Semarang (ANTARA) - Kepolisian terus melakukan penyelidikan terhadap otak pembobol rekening nasabah perbankan karena aksi para pelaku disinyalir merupakan bagian dari jaringan sindikat internasional yang tidak hanya menyasar nasabah bank besar dan di kota besar.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan pers yang diterima di Semarang, Senin, mengatakan ada sejumlah modus pembobolan dana nasabah suatu bank, salah satunya dengan teknik skimming kartu ATM dan pencairan dananya dilakukan di luar negeri atau di suatu daerah yang berbeda dengan domisili dari si pemilik kartu.
Melalui teknik skimming, pelaku kejahatan mengopi data pribadi nasabah dan PIN kartu ATM milik korban dengan memasang perangkat skimmer pada mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
Pelaku yang sudah mendapatkan nomor kartu dan rekaman PIN kemudian mencocokkannya dengan melihat log waktu pencatatan, kemudian pelaku bisa memasukkan nomor serta PIN ke kartu ATM kosong dan memakainya untuk mengambil uang korban.
Selain skimming, modus kejahatan lain terhadap nasabah dan bank adalah penggunaan data pribadi nasabah oleh pelaku kejahatan. Menurut Dedi, berbekal data pribadi nasabah yang komplit, pelaku membuat kartu identitas baru menggunakan identitas korban, namun foto di kartu identitas adalah foto pelaku. Berbekal identitas baru itulah, pelaku membuat kartu ATM dan buku rekening baru atas nama korban, di cabang berbeda.
Untuk modus ini, katanya, polisi juga masih mendalami dengan melihat berbagai kemungkinan seperti sumber kebocoran data pribadi korban. Bahkan, tak menutup kemungkinan dugaan adanya keterlibatan nasabah pada aksi kejahatan tersebut.
Hal itu mengingat, pelaku kejahatan tersebut bisa membuat identitas baru dengan menggunakan data pribadi yang dimiliki nasabah, bahkan sampai mengetahui nama ibu kandung nasabah. Terlebih, setelah rekeningnya dibobol pelaku, nasabah meminta bank untuk mengganti dana di rekening yang telah dikuras.
"Sumber kebocoran data nasabah itu bisa dari manapun, bahkan termasuk kelalaian nasabah sendiri yang mengirim data pribadinya ke berbagai pihak, semisal saat mengisi aplikasi tertentu di internet," kata Dedi.
Pertengahan Mei 2022, polisi berhasil menangkap tiga pelaku berstatus WNA, yang telah membobol duit dari rekening nasabah BPD Riau Kepri Cabang Batam. Ketiga pelaku ditangkap di Bali, saat hendak menyeberang ke Lombok.
Setelah menangkap para eksekutor, kata Dedi, polisi tidak akan berhenti menyelidiki kasus tersebut dan akan terus mengusut kasus tersebut hingga ke aktor intelektualnya.
Dedi mengharapkan masyarakat lebih awas, lebih berhati-hati, dan cermat pada saat menggunakan ATM, serta mengirim data pribadi ke pihak lain. Termasuk agar tidak terkecoh dengan mengirim informasi pribadi ke call center, website, SMS, dan akun palsu yang mengaku sebagai akun resmi perbankan di sosial media.
"Serta tidak memberikan informasi PIN, password, dan OTP ke orang lain, meski itu masih keluarga terdekat. Dengan sikap waspada dan hati-hati, diharapkan nasabah terhindar dari aksi pelaku kejahatan yang terorganisir," katanya.
Dedi juga menghimbau masyarakat untuk tetap menyimpan uangnya di bank, tidak perlu risau dengan sistem keamanan bank, sebab modus operandi yang dilakukan pelaku, umumnya memanfaatkan kelengahan nasabah dan bukan menjebol keamanan perbankan.
"Jadi memang ini kejahatan yang terorganisir. Ada yang mengambil data, menduplikasi, mencetak, menjual, dan mengambil duitnya. Pelaku cenderung mencari celah bagaimana teknologi bisa direkayasa, mereka terus mempelajari itu," katanya.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan pers yang diterima di Semarang, Senin, mengatakan ada sejumlah modus pembobolan dana nasabah suatu bank, salah satunya dengan teknik skimming kartu ATM dan pencairan dananya dilakukan di luar negeri atau di suatu daerah yang berbeda dengan domisili dari si pemilik kartu.
Melalui teknik skimming, pelaku kejahatan mengopi data pribadi nasabah dan PIN kartu ATM milik korban dengan memasang perangkat skimmer pada mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
Pelaku yang sudah mendapatkan nomor kartu dan rekaman PIN kemudian mencocokkannya dengan melihat log waktu pencatatan, kemudian pelaku bisa memasukkan nomor serta PIN ke kartu ATM kosong dan memakainya untuk mengambil uang korban.
Selain skimming, modus kejahatan lain terhadap nasabah dan bank adalah penggunaan data pribadi nasabah oleh pelaku kejahatan. Menurut Dedi, berbekal data pribadi nasabah yang komplit, pelaku membuat kartu identitas baru menggunakan identitas korban, namun foto di kartu identitas adalah foto pelaku. Berbekal identitas baru itulah, pelaku membuat kartu ATM dan buku rekening baru atas nama korban, di cabang berbeda.
Untuk modus ini, katanya, polisi juga masih mendalami dengan melihat berbagai kemungkinan seperti sumber kebocoran data pribadi korban. Bahkan, tak menutup kemungkinan dugaan adanya keterlibatan nasabah pada aksi kejahatan tersebut.
Hal itu mengingat, pelaku kejahatan tersebut bisa membuat identitas baru dengan menggunakan data pribadi yang dimiliki nasabah, bahkan sampai mengetahui nama ibu kandung nasabah. Terlebih, setelah rekeningnya dibobol pelaku, nasabah meminta bank untuk mengganti dana di rekening yang telah dikuras.
"Sumber kebocoran data nasabah itu bisa dari manapun, bahkan termasuk kelalaian nasabah sendiri yang mengirim data pribadinya ke berbagai pihak, semisal saat mengisi aplikasi tertentu di internet," kata Dedi.
Pertengahan Mei 2022, polisi berhasil menangkap tiga pelaku berstatus WNA, yang telah membobol duit dari rekening nasabah BPD Riau Kepri Cabang Batam. Ketiga pelaku ditangkap di Bali, saat hendak menyeberang ke Lombok.
Setelah menangkap para eksekutor, kata Dedi, polisi tidak akan berhenti menyelidiki kasus tersebut dan akan terus mengusut kasus tersebut hingga ke aktor intelektualnya.
Dedi mengharapkan masyarakat lebih awas, lebih berhati-hati, dan cermat pada saat menggunakan ATM, serta mengirim data pribadi ke pihak lain. Termasuk agar tidak terkecoh dengan mengirim informasi pribadi ke call center, website, SMS, dan akun palsu yang mengaku sebagai akun resmi perbankan di sosial media.
"Serta tidak memberikan informasi PIN, password, dan OTP ke orang lain, meski itu masih keluarga terdekat. Dengan sikap waspada dan hati-hati, diharapkan nasabah terhindar dari aksi pelaku kejahatan yang terorganisir," katanya.
Dedi juga menghimbau masyarakat untuk tetap menyimpan uangnya di bank, tidak perlu risau dengan sistem keamanan bank, sebab modus operandi yang dilakukan pelaku, umumnya memanfaatkan kelengahan nasabah dan bukan menjebol keamanan perbankan.
"Jadi memang ini kejahatan yang terorganisir. Ada yang mengambil data, menduplikasi, mencetak, menjual, dan mengambil duitnya. Pelaku cenderung mencari celah bagaimana teknologi bisa direkayasa, mereka terus mempelajari itu," katanya.