Semarang (ANTARA) - Pakar hukum dari Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Megawati menyebutkan hanya korban pencemaran nama baik di media sosial yang bisa melaporkan ke kepolisian karena tindak pidana ini merupakan delik aduan.
"Jadi, pencemaran nama baik tidak bisa dilaporkan oleh orang lain, kecuali pihak yang dirugikan, dalam hal ini korban," kata Dekan Fakultas Hukum Unbor Jakarta Dr Hj Megawati SH MM melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Selasa pagi.
Dengan demikian, pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016, misalnya terkait dengan Pasal 27 Ayat (3), hanya korban yang bisa melapor ke kepolisian.
Baca juga: Wamenkumham: Pasal 154 dan 155 sudah dicabut tapi masih ada di UU ITE
Pasal 27 Ayat (3) menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Namun, jika melanggar UU ITE Pasal 28 Ayat (2), orang lain bisa melaporkannya ke polisi karena pelanggaran terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan delik umum atau bukan delik khusus.
Megawati lantas mencontohkan kasus SARA terkait dengan penghinaan terhadap agama tertentu yang terang-terangan dilakukan di muka umum, maka sebagai umat yang mengetahui atau berada di situ dapat melaporkan atas perbuatan SARA ke polisi.
Disebutkan dalam Pasal 28 Ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.
"Apakah mereka yang mengetahui perbuatan pidana tetapi tidak segera melapor ke polisi bisa terkena sanksi pidana?" tanya ANTARA, kemudian Megawati menjelaskan bahwa delik umum tidak ada sanksi hukumannya.
Ia mencontohkan kasus pembunuhan. Ketika ada peristiwa pidana ini, yang aktif adalah penegak hukumnya, sementara masyarakat yang melapor terkait dengan pembunuhan itu hanya membantu.
"Akan tetapi, kalau delik aduan, yang aktif adalah korban," kata Megawati.
Baca juga: Wamenkumham tegaskan tiga pasal UU ITE multitafsir
Baca juga: Menyandingkan Undang-Undang ITE dan KUHP
"Jadi, pencemaran nama baik tidak bisa dilaporkan oleh orang lain, kecuali pihak yang dirugikan, dalam hal ini korban," kata Dekan Fakultas Hukum Unbor Jakarta Dr Hj Megawati SH MM melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Selasa pagi.
Dengan demikian, pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016, misalnya terkait dengan Pasal 27 Ayat (3), hanya korban yang bisa melapor ke kepolisian.
Baca juga: Wamenkumham: Pasal 154 dan 155 sudah dicabut tapi masih ada di UU ITE
Pasal 27 Ayat (3) menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Namun, jika melanggar UU ITE Pasal 28 Ayat (2), orang lain bisa melaporkannya ke polisi karena pelanggaran terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan delik umum atau bukan delik khusus.
Megawati lantas mencontohkan kasus SARA terkait dengan penghinaan terhadap agama tertentu yang terang-terangan dilakukan di muka umum, maka sebagai umat yang mengetahui atau berada di situ dapat melaporkan atas perbuatan SARA ke polisi.
Disebutkan dalam Pasal 28 Ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.
"Apakah mereka yang mengetahui perbuatan pidana tetapi tidak segera melapor ke polisi bisa terkena sanksi pidana?" tanya ANTARA, kemudian Megawati menjelaskan bahwa delik umum tidak ada sanksi hukumannya.
Ia mencontohkan kasus pembunuhan. Ketika ada peristiwa pidana ini, yang aktif adalah penegak hukumnya, sementara masyarakat yang melapor terkait dengan pembunuhan itu hanya membantu.
"Akan tetapi, kalau delik aduan, yang aktif adalah korban," kata Megawati.
Baca juga: Wamenkumham tegaskan tiga pasal UU ITE multitafsir
Baca juga: Menyandingkan Undang-Undang ITE dan KUHP