikit, ketika panen harganya mahal. Kalau harga mahal seperti ini semua berbondong-bondong menanam cabai, nanti akan over produksi dan harganya anjlok," kata Giyanto.