Magelang (ANTARA) - Komunitas Kota Toea Magelang (KTM) bersama Dewan Kesenian Kota Magelang, Penerbit Terang dan Kirana Vidya menyelenggarakan kegiatan bernama "Jelajah Kota" dengan tema “Jejak Orang Indo di Magelang”, Minggu (6/2).
Keterangan tertulis dari panitia penyelenggara kegiatan itu yang diterima di Magelang, Senin, menyebutkan acara dibuka oleh Koordinator KTM Bagus Priyana diikuti 25 orang dimulai dari Loka Budaya Drs. Soekimin Adiwiratmoko di Jln. Alun-Alun Selatan Kota Magelang.
Kurator Pameran Arsip Foto “Indo Magelang: Antara Memori & Identitas” dan penulis buku “Dalam Bayang-Bayang Modernitas Orang Indo di Kota Magelang pada Akhir Masa Kolonial” Tedy Harnawan memandu peserta mengelilingi galeri pameran sembari menjelaskan satu persatu foto dan arsip orang-orang Indo Eropa yang pernah tinggal dan hidup di Kota Magelang.
Dia mengatakan orang Indo adalah anak yang terlahir dari orang tua yang berbeda, yakni Eropa dan pribumi.
"Sejak lahir, Indo adalah kelompok yang tercerabut dari pengakuan hukum kolonial karena status sosial yang diterima sangat ditentukan oleh pengakuan dari ayah Eropa mereka," katanya.
Para peserta kemudian menuju rute jelajah dengan menggunakan sepeda motor, yaitu ke Panti Asuhan Wisma Harapan di Jln. Diponegoro yang dahulu menjadi panti asuhan didirikan Johannes van der Steur pada 1893.
“Pada Tahun 1942, Johannes van der Steur merawat sebanyak 1.100 anak asuh, kebanyakan adalah anak-anak Indo yang terlantar," kata Bagus.
Baca juga: Telaah - Jelajah Kampung, belajar sejarah Kota Magelang secara senang
Luas panti asuhan bernama Oranje-Nassau sekitar lima hektare itu, katanya, yang tersisa berupa sebagian kecil gedung Panti Asuhan Mayu Dharma Putra sekarang ini.
Peserta kemudian melanjutkan ke kawasan tangsi militer di Badaan, yang salah satu bagian berupa deretan rumah militer bagi perwira Belanda.
Keberadaan tempat itu di Magelang, kata dia, terkait dengan Perang Diponegoro (1825-1830) di mana banyak tentara Belanda memiliki pasangan perempuan pribumi yang melahirkan “anak-anak kolong”.
Peserta kemudian menikmati es krim di Toko Bie Sing Ho di Jln. Akhmad Yani Poncol. Awalnya toko ini berdiri pada 1936 di Pecinan Kota Magelang, pada 1949 pindah ke Poncol.
Pada masa kolonial, banyak orang Belanda jajan di tempat ini, membeli makanan kaleng, roti, es krim dan lainnya.
Lokasi jelajah berikutnya di rumah saudagar cerutu Ko Kwat Ie di Jln. Sriwijaya. Rumah Ko Kwat Ie yang dibangun sebelum 1920 ini masih tampak asli, baik perabotan maupun ruangan bagian dalam.
“Pabrik ini berdiri di Batavia Tahun 1900. Pada 1908 pindah ke Magelang karena untuk mencari tenaga kerja yang murah dan dekat dengan bahan baku, tembakau," kata Bagus.
Baca juga: Komunitas "Kota Toea Magelang" Kembangkan Wisata Sejarah
Setelah membangun pabrik baru pada 1920, puncak kejayaan perusahaan itu pada 1927-1928 dengan 2.500 pekerja.
Ia menyebut cerutu saat itu menjadi gaya hidup bagi kaum Indo maupun kalangan Belanda di Hindia Belanda, termasuk Kota Magelang. Di dekat rumah tersebut terdapat bekas Pabrik Cerutu “Ko Kwat Ie & Zonen” di Jln. Tarumanegara.
Ia mengatakan bangunan ini berdiri pada 1920 dan konon pernah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Sejumlah lokasi jelajah lainnya, antara lain makam Johannes van der Steur di Jln. Ikhlas, rumah berlanggam Indis (perpaduan antara gaya bangunan Eropa dan lokal) di Jln. Tentara Pelajar Bayeman, dan kawasan rumah di Kwarasan yang dirancang arsitek Herman Thomas Karsten pada 1937.
Acara "Jelajah Kota" sebagai penutup atas rangkaian Pameran Arsip Foto “Indo Magelang: Antara Memori & Identitas” selama 1-6 Februari 2022.
Baca juga: "Kota Toea Magelang" Olah Dokumen jadi Produk Kreatif
Baca juga: Telaah - Kota Magelang dalam catatan penanggulangan bencana
Baca juga: Telaah - Jejak pelayanan kesehatan di Kota Magelang
Keterangan tertulis dari panitia penyelenggara kegiatan itu yang diterima di Magelang, Senin, menyebutkan acara dibuka oleh Koordinator KTM Bagus Priyana diikuti 25 orang dimulai dari Loka Budaya Drs. Soekimin Adiwiratmoko di Jln. Alun-Alun Selatan Kota Magelang.
Kurator Pameran Arsip Foto “Indo Magelang: Antara Memori & Identitas” dan penulis buku “Dalam Bayang-Bayang Modernitas Orang Indo di Kota Magelang pada Akhir Masa Kolonial” Tedy Harnawan memandu peserta mengelilingi galeri pameran sembari menjelaskan satu persatu foto dan arsip orang-orang Indo Eropa yang pernah tinggal dan hidup di Kota Magelang.
Dia mengatakan orang Indo adalah anak yang terlahir dari orang tua yang berbeda, yakni Eropa dan pribumi.
"Sejak lahir, Indo adalah kelompok yang tercerabut dari pengakuan hukum kolonial karena status sosial yang diterima sangat ditentukan oleh pengakuan dari ayah Eropa mereka," katanya.
Para peserta kemudian menuju rute jelajah dengan menggunakan sepeda motor, yaitu ke Panti Asuhan Wisma Harapan di Jln. Diponegoro yang dahulu menjadi panti asuhan didirikan Johannes van der Steur pada 1893.
“Pada Tahun 1942, Johannes van der Steur merawat sebanyak 1.100 anak asuh, kebanyakan adalah anak-anak Indo yang terlantar," kata Bagus.
Baca juga: Telaah - Jelajah Kampung, belajar sejarah Kota Magelang secara senang
Luas panti asuhan bernama Oranje-Nassau sekitar lima hektare itu, katanya, yang tersisa berupa sebagian kecil gedung Panti Asuhan Mayu Dharma Putra sekarang ini.
Peserta kemudian melanjutkan ke kawasan tangsi militer di Badaan, yang salah satu bagian berupa deretan rumah militer bagi perwira Belanda.
Keberadaan tempat itu di Magelang, kata dia, terkait dengan Perang Diponegoro (1825-1830) di mana banyak tentara Belanda memiliki pasangan perempuan pribumi yang melahirkan “anak-anak kolong”.
Peserta kemudian menikmati es krim di Toko Bie Sing Ho di Jln. Akhmad Yani Poncol. Awalnya toko ini berdiri pada 1936 di Pecinan Kota Magelang, pada 1949 pindah ke Poncol.
Pada masa kolonial, banyak orang Belanda jajan di tempat ini, membeli makanan kaleng, roti, es krim dan lainnya.
Lokasi jelajah berikutnya di rumah saudagar cerutu Ko Kwat Ie di Jln. Sriwijaya. Rumah Ko Kwat Ie yang dibangun sebelum 1920 ini masih tampak asli, baik perabotan maupun ruangan bagian dalam.
“Pabrik ini berdiri di Batavia Tahun 1900. Pada 1908 pindah ke Magelang karena untuk mencari tenaga kerja yang murah dan dekat dengan bahan baku, tembakau," kata Bagus.
Baca juga: Komunitas "Kota Toea Magelang" Kembangkan Wisata Sejarah
Setelah membangun pabrik baru pada 1920, puncak kejayaan perusahaan itu pada 1927-1928 dengan 2.500 pekerja.
Ia menyebut cerutu saat itu menjadi gaya hidup bagi kaum Indo maupun kalangan Belanda di Hindia Belanda, termasuk Kota Magelang. Di dekat rumah tersebut terdapat bekas Pabrik Cerutu “Ko Kwat Ie & Zonen” di Jln. Tarumanegara.
Ia mengatakan bangunan ini berdiri pada 1920 dan konon pernah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Sejumlah lokasi jelajah lainnya, antara lain makam Johannes van der Steur di Jln. Ikhlas, rumah berlanggam Indis (perpaduan antara gaya bangunan Eropa dan lokal) di Jln. Tentara Pelajar Bayeman, dan kawasan rumah di Kwarasan yang dirancang arsitek Herman Thomas Karsten pada 1937.
Acara "Jelajah Kota" sebagai penutup atas rangkaian Pameran Arsip Foto “Indo Magelang: Antara Memori & Identitas” selama 1-6 Februari 2022.
Baca juga: "Kota Toea Magelang" Olah Dokumen jadi Produk Kreatif
Baca juga: Telaah - Kota Magelang dalam catatan penanggulangan bencana
Baca juga: Telaah - Jejak pelayanan kesehatan di Kota Magelang