Solo (ANTARA) - Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka menanggapi pelaporan dirinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.
"Dibuktikan dulu, nek aku salah cekelen (kalau saya salah silakan ditangkap), penak to (gampang kan)," katanya, di Solo, Selasa.
Meski demikian, ia meminta agar tuduhan tersebut dibuktikan terlebih dahulu.
"Dibuktikan sik, aku salah po ra (saya salah atau tidak). Salah yo detik ini ditangkep wae ra popo (tidak apa-apa)," katanya.
Disinggung mengenai komunikasi yang dilakukannya dengan sang adik Kaesang Pangarep, ia mengaku sudah mengomunikasikannya.
Meski demikian, ia enggan menyampaikan isi komunikasi yang dilakukannya dengan sang adik.
"Uwis (sudah dikomunikasikan), laporane wis masuk to (laporan sudah masuk kan)," katanya.
Meski demikian, ia enggan melaporkan balik Ubedilah ke kepolisian terkait tuduhan tersebut.
"Lha ngopo (kenapa) laporan balik, itu kan udah dilaporkan," katanya.
Sebelumnya, Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Senin (10/1) terkait tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Ia mengatakan kejadian tersebut bermula pada tahun 2015 ketika ada perusahaan PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp7,9 triliun. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp78 miliar.
"Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," katanya.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp99,3 miliar dalam waktu yang dekat," katanya.
Pada saat itu, dikatakannya, anak Presiden membeli saham di perusahaan tersebut dengan angka Rp92 miliar.
"Itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden," katanya.
"Dibuktikan dulu, nek aku salah cekelen (kalau saya salah silakan ditangkap), penak to (gampang kan)," katanya, di Solo, Selasa.
Meski demikian, ia meminta agar tuduhan tersebut dibuktikan terlebih dahulu.
"Dibuktikan sik, aku salah po ra (saya salah atau tidak). Salah yo detik ini ditangkep wae ra popo (tidak apa-apa)," katanya.
Disinggung mengenai komunikasi yang dilakukannya dengan sang adik Kaesang Pangarep, ia mengaku sudah mengomunikasikannya.
Meski demikian, ia enggan menyampaikan isi komunikasi yang dilakukannya dengan sang adik.
"Uwis (sudah dikomunikasikan), laporane wis masuk to (laporan sudah masuk kan)," katanya.
Meski demikian, ia enggan melaporkan balik Ubedilah ke kepolisian terkait tuduhan tersebut.
"Lha ngopo (kenapa) laporan balik, itu kan udah dilaporkan," katanya.
Sebelumnya, Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Senin (10/1) terkait tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Ia mengatakan kejadian tersebut bermula pada tahun 2015 ketika ada perusahaan PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp7,9 triliun. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp78 miliar.
"Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," katanya.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp99,3 miliar dalam waktu yang dekat," katanya.
Pada saat itu, dikatakannya, anak Presiden membeli saham di perusahaan tersebut dengan angka Rp92 miliar.
"Itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden," katanya.