"Mereka yang mengoleksi produk kreatif komunitas kami bukan hanya anggota, tetapi juga mereka dari daerah lain dan dari beberapa negara. Umumnya adalah orang-orang yang memiliki catatan kenangan atas Magelang dan sekitarnya," kata Koordinator Komunitas "Kota Toea Magelang" Bagus Priyana di Magelang, Jumat.

Ia mengatakan hal itu di sela pameran "Magelang Tempo Doeloe" yang diselenggarakan Dewan Kesenian Kota Magelang di alun-alun setempat pada 13-17 Mei 2015, dalam rangkaian HUT ke-1109 Kota Magelang dan program "Ayo ke Magelang".

Selama ini, komunitas tersebut melakukan berbagai bentuk kegiatan, terutama kunjungan penjelahan ke berbagai bangunan masa lalu, untuk menguatkan kecintaan masyarakat terhadap Kota Magelang dan sekitarnya.

Selain itu, komunitas tersebut juga mendokumentasikan dalam bentuk foto dan rekaman video tentang berbagai peninggalan masa lalu Kota Magelang dan daerah-daerah di sekitarnya, serta menguatkan jejaring sosial dengan komunitas lainnya di berbagai kota dan beberapa negara lain, untuk mendapatkan aneka dokumentasi tentang kota yang kini meliputi tiga kecamatan dan 17 kelurahan itu.

"Kami juga menelusuri dokumentasi yang ada di internet," katanya.

Ia menjelaskan berbagai dokumen itu, antara lain menjadi materi untuk kegiatan pameran yang diikuti komunitas tersebut, sedangkan sebagian lain dikelola menjadi produk kreatif, seperti kaos, mok, kartu pos bergambar foto masa lalu dan gambar ilustrasi tentang suasana kehidupan masyarakat Jawa karya Cornelis Jetses (era 1950-an), hiasan dinding bergambar Magelang tempo dulu, topi pandan dan topi polka atau topi slinder, tas blaco, topi, dan kalender.

Berbagai produk kreatif yang dikerjakan komunitas itu, antara lain bergambar ikon Magelang seperti Water Torn (1957), lambang Pemerintah Kota Magelang pada masa penjajahan Belanda (1929), Tugu Anim, dan Gunung Tidar (1936).

"Tentu tujuan utama kami dengan komunitas ini bukan untuk mencari keuntungan finansial atas segala kegiatan selama ini. Produk kreatif bersumber dari bahan-bahan dokumen kami, menjadi penguat atas tujuan kami menghidupi komunitas," katanya.

Ia mengaku secara cermat memproduksi kreasi aneka barang dengan motif ikon Kota Magelang itu, antara lain menyangkut ide, desain, dan konsep dengan memperhatikan keinginan konsumen, akan tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai keaslian cagar budaya kota setempat.

Pihaknya memiliki dua tempat penjualan produk bergambar sejumlah ikon Kota Magelang itu, yakni di Rumah Makan "Voor de Tidar" dan toko oleh-oleh khas Magelang "Getuk Eco".

"Pemasarannya melalui 'online' juga, dan kami buka 'outlet' di dua tempat. Hingga saat ini kami juga mengirim kepada konsumen di sebagian besar daerah di Indonesia. Kalau yang di luar negeri, seperti Belanda, Belgia, Spanyol, Brunai Darussalam, Malaysia, dan Inggris," katanya.

Harga kartu pos produk kreatif Komunitas"Kota Toea Magelang" antara Rp2.500-Rp3.000 per lembar, hiasan dinding Rp15.000, topi pandan Rp25.000-Rp30.000, topi polka Rp99.000, kaos antara Rp60.000-Rp100.000, mok Rp28.000, tas blaco Rp28.000, topi Rp35.000, dan kalender Rp25.000.

"Kami optimistis dengan produk kreatif yang terus kami kembangkan dengan secara khusus bersumber materi tentang ikon Kota Magelang tempo dulu. Semakin tua usia kota ini, semakin banyak dokumen yang bisa dikumpulkan dan menjadi sumber inspirasi mengembangkan kreativitas," katanya.

Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024