Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Jenner Institute Universitas Oxford Carina Citra Dewi Joe mengatakan perpaduan vaksin COVID-19 berplatform viral vector dan messenger RNA (mRNA) untuk booster menghasilkan imun yang lebih tinggi ketimbang jenis yang sama.
"Hasil uji klinis mRNA dan viral vector menghasilkan imun yang lebih tinggi daripada satu jenis vector," kata Carina, ilmuwan asal Indonesia yang ikut mengembangkan formula vaksin AstraZeneca, kepada ANTARA TV di Jakarta, Selasa.
Carina mengatakan uji klinis tersebut dilakukan peneliti di Inggris dan beberapa negara Eropa dengan cara mencampur kandungan vaksin yang sama atau homolegus maupun vaksin campuran berbeda platform atau heterologus.
"Yang direkomendasikan untuk dosis ketiga AstraZeneca dengan basis Pfizer atau Moderna karena berbeda vector," katanya.
AstraZeneca mengusung mengusung teknologi adenoma virus vector dari simpanse sementara Pfizer dan Moderna mengusung teknologi mRNA yang tidak menggunakan virus atau kuman dilemahkan atau dimatikan, melainkan komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tertentu.
Peraih penghargaan Pride of Britain di bidang kesehatan itu mengatakan vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini masih efektif mencegah seseorang mengalami sakit berat akibat SARS-CoV-2. "Uji klinis di Kanada dan Inggris, vaksin yang ada masih efektif cegah sakit yang berat," katanya.
Rekomendasi pemberian vaksin penguat atau booster, kata Carina, hanya kepada masyarakat di atas usia 50 tahun yang memiliki gangguan sistem imun.
Carina mengatakan fokus utama yang dibutuhkan saat ini adalah membawa pandemi COVID-19 menuju endemi serta mempersiapkan teknologi yang sanggup mengatasi pandemi di masa depan.
"Menurut saya vaksin sekarang masih mampu tangani pandemi ini. Kita siapkan teknologi yang bisa mengatasi pandemi di masa depan, tapi bukan dalam jangka waktu yang pendek," katanya.
"Hasil uji klinis mRNA dan viral vector menghasilkan imun yang lebih tinggi daripada satu jenis vector," kata Carina, ilmuwan asal Indonesia yang ikut mengembangkan formula vaksin AstraZeneca, kepada ANTARA TV di Jakarta, Selasa.
Carina mengatakan uji klinis tersebut dilakukan peneliti di Inggris dan beberapa negara Eropa dengan cara mencampur kandungan vaksin yang sama atau homolegus maupun vaksin campuran berbeda platform atau heterologus.
"Yang direkomendasikan untuk dosis ketiga AstraZeneca dengan basis Pfizer atau Moderna karena berbeda vector," katanya.
AstraZeneca mengusung mengusung teknologi adenoma virus vector dari simpanse sementara Pfizer dan Moderna mengusung teknologi mRNA yang tidak menggunakan virus atau kuman dilemahkan atau dimatikan, melainkan komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tertentu.
Peraih penghargaan Pride of Britain di bidang kesehatan itu mengatakan vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini masih efektif mencegah seseorang mengalami sakit berat akibat SARS-CoV-2. "Uji klinis di Kanada dan Inggris, vaksin yang ada masih efektif cegah sakit yang berat," katanya.
Rekomendasi pemberian vaksin penguat atau booster, kata Carina, hanya kepada masyarakat di atas usia 50 tahun yang memiliki gangguan sistem imun.
Carina mengatakan fokus utama yang dibutuhkan saat ini adalah membawa pandemi COVID-19 menuju endemi serta mempersiapkan teknologi yang sanggup mengatasi pandemi di masa depan.
"Menurut saya vaksin sekarang masih mampu tangani pandemi ini. Kita siapkan teknologi yang bisa mengatasi pandemi di masa depan, tapi bukan dalam jangka waktu yang pendek," katanya.