Cilacap, Jateng (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menyiapkan sejumlah antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi pada musim hujan khususnya di wilayah rawan banjir dan longsor.
"Kami sudah melakukan pemberitahuan kepada para camat untuk segera mengingatkan masyarakat terhadap akan segera datangnya musim hujan yang jauh lebih awal dibanding tahun-tahun sebelumnya. Itu sesuai dengan rilis BMKG termasuk ancaman bencana hidrometeorologi," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Wijonardi di Cilacap, Kamis.
Ia mengatakan berdasarkan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG, pihaknya segera mengambil langkah-langkah antisipasi dan meminta para camat untuk menyiagakan material maupun personel khususnya di desa-desa dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi.
Baca juga: Pakar: Perkuat mitigasi untuk antisipasi bencana hidrometeorologi
Bahkan, kata dia, pihaknya juga telah menyiagakan perahu karet di sejumlah desa yang rawan banjir seperti di wilayah Sidareja dan sekitarnya yang rutin terjadi banjir.
"Kami sudah cek persiapannya dan UPT (Unit Pelaksana Teknis) kami yang di Sidareja juga sudah dicek kesiapsiagaannya termasuk peralatannya. Perahu karet yang kurang sehat, ada yang bocor kayak di Majenang, sudah kami tarik ke sini (BPBD Cilacap, red.) untuk diperbaiki," katanya.
Ia mengakui jika pada Kamis (16/9) terjadi banjir di Desa Brebeg, Kecamatan Jeruklegi, sehingga mengakibatkan sejumlah rumah warga terendam dan akses jalan sempat terputus.
Menurut dia, pihaknya masih mempelajari kejadian banjir di Desa Brebeg apakah situasional ataukah memang sebelumnya sering terjadi.
"Rencananya kami mau ke sana untuk mengecek guna mendengarkan informasi dari Pak Kadesnya. Kalau itu sudah rutin, banyak orang beranggapan pendangkalan sungai yang jadi alasan," katanya.
Lebih lanjut, Wijonardi mengatakan sungai secara alami akan menerima guguran tanah pertanian dan sebagainya di wilayah hulu yang kemudian terbawa aliran air, sehingga sesampainya di hilir seperti daerah Brebeg terjadi endapan atau sedimentasi.
Menurut dia, penggalian atau normalisasi aliran sungai dari sedimentasi hanyalah upaya agar tidak terjadi pendangkalan.
"Aliran air tentunya menuju ke daerah rendah. Kalau tahu itu daerahnya rendah, dibangun rumah tidak sesuai dengan standar elevasi air tertinggi, mau sampai kapan tetap terendam rumahnya, logis kan itu," katanya.
Oleh karena itu, dia memerintahkan Kepala Desa Brebeg untuk segera memasang patok penanda elevasi air guna mengetahui ketinggian air setiap kali terjadi banjir.
Menurut dia, elevasi air tertinggi itu selanjutnya dijadikan dasar untuk memberikan arahan kepada masyarakat yang akan membangun rumah.
"Masyarakat yang mau membangun rumah, fondasinya harus di atas batas elevasi air tertinggi itu. Kalau itu diikuti, mereka tidak akan terendam air ketika terjadi banjir yang mencapai batas tertinggi," katanya.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat tidak perlu mengungsi karena rumah mereka tidak terendam air meskipun aktivitasnya terganggu akibat banjir, sehingga pihaknya menyediakan perahu karet untuk mendukung transportasi warga.
Menurut dia, pihaknya akan terus mengedukasi warga agar bisa belajar dari pengalaman dalam menghadapi banjir termasuk bagi mereka yang bermukim di daerah rawan longsor.
"Bagi warga yang bermukim di daerah rawan banjir, tentunya saat membangun rumah perlu meninggikan fondasinya agar tidak terendam," kata Wijonardi.
Sementara dalam laporannya yang disampaikan melalui grup WhatsApp "Siaga Bencana Cilacap" yang dikelola BPBD Kabupaten Cilacap, Kepala Desa Brebeg Achmad Zaenudin mengatakan banjir yang melanda Dusun Cirokol RT 03 RW 02, Desa Brebeg, pada Kamis (16/9) pagi disebabkan luapan air dari Sungai Cirokol yang mengalami pendangkalan.
Menurut dia, banjir tersebut mengakibatkan ruas jalan utama yang menghubungkan Desa Jerulklegi Kulon dan Desa Brebeg tidak bisa dilewati selama lebih kurang satu jam.
"Sebanyak lima rumah warga terendam banjir," demikian Zaenudin.
Baca juga: Akademisi Unsoed: Waspadai potensi bencana hidrometeorologi saat musim hujan
"Kami sudah melakukan pemberitahuan kepada para camat untuk segera mengingatkan masyarakat terhadap akan segera datangnya musim hujan yang jauh lebih awal dibanding tahun-tahun sebelumnya. Itu sesuai dengan rilis BMKG termasuk ancaman bencana hidrometeorologi," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Wijonardi di Cilacap, Kamis.
Ia mengatakan berdasarkan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG, pihaknya segera mengambil langkah-langkah antisipasi dan meminta para camat untuk menyiagakan material maupun personel khususnya di desa-desa dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi.
Baca juga: Pakar: Perkuat mitigasi untuk antisipasi bencana hidrometeorologi
Bahkan, kata dia, pihaknya juga telah menyiagakan perahu karet di sejumlah desa yang rawan banjir seperti di wilayah Sidareja dan sekitarnya yang rutin terjadi banjir.
"Kami sudah cek persiapannya dan UPT (Unit Pelaksana Teknis) kami yang di Sidareja juga sudah dicek kesiapsiagaannya termasuk peralatannya. Perahu karet yang kurang sehat, ada yang bocor kayak di Majenang, sudah kami tarik ke sini (BPBD Cilacap, red.) untuk diperbaiki," katanya.
Ia mengakui jika pada Kamis (16/9) terjadi banjir di Desa Brebeg, Kecamatan Jeruklegi, sehingga mengakibatkan sejumlah rumah warga terendam dan akses jalan sempat terputus.
Menurut dia, pihaknya masih mempelajari kejadian banjir di Desa Brebeg apakah situasional ataukah memang sebelumnya sering terjadi.
"Rencananya kami mau ke sana untuk mengecek guna mendengarkan informasi dari Pak Kadesnya. Kalau itu sudah rutin, banyak orang beranggapan pendangkalan sungai yang jadi alasan," katanya.
Lebih lanjut, Wijonardi mengatakan sungai secara alami akan menerima guguran tanah pertanian dan sebagainya di wilayah hulu yang kemudian terbawa aliran air, sehingga sesampainya di hilir seperti daerah Brebeg terjadi endapan atau sedimentasi.
Menurut dia, penggalian atau normalisasi aliran sungai dari sedimentasi hanyalah upaya agar tidak terjadi pendangkalan.
"Aliran air tentunya menuju ke daerah rendah. Kalau tahu itu daerahnya rendah, dibangun rumah tidak sesuai dengan standar elevasi air tertinggi, mau sampai kapan tetap terendam rumahnya, logis kan itu," katanya.
Oleh karena itu, dia memerintahkan Kepala Desa Brebeg untuk segera memasang patok penanda elevasi air guna mengetahui ketinggian air setiap kali terjadi banjir.
Menurut dia, elevasi air tertinggi itu selanjutnya dijadikan dasar untuk memberikan arahan kepada masyarakat yang akan membangun rumah.
"Masyarakat yang mau membangun rumah, fondasinya harus di atas batas elevasi air tertinggi itu. Kalau itu diikuti, mereka tidak akan terendam air ketika terjadi banjir yang mencapai batas tertinggi," katanya.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat tidak perlu mengungsi karena rumah mereka tidak terendam air meskipun aktivitasnya terganggu akibat banjir, sehingga pihaknya menyediakan perahu karet untuk mendukung transportasi warga.
Menurut dia, pihaknya akan terus mengedukasi warga agar bisa belajar dari pengalaman dalam menghadapi banjir termasuk bagi mereka yang bermukim di daerah rawan longsor.
"Bagi warga yang bermukim di daerah rawan banjir, tentunya saat membangun rumah perlu meninggikan fondasinya agar tidak terendam," kata Wijonardi.
Sementara dalam laporannya yang disampaikan melalui grup WhatsApp "Siaga Bencana Cilacap" yang dikelola BPBD Kabupaten Cilacap, Kepala Desa Brebeg Achmad Zaenudin mengatakan banjir yang melanda Dusun Cirokol RT 03 RW 02, Desa Brebeg, pada Kamis (16/9) pagi disebabkan luapan air dari Sungai Cirokol yang mengalami pendangkalan.
Menurut dia, banjir tersebut mengakibatkan ruas jalan utama yang menghubungkan Desa Jerulklegi Kulon dan Desa Brebeg tidak bisa dilewati selama lebih kurang satu jam.
"Sebanyak lima rumah warga terendam banjir," demikian Zaenudin.
Baca juga: Akademisi Unsoed: Waspadai potensi bencana hidrometeorologi saat musim hujan