Magelang (ANTARA) - Dalam berbagai kesempatan, baik pertemuan langsung maupun melalui kanal media sosial, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengulang-ulang pernyataannya terkait dengan perkembangan membaik situasi pandemi COVID-19.
Kira-kira pernyataan dia itu, "situasi pandemi sekarang sudah membaik, tetapi bukan berarti baik-baik saja".
Layaklah kiranya kalau orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Jateng itu harus mengulang-ulang pernyataannya sebagaimana masifnya berbagai kalangan dan media menyosialisasikan protokol kesehatan 5M, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan mengurangi mobilitas.
Baca juga: Kemandirian bangsa harus didorong untuk jawab tantangan pascapandemi
Demikian juga dengan berbagai kalangan, penting ikut berperan menyuarakan ihwal serupa yang diulang-ulang Ganjar itu. Tujuan pengulangan pernyataan itu, tentunya untuk mengingatkan bahwa situasi masih pandemi dan untuk terus meminimalisasi terjadinya peningkatan kasus penularan virus corona jenis baru tersebut.
Setiap orang supaya tidak teledor, abai, atau malah euforia karena menganggap situasi pandemi sudah membaik seiring dengan penurunan kasus penularan di mana-mana dan masifnya vaksinasi diselenggarakan pemerintah maupun berbagai kalangan, untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Setiap orang harus tetap waspada bahwa saat ini situasi masih riskan terjadi penularan virus. Penularan pandemi COVID-19 di Indonesia terjadi sekitar 1,5 tahun terakhir ini.
Rasanya, tidak mudah bagi setiap orang untuk memahami apalagi menerapkan kesadaran yang baik, secara personal maupun komunal, ketika harus menghadapi situasi membaik tetapi bukan berarti keadaan sudah baik-baik, pulih seperti sediakala, atau menganggap pandemi telah berlalu.
Lonjakan signifikan kasus penularan COVID-19 pada Juni-Juli 2021 dan sebelumnya pada awal tahun ini, termasuk jatuhnya lebih banyak korban nyawa, kiranya menjadi pelajaran dan pengalaman publik yang berharga diambil hikmahnya, agar ke depan diminimalisasi atau bahkan tidak lagi terjadi.
Terjadinya lonjakan kasus pandemi merepotkan semua saja, bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat.
Optimisme mengatasi pandemi mesti tetap dilekatkan dalam spirit pantang menyerah setiap insan untuk ditranformasi menjadi kekuatan bersama, energi gotong royong, dan pemahaman yang sama menuju kebebasan dari virus.
Selama masih terjadi kasus COVID-19 yang bahkan terus bermutasi menjadi varian baru, selama itu pula kewaspadaan terhadap bahaya penularannya menjadi keharusan. Katakanlah bahwa waspada COVID-19 menjadi hukum wajib.
Grafik flutuatif berupa peningkatan dan penurunan kasus virus, bukan sebagai tanda-tanda kesimpulan kaku yang "hitam-putih" atas keadaan pandemi, tetapi ia tetap penting yang bisa dijangkau, menjadi acuan menghadapi pandemi.
Data angka-angka yang menunjukkan kasus penularan itu menyimpan segala macam cerita dan catatan manusia dalam menjalani kehidupan sulit di tengah pandemi. Agaknya tak ada cara mudah menjalani hidup di tengah penularan virus, kecuali mencermati perkembangan kasus melalui data resmi, tekun berikhtiar, taat prokes, dan segera divaksin.
Peningkatan kasus mungkin harus menjadi jalan setiap orang mengoreksi diri atas cara hidup di tengah pandemi, sedangkan penurunan kasus hendaknya tidak menjadikan setiap orang gampang menganggap virus tak akan lagi mempan atau bahkan pandemi segera berakhir.
Para ahli mengemukakan bahwa virus tidak bisa mati, tetapi akan terus ada di tengah kehidupan manusia, termasuk dengan cara bermutasi menjadi varian baru yang tetap ancaman serius kesakitan serta kematian.
Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berjilid-jilid dengan model pelevelan di setiap daerah hingga saat ini. Saat ini, kecenderungan di sebagian besar daerah di Jateng, terjadi penurunan kasus penularan virus yang kemudian disertai kebijakan pelonggaran secara bertahap terhadap aktivitas masyarakat.
Dengan pelonggaran tersebut bukan berarti ke depan tidak berpeluang terjadi pengetatan lagi jika muncul lonjakan kasus.
Memang menjadi kabar baik dan melegakan kalau saat ini situasi pandemi mengalami penurunan. Namun setiap orang mesti tidak menganggap telah baik-baik saja keadaannya.
Pandemi masih nyata terjadi hingga saat ini, situasi belum baik-baik saja. Waspada risiko penularan virus tetap harus diletakkan.
Baca juga: Perlu penelitian untuk temukan strategi mengakhiri ketidakpastian akibat pandemi
Baca juga: Hukum wajib "manjing ing kahanan"
Kira-kira pernyataan dia itu, "situasi pandemi sekarang sudah membaik, tetapi bukan berarti baik-baik saja".
Layaklah kiranya kalau orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Jateng itu harus mengulang-ulang pernyataannya sebagaimana masifnya berbagai kalangan dan media menyosialisasikan protokol kesehatan 5M, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan mengurangi mobilitas.
Baca juga: Kemandirian bangsa harus didorong untuk jawab tantangan pascapandemi
Demikian juga dengan berbagai kalangan, penting ikut berperan menyuarakan ihwal serupa yang diulang-ulang Ganjar itu. Tujuan pengulangan pernyataan itu, tentunya untuk mengingatkan bahwa situasi masih pandemi dan untuk terus meminimalisasi terjadinya peningkatan kasus penularan virus corona jenis baru tersebut.
Setiap orang supaya tidak teledor, abai, atau malah euforia karena menganggap situasi pandemi sudah membaik seiring dengan penurunan kasus penularan di mana-mana dan masifnya vaksinasi diselenggarakan pemerintah maupun berbagai kalangan, untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Setiap orang harus tetap waspada bahwa saat ini situasi masih riskan terjadi penularan virus. Penularan pandemi COVID-19 di Indonesia terjadi sekitar 1,5 tahun terakhir ini.
Rasanya, tidak mudah bagi setiap orang untuk memahami apalagi menerapkan kesadaran yang baik, secara personal maupun komunal, ketika harus menghadapi situasi membaik tetapi bukan berarti keadaan sudah baik-baik, pulih seperti sediakala, atau menganggap pandemi telah berlalu.
Lonjakan signifikan kasus penularan COVID-19 pada Juni-Juli 2021 dan sebelumnya pada awal tahun ini, termasuk jatuhnya lebih banyak korban nyawa, kiranya menjadi pelajaran dan pengalaman publik yang berharga diambil hikmahnya, agar ke depan diminimalisasi atau bahkan tidak lagi terjadi.
Terjadinya lonjakan kasus pandemi merepotkan semua saja, bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat.
Optimisme mengatasi pandemi mesti tetap dilekatkan dalam spirit pantang menyerah setiap insan untuk ditranformasi menjadi kekuatan bersama, energi gotong royong, dan pemahaman yang sama menuju kebebasan dari virus.
Selama masih terjadi kasus COVID-19 yang bahkan terus bermutasi menjadi varian baru, selama itu pula kewaspadaan terhadap bahaya penularannya menjadi keharusan. Katakanlah bahwa waspada COVID-19 menjadi hukum wajib.
Grafik flutuatif berupa peningkatan dan penurunan kasus virus, bukan sebagai tanda-tanda kesimpulan kaku yang "hitam-putih" atas keadaan pandemi, tetapi ia tetap penting yang bisa dijangkau, menjadi acuan menghadapi pandemi.
Data angka-angka yang menunjukkan kasus penularan itu menyimpan segala macam cerita dan catatan manusia dalam menjalani kehidupan sulit di tengah pandemi. Agaknya tak ada cara mudah menjalani hidup di tengah penularan virus, kecuali mencermati perkembangan kasus melalui data resmi, tekun berikhtiar, taat prokes, dan segera divaksin.
Peningkatan kasus mungkin harus menjadi jalan setiap orang mengoreksi diri atas cara hidup di tengah pandemi, sedangkan penurunan kasus hendaknya tidak menjadikan setiap orang gampang menganggap virus tak akan lagi mempan atau bahkan pandemi segera berakhir.
Para ahli mengemukakan bahwa virus tidak bisa mati, tetapi akan terus ada di tengah kehidupan manusia, termasuk dengan cara bermutasi menjadi varian baru yang tetap ancaman serius kesakitan serta kematian.
Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berjilid-jilid dengan model pelevelan di setiap daerah hingga saat ini. Saat ini, kecenderungan di sebagian besar daerah di Jateng, terjadi penurunan kasus penularan virus yang kemudian disertai kebijakan pelonggaran secara bertahap terhadap aktivitas masyarakat.
Dengan pelonggaran tersebut bukan berarti ke depan tidak berpeluang terjadi pengetatan lagi jika muncul lonjakan kasus.
Memang menjadi kabar baik dan melegakan kalau saat ini situasi pandemi mengalami penurunan. Namun setiap orang mesti tidak menganggap telah baik-baik saja keadaannya.
Pandemi masih nyata terjadi hingga saat ini, situasi belum baik-baik saja. Waspada risiko penularan virus tetap harus diletakkan.
Baca juga: Perlu penelitian untuk temukan strategi mengakhiri ketidakpastian akibat pandemi
Baca juga: Hukum wajib "manjing ing kahanan"