Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho optimistis tidak ada kriminalisasi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor "crude palm oil" (CPO) dan turunannya.
Saat dikonfirmasi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa, Hibnu mengatakan kasus yang sedang ditangani Kejaksaan Agung dan salah seorang tersangkanya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Perdaglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana itu murni permasalahan hukum.
"Kenapa murni hukum? Itu karena berdasarkan apa sebab yang terjadi, yaitu adanya kelangkaan minyak goreng yang sudah menjadi suatu hal yang sangat meresahkan masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum merespons apa yang terjadi di masyarakat dengan melakukan penyelidikan hingga akhirnya terungkap jika ternyata ada mafia CPO.
"Jadi permasalahan ini adalah murni hukum, tidak ada kriminalisasi apa pun, sebab dalam ilmu hukum yang dicari pengungkapan adalah mencapai kebenaran material. Makanya kita harus men-'support' penegak hukum untuk bisa menyelesaikan perkara ini, sehingga harga (minyak goreng) kembali seperti semula, apalagi sekarang Presiden Joko Widodo sudah setop ekspor minyak sawit," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu menegaskan.
Dalam hal ini, Prof Hibnu mengatakan kebenaran material adalah kebenaran yang sebenar-benarnya sehingga kalau ada orang yang beranggapan kriminalisasi itu terlalu jauh dan risikonya besar bagi seorang penegak hukum apalagi Kejaksaan Agung.
Menurut dia, hal itu merupakan taruhan kelembagaan yang sudah mendapat apresiasi dari masyarakat atas terungkapnya kasus yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat banyak.
"Ini harus diantisipasi bahwa penegak hukum tidak terpengaruh dengan proses politik atau perkembangan politik yang sekarang ini seolah-olah menari-nari di dalam penegakan hukum. Jadi harus dipisahkan antara penegakan hukum dan masalah politik yang berkembang saat ini," katanya.
Ia mengatakan dalam pengembangan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya tersebut, munculnya tersangka lain masih terbuka bagi siapa pun yang terlibat meskipun saat sekarang sudah ditentukan empat orang tersangkanya.
Empat tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya itu terdiri atas Dirjen Perdaglu Kemendag Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group Stanley MA, General Manager PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang, dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
"Ingat perkara ini adalah perkara kartel, mafia, sehingga ada pihak-pihak yang 'support' atau ada pihak-pihak yang membiarkan. Ini yang jadi masalah, tahu tapi membiarkan," kata Wakil Rektor Unsoed Bidang Umum dan Keuangan itu.
Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, kata dia, konsep membiarkan itu merupakan suatu tindak pidana.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan Kejaksaan Agung dapat mengembangkan kasus tersebut dan bisa memetakan modus-modus mafia perizinan.
"Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lagi karena ada delik-delik korupsi, apalagi ini korupsinya melibatkan mafia," kata Prof Hibnu.
Saat dikonfirmasi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa, Hibnu mengatakan kasus yang sedang ditangani Kejaksaan Agung dan salah seorang tersangkanya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Perdaglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana itu murni permasalahan hukum.
"Kenapa murni hukum? Itu karena berdasarkan apa sebab yang terjadi, yaitu adanya kelangkaan minyak goreng yang sudah menjadi suatu hal yang sangat meresahkan masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum merespons apa yang terjadi di masyarakat dengan melakukan penyelidikan hingga akhirnya terungkap jika ternyata ada mafia CPO.
"Jadi permasalahan ini adalah murni hukum, tidak ada kriminalisasi apa pun, sebab dalam ilmu hukum yang dicari pengungkapan adalah mencapai kebenaran material. Makanya kita harus men-'support' penegak hukum untuk bisa menyelesaikan perkara ini, sehingga harga (minyak goreng) kembali seperti semula, apalagi sekarang Presiden Joko Widodo sudah setop ekspor minyak sawit," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu menegaskan.
Dalam hal ini, Prof Hibnu mengatakan kebenaran material adalah kebenaran yang sebenar-benarnya sehingga kalau ada orang yang beranggapan kriminalisasi itu terlalu jauh dan risikonya besar bagi seorang penegak hukum apalagi Kejaksaan Agung.
Menurut dia, hal itu merupakan taruhan kelembagaan yang sudah mendapat apresiasi dari masyarakat atas terungkapnya kasus yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat banyak.
"Ini harus diantisipasi bahwa penegak hukum tidak terpengaruh dengan proses politik atau perkembangan politik yang sekarang ini seolah-olah menari-nari di dalam penegakan hukum. Jadi harus dipisahkan antara penegakan hukum dan masalah politik yang berkembang saat ini," katanya.
Ia mengatakan dalam pengembangan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya tersebut, munculnya tersangka lain masih terbuka bagi siapa pun yang terlibat meskipun saat sekarang sudah ditentukan empat orang tersangkanya.
Empat tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya itu terdiri atas Dirjen Perdaglu Kemendag Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group Stanley MA, General Manager PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang, dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
"Ingat perkara ini adalah perkara kartel, mafia, sehingga ada pihak-pihak yang 'support' atau ada pihak-pihak yang membiarkan. Ini yang jadi masalah, tahu tapi membiarkan," kata Wakil Rektor Unsoed Bidang Umum dan Keuangan itu.
Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, kata dia, konsep membiarkan itu merupakan suatu tindak pidana.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan Kejaksaan Agung dapat mengembangkan kasus tersebut dan bisa memetakan modus-modus mafia perizinan.
"Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lagi karena ada delik-delik korupsi, apalagi ini korupsinya melibatkan mafia," kata Prof Hibnu.