Semarang (ANTARA) - Hakim Pengadilan Niaga Semarang yang mengadili salah satu perkara permohonan pailit terhadap seorang pengusaha di ibu kota Jawa Tengah tersebut, dilaporkan ke Badan Pengawas Hakim Mahkamah Agung (MA) atas dugaan pelanggaran kode etik.
Dodi Ariadi, kuasa hukum Budi Hartono, termohon pailit yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, di Semarang, Selasa, mengatakan, laporan ini berkaitan dengan putusan perkara Nomor: 32/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga Smg yang dinilai tidak logis dan penuh kejanggalan.
Tiga hakim yang dilaporkan masing-masing Bakri sebagai hakim ketua dalam perkara itu, serta Asep Permana dan Eko Budi Supriyanto sebagai hakim anggota.
"Putusan yang dijatuhkan memperlihatkan adanya sarat kepentingan," katanya.
Padahal, menurut dia, majelis hakim yang menangani perkara itu, juga menangani permohonan dengan objek dan subjek gugatan yang sama tentang PKPU.
"Pada dua gugatan sebelumnya, hakim menolak permohonan PKPU. Tetapi perkara nomor 32 hakim mengabulkan gugatan pailit terhadap termohon," katanya pula.
Seharusnya, kata dia, hakim menjadikan putusan dua gugatan sebelumnya yang sudah diputus sebagai pertimbangan.
"Kami mengharapkan peradilan yang bersih dan adil, jauh dari kepentingan tertentu," katanya lagi.
Gugatan pailit terhadap Budi Hartono tersebut bermula dari utang piutang sebesar Rp8,9 miliar oleh anaknya.
Budi yang merupakan penjamin dalam utang piutang tersebut telah melunasi utang dengan menggunakan tiga sertifikat tanah.
Terpisah, juru bicara PN Semarang Eko Budi Supriyanto belum mengetahui tentang adanya laporan tersebut.
Menurut dia, merupakan hal biasa jika ada pihak yang berperkara tidak puas dengan putusan hakim.
Ia mempersilakan pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut melakukan upaya hukum lanjutan.
Dodi Ariadi, kuasa hukum Budi Hartono, termohon pailit yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, di Semarang, Selasa, mengatakan, laporan ini berkaitan dengan putusan perkara Nomor: 32/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga Smg yang dinilai tidak logis dan penuh kejanggalan.
Tiga hakim yang dilaporkan masing-masing Bakri sebagai hakim ketua dalam perkara itu, serta Asep Permana dan Eko Budi Supriyanto sebagai hakim anggota.
"Putusan yang dijatuhkan memperlihatkan adanya sarat kepentingan," katanya.
Padahal, menurut dia, majelis hakim yang menangani perkara itu, juga menangani permohonan dengan objek dan subjek gugatan yang sama tentang PKPU.
"Pada dua gugatan sebelumnya, hakim menolak permohonan PKPU. Tetapi perkara nomor 32 hakim mengabulkan gugatan pailit terhadap termohon," katanya pula.
Seharusnya, kata dia, hakim menjadikan putusan dua gugatan sebelumnya yang sudah diputus sebagai pertimbangan.
"Kami mengharapkan peradilan yang bersih dan adil, jauh dari kepentingan tertentu," katanya lagi.
Gugatan pailit terhadap Budi Hartono tersebut bermula dari utang piutang sebesar Rp8,9 miliar oleh anaknya.
Budi yang merupakan penjamin dalam utang piutang tersebut telah melunasi utang dengan menggunakan tiga sertifikat tanah.
Terpisah, juru bicara PN Semarang Eko Budi Supriyanto belum mengetahui tentang adanya laporan tersebut.
Menurut dia, merupakan hal biasa jika ada pihak yang berperkara tidak puas dengan putusan hakim.
Ia mempersilakan pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut melakukan upaya hukum lanjutan.