Magelang (ANTARA) - Hari Kesehatan Nasional diperingati setiap 12 November, berdasarkan peristiwa pemberantasan malaria karena mewabah di Indonesia pada era 1950-an.

Secara simbolis Presiden Soekarno pada hari itu saat tahun 1959 melakukan penyemprotan DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) untuk penanganan malaria di Kalasan, Yogyakarta. Tanggal itu kemudian menjadi HKN.

Peringatan HKN Ke-55/2019 tingkat Kota Magelang dilakukan melalui upacara di halaman depan RSJ Prof Dr Soerojo Kota Magelang, Selasa (12/11) dipimpin Wali Kota Sigit Widyonindito. Pada upacara itu, sejumlah tenaga kesehatan yang dinilai sebagai teladan memperoleh penghargaan.

Usaha terus menerus untuk meningkatkan pelayanan kesehatan demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat disampaikan Wali Kota Sigit pada kesempatan tersebut, di mana tumpuannya pada tiga pilar, yakni paradigma sehat, penguatan akses pelayanan kesehatan, dan penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Seluruh elemen masyarakat memiliki peran sosial, bergerak, dan meneguhkan komitmen mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat di manapun berada.

Salah satu upaya Pemkot Magelang meningkatkan pelayanan kesehatan, melalui rencana memiliki dua rumah sakit baru, yakni RS tipe C di lahan Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata di Jalan Gatot Subroto dan tipe D dibekas Rumah Sakit Bersalin (RSB) Budi Rahayu di Jalan Urip Sumoharjo.

"Kedua rumah sakit itu dibangun untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat," ucap Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Magelang Joko Suparno. 

Pembangunan kedua RS ini semakin melengkapi RSUD Tidar sebagai rumah sakit tipe B di Kota Magelang. Rumah sakit tipe C rencananya mulai dibangun pada 2020 dengan tiga lantai dan bahkan rencananya menjadi rumah sakit pendidikan bagi calon dokter praktik. 

Untuk RS tipe D di bekas RSB Budi Rahayu, dimana pelayanan RSB sudah dipindahkan menyatu dengan RSUD Tidar mulai Maret 2019.

Sementara itu, pembangunan gedung pelayanan RSUD Tidar kini sudah nampak hasilnya. Dibangun delapan lantai dengan segala fasilitas penunjang yang lengkap, termasuk eskalator dan lift yang menghubungkan setiap lantai. Pembangunannya melalui proyek tahun jamak 2018 dan 2019 menelan anggaran sekitar Rp84,5 miliar.

Wali Kota Sigit mengharapkan pembangunan gedung layanan itu selain untuk masyarakat setempat juga menjangkau mereka dari daerah di sekitarnya. Tahun depan diharapkan sudah beroperasi sambil menyiapkan lanjutan berbagai kelengkapannya.

Baca juga: Korban Banjir Bandang Dirawat Di RSU Tidar

Direktur RSUD Tidar Kota Magelang Sri Harso mengatakan RS ini dibangun megah dengan sarana penunjang lengkap dan alat-alat kesehatan yang canggih. 

Lantai 1 untuk penunjang lengkap radiologi dengan alat-alat canggih, lantai 2 untuk poliklinik farmasi. 

Rumah sakit ini bentuknya poliklinik dengan segala jenis pelayanan, antara lain bedah umum, anak, urologi, penyakit dalam ahli indokrin, ginjal, rematik, saraf, nyeri, dan penyakit jantung.

                                                                                      Sejak dahulu
Usaha pelayanan kesehatan masyarakat dilakukan Pemkot Magelang dilakukan sejak dahulu. 

Mengutip arsip DPRD Kota Kecil Magelang 1956, pada zaman Belanda, Stadsgemeente Magelang sudah mengelola poliklinik, Hygiene Centrum, pemberantasan penyakit malaria dan cacing pita. 

Sejak pendudukan Jepang, urusan kesehatan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan yang meliputi RSU Tidar, RSB Budi Rahayu, poliklinik, usaha higiene, pemberantasan malaria, paru-paru, dan trakom.

Buku “50 Tahun Gereja Kristen Djawa 1924-1974” menyebut RSU Tidar pada zaman Belanda milik Yayasan Zending. Awalnya, pada 1929 D.S. Merkelijn, pendeta di Gereformeede kerk (Gereja Kristen Jawa Jln. Tentara Pelajar), berupaya mendirikan klinik kesehatan untuk orang miskin. 

Maka dicari tempat untuk mendirikan klinik tersebut. Usaha ini terwujud dengan memenangi lelang atas rumah seorang Mayoor Tionghoa beserta tanahnya seluas 30.000 meter persegi di Tidarweg (Jln. Tidar). Harga tanah saat itu F2 tiap meter persegi. Harga itu termasuk murah.

Klinik kesehatan ini diberi nama “Klinik Tidar”. Karena banyak dikunjungi masyarakat, dikembangkan menjadi RS. Pada 26 Februari 1932 klinik ditingkatkan menjadi RS dengan nama “Zendingziekenhuis” atau RS Zending. 

Baca juga: Pemkot Peringati Hari Kesehatan di RSU Tidar

Seorang dokter perempuan dari Rumah Sakit Misi di Purworejo, dr. G.J. Dreckmeier, diangkat sebagai direktur rumah sakit baru ini, meskipun digaji di bawah gaji direksi, yang bekerja di rumah sakit bersubsidi.

Sejak pendudukan Jepang, RS itu diurus Pemkot Magelang hingga kini. Pada 1956, RS ini memiliki kapasitas 150 tempat tidur dengan rata-rata 370 pasien dirawat setiap bulan, dengan total 3.075 hari perawatan. 

Uang makan setiap penderita Rp4 per hari dengan perawatan di poliklinik rata-rata 3.131 konsultasi setiap bulan. 

Rumah Sakit Bersalin Budi Rahayu pada zaman Belanda merupakan RS milik “Stichting Boedi Rahajoe” dengan nama resmi “Civele Zieken Inrichting” yang artinya fasilitas kesehatan untuk umum. 

Pada 1912, Pemkot Magelang mengusulkan pendirian RS untuk warga sipil. Tetapi usulan ini ditolak dengan alasan di kota ini sudah ada rumah sakit tentara. Tetapi, warga sipil enggan berobat di tempat itu. 

Setelah melalui proses panjang, poliklinik berhasil didirikan dengan dokter dan tenaga medis berasal dari "Zendingziekenhuis Tidar".

Sejak zaman Jepang, RSB Budi Rahayu diurus pemerintah daerah Kota Magelang. Tercatat pada 1956, RSB Budi Rahayu khusus merawat ibu-ibu yang akan melahirkan dengan kapasitas 25 tempat tidur. Rata-rata tiap bulan 91 orang dengan 619 hari perawatan, dengan uang makan penderita sehari-hari rata-rata Rp3,65.

Pada 1956, di wilayah Kota Magelang terdapat tiga poliklinik yang dikelola Pemkot Magelang, yakni di Kerkopan dengan rata-rata 2.267 pasien, di Paten dengan rata-rata 1.323 pasien, dan di Menowo yang akan segera dibuka.

Pada 1974, Pemkot Magelang memiliki balai pengobatan (7 unit), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (10 unit), RSU Tidar, dan RSB Budi Rahayu. Sebelumnya, mulai 1968, RSU Tidar dan RSB Budi Rahayu diberi hak otonomisasi dalam pengelolaan keuangan, sedangkan dalam hal gaji karyawan tetap ditanggung pemkot.

Berkat otonomisasi, RS mengalami kemajuan-kemajuan pelayanan kesehatan masyarakat. Berkat kepemimpinan Kolonel dr. H. Sadjiman (ahli bedah), RSU Tidar yang dahulu mendapat julukan “rumah penyakit”, berubah menjadi rumah sakit yang baik karena kebersihan, peralatan, dan pelayanan.

Bahkan mulai 1968, dalam hal keuangan, RS tersebut dapat berdikari. Hal ini tidak lain berkat kerja sama yang baik antara Dewan Penyantun RSU Tidar dengan ketuanya, Nyonya Mochammad Soebroto (istri wali kota saat itu).

Pada era tersebut, untuk meningkatkan layanannya, di RSU Tidar ditempatkan lima dokter ahli, antara lain dokter bedah, gigi, anak, penyakit dalam, dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan), sedangkan di RSB Budi Rahayu ditempatkan seorang dokter ahli kandungan. 

Pada 1973, RSU Tidar mendapatkan bantuan dari Republik Federasi Jerman berupa alat-alat kedokteran.
  Gedung bertingkat yang baru dibangun untuk pelayanan RSU Tidar. (ANTARA/HO/Bagus Priyana)

Buku “Kotamadya Magelang Membangun 1-10-1965 – 17-8-1970” menyebut saat Kota Magelang dengan Wali Kota Mochammad Soebroto (1966-1979), layanan kesehatan ditingkatkan, antara lain pendirian poliklinik-poliklinik baru, seperti BKIA Cacaban, BKIA Tidar, BKIA Wates, dan BKIA Kramat, masing-masing menelan beaya Rp500.000. Proyek itu selama 1969-1970.
 
Untuk RSU Tidar dibangun "doorloop", pagar halaman, tempat sepeda, jemuran pakaian, pengecatan seluruh gedung, perbaikan kamar bedah, perbaikan ruangan C untuk anak-anak dan pembangunan kamar dokter gigi dengan alat-alat kedokterannya yang menelan beaya Rp1.028.943,57. Proyek ini dilaksanakan pada 11 Juni 1967 hingga 5 Juni 1970.

Di RSB Budi Rahayu diadakan pembangunan yakni melebarkan "zaal", memperbaiki kamar mandi, membuat pagar tembok, dan membuat pompa air dengan beaya Rp101.652,50. Proyek ini dilakukan pada 1969-1970.

Tak hanya berkaitan dengan rumah sakit dan polikilinik, pada 1956 juga dilakukan usaha higiene meliputi pendidikan higiene yakni usaha memeriksa kebersihan di perusahaan dan kampung-kampung, memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. 

Banyak rumah yang mendapatkan penyuluhan dan pemeriksaan dengan rata-rata 454 unit setiap bulan.

Baca juga: RSUD Tidar Berikan Layanan Khusus bagi Lansia

Selain itu, didirikan Hygiene Centrum, tempat kursus bagi dukun bayi dan pemeriksaan ibu hamil serta bayi. Tempat untuk program ini di Badaan untuk Desa (sekarang Kelurahan) Potrobangsan dan Wates, di Bayeman untuk Desa Kemirirejo, Cacaban, dan Jurangombo, di Botton untuk Desa Magelang, di Rejowinangun untuk Desa Tidar dan Rejowinangun, di Panjang untuk Desa Panjang dan di Kedungsari untuk Desa Kramat dan Kedungsari.

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat juga dilakukan, seperti pemberantasan penyakit malaria dengan mengambil sampel darah, membagikan chinine atau pil kina dan membersihkan sarang-sarang nyamuk malaria. 

Untuk pemberantasan penyakit paru-paru ada di poliklinik di Kwarasan dengan pasien rata-rata 328 orang per bulan, sedangkan pemberantasan trakom ditujukan kepada anak-anak sekolah dengan penderita rata-rata 731 orang setiap bulan. 

Urusan kesehatan ini merupakan usaha sosial yang menjadi beban terberat Pemkot Magelang saat itu. Hal tersebut karena menelan beaya 31 persen dari total anggaran belanja daerah pada 1955.

Usaha pelayanan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah. Peningkatan usaha pelayanan dapat dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan dan sarana serta prasarana penunjang. 

Keberadaan fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit, sebagai salah satu upaya tersebut. 

Tidak bisa dimungkiri bahwa masyarakat membutuhkan layanan terbaik. Bagaimanapun juga, layanan dan fasilitas kesehatan berkualitas menjadi kebutuhan pokok masyarakat. (hms).

*) Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang

Baca juga: Tenaga kesehatan teladan Kota Magelang terima penghargaan
Baca juga: Wali kota: Tingkatkan layanan kesehatan
 

Pewarta : Bagus Priyana *)
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024