Semarang (ANTARA) - BKKBN memastikan akan ada pendampingan keluarga yang mempunyai bayi di bawah usia lima tahun (balita) maupun bayi di bawah usia dua tahun (baduta), pendampingan kepada ibu hamil, hingga pendampingan kepada remaja sebagai salah satu upaya untuk menekan terjadinya stunting.
Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Lalu Makripuddin pada acara Forum Koordinasi Jurnalis dan Penyerahan Penghargaan Pemberitaan Terbanyak Program Bangga Kencana Tahun 2021 yang berlangsung secara virtual, Rabu.
"Ini (pendampingan, red.) merupakan pekerjaan rutin, sehingga tidak perlu menjadi beban," kata Lalu Makripuddin.
Amanat Presiden kepada BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Percepatan dan Penurunan Stunting di Indonesia, lanjut Lalu Makripuddin, memang merupakan tugas tambahan dan justru sebagai bukti baiknya kinerja BKKBN, sehingga bukan memberatkan.
"Tambahan penurunan stunting tersebut sangat terkait erat dengan tugas BKKBN selama ini seperti pendewasaan usia perkawinan. Karena jika belum siap dan saat hamil dalam kondisi anemia, maka potensi anak yang dilahirkan stunting. Tetapi jika remaja putri dan laki-laki sehat, Insyaallah stunting dapat dicegah," katanya.
Baca juga: Harganas 2021, BKKBN bertekad wujudkan keluarga berkualitas
Lalu Makripuddin menegaskan untuk pencegahan stunting yang perlu digaris bawahi yakni saat hamil kondisi ibu dan janin sehat, saat lahir tidak stunting, dan 2 tahun pertama tidak stunting dengan cara mendapatkan perawatan, pola asuh yang baik, serta orang tuanya menggunakan alat kontrasepsi untuk menjaga jarak kehamilan berikutnya.
"Akan ada kunjungan posyandu virtual pada 26 Juni 2021 termasuk untuk memastikan apakah seluruh balita yang ada sudah terukur atau belum," kata Lalu Makripuddin.
Data balita (diperkirakan ada 23 juta balita) tersebut, tambahnya, diharapkan juga bisa menjadi data dasar dalam penanganan stunting dan pendataan sudah berlangsung sejak 1 sampai dengan 29 Juni 2021.
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Balita/baduta yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.
Baca juga: Tangani stunting, BKKBN segera lakukan Pendataan Keluarga
Stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan, karena pengalaman dan bukti internasional menunjukkan stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11 persen GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20 persen.
Stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga mengurangi 10 persen dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antargenerasi.
Pencegahan stunting perlu dititikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi yang langsung maupun tidak langsung seperti penyebab langsung kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi.
Sementara penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan (akses pangan bergizi), lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan, pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi).
Baca juga: BKKBN mulai sosialisasikan rencana pendataan keluarga dan penurunan stunting
Baca juga: BKKBN Jateng sinergikan Bangga Kencana melalui Rakorda
Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Lalu Makripuddin pada acara Forum Koordinasi Jurnalis dan Penyerahan Penghargaan Pemberitaan Terbanyak Program Bangga Kencana Tahun 2021 yang berlangsung secara virtual, Rabu.
"Ini (pendampingan, red.) merupakan pekerjaan rutin, sehingga tidak perlu menjadi beban," kata Lalu Makripuddin.
Amanat Presiden kepada BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Percepatan dan Penurunan Stunting di Indonesia, lanjut Lalu Makripuddin, memang merupakan tugas tambahan dan justru sebagai bukti baiknya kinerja BKKBN, sehingga bukan memberatkan.
"Tambahan penurunan stunting tersebut sangat terkait erat dengan tugas BKKBN selama ini seperti pendewasaan usia perkawinan. Karena jika belum siap dan saat hamil dalam kondisi anemia, maka potensi anak yang dilahirkan stunting. Tetapi jika remaja putri dan laki-laki sehat, Insyaallah stunting dapat dicegah," katanya.
Baca juga: Harganas 2021, BKKBN bertekad wujudkan keluarga berkualitas
Lalu Makripuddin menegaskan untuk pencegahan stunting yang perlu digaris bawahi yakni saat hamil kondisi ibu dan janin sehat, saat lahir tidak stunting, dan 2 tahun pertama tidak stunting dengan cara mendapatkan perawatan, pola asuh yang baik, serta orang tuanya menggunakan alat kontrasepsi untuk menjaga jarak kehamilan berikutnya.
"Akan ada kunjungan posyandu virtual pada 26 Juni 2021 termasuk untuk memastikan apakah seluruh balita yang ada sudah terukur atau belum," kata Lalu Makripuddin.
Data balita (diperkirakan ada 23 juta balita) tersebut, tambahnya, diharapkan juga bisa menjadi data dasar dalam penanganan stunting dan pendataan sudah berlangsung sejak 1 sampai dengan 29 Juni 2021.
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Balita/baduta yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.
Baca juga: Tangani stunting, BKKBN segera lakukan Pendataan Keluarga
Stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan, karena pengalaman dan bukti internasional menunjukkan stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11 persen GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20 persen.
Stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga mengurangi 10 persen dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antargenerasi.
Pencegahan stunting perlu dititikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi yang langsung maupun tidak langsung seperti penyebab langsung kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi.
Sementara penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan (akses pangan bergizi), lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan, pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi).
Baca juga: BKKBN mulai sosialisasikan rencana pendataan keluarga dan penurunan stunting
Baca juga: BKKBN Jateng sinergikan Bangga Kencana melalui Rakorda