Lebak (ANTARA) - Hingga kini kasus positif COVID-19 di kalangan masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, masih nol sejak pemerintah menetapkan wabah corona sebagai bencana nasional pada 13 April 2020.
"Selama sembilan bulan terakhir ini warga Baduy nol kasus COVID-19," kata Petugas Medis Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cisimeut, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Iton Rustandi di Lebak, Minggu.
Masyarakat Baduy lebih ketat dalam menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) guna mencegah penularan virus corona. Bahkan, tetua adat setempat mengimbau masyarakat Baduy tidak ke luar daerah, terutama daerah zona merah penyebaran COVID-19.
Selama ini, kata dia, aktivitas masyarakat Baduy lebih banyak di rumah dan ladang untuk mengembangkan pertanian.
"Kami juga mengoptimalkan edukasi tentang bahaya COVID-19 agar mereka mengetahui penyebaran penyakit yang mematikan itu," katanya.
Menurut dia, puskesmas setempat terus berupaya mengendalikan pandemi COVID-19 dengan membagikan ribuan masker di permukiman warga dan melakukan penyemprotan disinfektan. Selain itu, juga menyiapkan wastafel di sepanjang jalan memasuki pemukiman Baduy.
Saat ini, kata dia, pihaknya melayani enam desa di wilayah kerjanya, di antaranya Desa Kanekes, Bojongmenteng, Nayagati dan Cisimeut Raya.
Jumlah kasus COVID-19 di wilayah kerjanya itu tercatat tiga orang positif COVID-19, dua di antaranya meninggal dunia.
"Pasien COVID-19 yang meninggal itu warga luar Baduy dan diduga tertular di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung karena mereka kerap berobat," katanya.
Tetua Adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan masyarakat suku Baduy dilarang ke luar daerah, seperti Jakarta, Tangerang, dan Bogor karena daerah itu zona merah penularan COVID-19.
Begitu juga warga Baduy yang merantau diminta untuk pulang dan sebelum masuk permukiman adat terlebih dahulu menjalani pengecekan kesehatan di puskesmas setempat.
Masyarakat Baduy tinggal di Pegunungan Kendeng dengan luas 5.100 hektare tersebar di 65 perkampungan dan dihuni sekitar 11.600 jiwa. Tetua adat mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah yang menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 28 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kebijakan itu, kata dia, untuk perlindungan diri juga keluarga dan orang lain agar tidak terpapar virus corona.
Meski masyarakat Baduy menolak kehidupan modern, mereka menjadikan kesehatan prioritas sehingga pemerintah desa setempat memberlakukan pengetatan kunjungan wisata. Sebab, penularan COVID-19 sangat berbahaya.
"Kami menjamin pemukiman Baduy terbebas dari penyakit yang mematikan itu, kami juga melakukan penjagaan agar pengunjung yang hendak masuk ke tanah hak ulayat Baduy dilakukan pemeriksaan kesehatan," ujarnya.
Saat ini pemukiman masyarakat Baduy diperketat untuk pencegahan penularan COVID-19 dan semua pintu masuk ke kawasan tanah hak ulayat adat disediakan wastafel untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
Selain itu, aparat kepolisian dan TNI serta aparatur desa setempat melakukan penjagaan, tamu maupun wisatawan harus mematuhi aturan adat. Wisatawan juga wajib menjaga kebersihan dan dilarang membuang sampah sembarangan, terlebih sampah plastik.
Pengetatan ini, kata Jaro, untuk pencegahan sejak dini agar warga Baduy tidak tertular penyakit yang mematikan itu. Para wisatawan juga diwajibkan melengkapi surat keterangan rapid tes antigen. "Kami menolak wisatawan yang melanggar itu, ucapnya.
Sementara itu Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya melarang masyarakat setempat berkerumun, karena potensi penyebaran virus corona cukup besar.
Selama ini, kata bupati, kasus COVID-19 di Kabupaten Lebak cenderung meningkat dan hampir setiap hari terjadi penambahan. Oleh karena itu, ia meminta pada generasi mileneal, jangan berkerumun dan berkumpul karena bisa menjadikan klaster penularan COVID-19.
"Kami berharap dapat menjaga kualitas kesehatan dengan tidak berkumpul dan berkerumun," kata Iti yang juga Ketua Satgas COVID-19 Lebak.
Bupati mengimbau masyarakat tidak berpergian ke daerah zona merah COVID-19, karena bisa menularkan kepada diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang terdekat.
Kasus COVID-19 di Kabupaten Lebak yang terkonfirmasi positif hingga Jumat (22/1) tercatat 1.215 orang, 572 orang dinyatakan sembuh, 613 orang menjalani isolasi dan dirawat di RSUD Banten serta 30 orang dilaporkan meninggal dunia.
"Kami yakin bertambahnya kasus corona itu di antaranya disebabkan kerumunan dan keramaian yang menjadikan klaster baru penularan COVD-19," kata Iti.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten telah menindak 574 pelanggar protokol kesehatan selama masa PSBB tahap satu dan keempat, dengan sebesar Rp28 juta.
Petugas pengawasan COVID-19 melibatkan Satpol PP, TNI dan Polri membubarkan tempat-tempat kerumunan, seperti Alun-Alun Rangkasbitung, Rancalintah dan kafe-kafe.
Selain itu, juga menggelar razia masker bagi pengendara roda dua dan roda empat di sejumlah titik di wilayah Rangkasbitung dan sekitarnya. Para pelanggar protokol kesehatan itu dikenakan denda Rp30 ribu/orang dan pelaku usaha Rp500 ribu/unit usaha.
"Semua uang denda penindakan protokol kesehatan itu diserahkan ke kas daerah," kata Kepala Seksi Ketertiban Umum dan Penegakan Peraturan Daerah Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lebak Asep Didi.
Sedangkan Satuan Tugas COVID-19 Kabupaten Lebak memaksimalkan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya penyebaran wabah COVID-19 kepada masyarakat agar mereka dapat mencegah penyakit yang mematikan itu.
Kegiatan sosialisasi itu disampaikan melalui petugas medis di Puskesmas, termasuk masyarakat Baduy agar mampu mengendalikan corona. "Kami selalu mengingatkan masyarakat agar dapat mengendalikan COVID-19 dengan protokol kesehatan dan gerakan 3M ," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Lebak dr Firman Rahmatullah.
"Selama sembilan bulan terakhir ini warga Baduy nol kasus COVID-19," kata Petugas Medis Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cisimeut, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Iton Rustandi di Lebak, Minggu.
Masyarakat Baduy lebih ketat dalam menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) guna mencegah penularan virus corona. Bahkan, tetua adat setempat mengimbau masyarakat Baduy tidak ke luar daerah, terutama daerah zona merah penyebaran COVID-19.
Selama ini, kata dia, aktivitas masyarakat Baduy lebih banyak di rumah dan ladang untuk mengembangkan pertanian.
"Kami juga mengoptimalkan edukasi tentang bahaya COVID-19 agar mereka mengetahui penyebaran penyakit yang mematikan itu," katanya.
Menurut dia, puskesmas setempat terus berupaya mengendalikan pandemi COVID-19 dengan membagikan ribuan masker di permukiman warga dan melakukan penyemprotan disinfektan. Selain itu, juga menyiapkan wastafel di sepanjang jalan memasuki pemukiman Baduy.
Saat ini, kata dia, pihaknya melayani enam desa di wilayah kerjanya, di antaranya Desa Kanekes, Bojongmenteng, Nayagati dan Cisimeut Raya.
Jumlah kasus COVID-19 di wilayah kerjanya itu tercatat tiga orang positif COVID-19, dua di antaranya meninggal dunia.
"Pasien COVID-19 yang meninggal itu warga luar Baduy dan diduga tertular di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung karena mereka kerap berobat," katanya.
Tetua Adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan masyarakat suku Baduy dilarang ke luar daerah, seperti Jakarta, Tangerang, dan Bogor karena daerah itu zona merah penularan COVID-19.
Begitu juga warga Baduy yang merantau diminta untuk pulang dan sebelum masuk permukiman adat terlebih dahulu menjalani pengecekan kesehatan di puskesmas setempat.
Masyarakat Baduy tinggal di Pegunungan Kendeng dengan luas 5.100 hektare tersebar di 65 perkampungan dan dihuni sekitar 11.600 jiwa. Tetua adat mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah yang menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 28 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kebijakan itu, kata dia, untuk perlindungan diri juga keluarga dan orang lain agar tidak terpapar virus corona.
Meski masyarakat Baduy menolak kehidupan modern, mereka menjadikan kesehatan prioritas sehingga pemerintah desa setempat memberlakukan pengetatan kunjungan wisata. Sebab, penularan COVID-19 sangat berbahaya.
"Kami menjamin pemukiman Baduy terbebas dari penyakit yang mematikan itu, kami juga melakukan penjagaan agar pengunjung yang hendak masuk ke tanah hak ulayat Baduy dilakukan pemeriksaan kesehatan," ujarnya.
Saat ini pemukiman masyarakat Baduy diperketat untuk pencegahan penularan COVID-19 dan semua pintu masuk ke kawasan tanah hak ulayat adat disediakan wastafel untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
Selain itu, aparat kepolisian dan TNI serta aparatur desa setempat melakukan penjagaan, tamu maupun wisatawan harus mematuhi aturan adat. Wisatawan juga wajib menjaga kebersihan dan dilarang membuang sampah sembarangan, terlebih sampah plastik.
Pengetatan ini, kata Jaro, untuk pencegahan sejak dini agar warga Baduy tidak tertular penyakit yang mematikan itu. Para wisatawan juga diwajibkan melengkapi surat keterangan rapid tes antigen. "Kami menolak wisatawan yang melanggar itu, ucapnya.
Sementara itu Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya melarang masyarakat setempat berkerumun, karena potensi penyebaran virus corona cukup besar.
Selama ini, kata bupati, kasus COVID-19 di Kabupaten Lebak cenderung meningkat dan hampir setiap hari terjadi penambahan. Oleh karena itu, ia meminta pada generasi mileneal, jangan berkerumun dan berkumpul karena bisa menjadikan klaster penularan COVID-19.
"Kami berharap dapat menjaga kualitas kesehatan dengan tidak berkumpul dan berkerumun," kata Iti yang juga Ketua Satgas COVID-19 Lebak.
Bupati mengimbau masyarakat tidak berpergian ke daerah zona merah COVID-19, karena bisa menularkan kepada diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang terdekat.
Kasus COVID-19 di Kabupaten Lebak yang terkonfirmasi positif hingga Jumat (22/1) tercatat 1.215 orang, 572 orang dinyatakan sembuh, 613 orang menjalani isolasi dan dirawat di RSUD Banten serta 30 orang dilaporkan meninggal dunia.
"Kami yakin bertambahnya kasus corona itu di antaranya disebabkan kerumunan dan keramaian yang menjadikan klaster baru penularan COVD-19," kata Iti.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten telah menindak 574 pelanggar protokol kesehatan selama masa PSBB tahap satu dan keempat, dengan sebesar Rp28 juta.
Petugas pengawasan COVID-19 melibatkan Satpol PP, TNI dan Polri membubarkan tempat-tempat kerumunan, seperti Alun-Alun Rangkasbitung, Rancalintah dan kafe-kafe.
Selain itu, juga menggelar razia masker bagi pengendara roda dua dan roda empat di sejumlah titik di wilayah Rangkasbitung dan sekitarnya. Para pelanggar protokol kesehatan itu dikenakan denda Rp30 ribu/orang dan pelaku usaha Rp500 ribu/unit usaha.
"Semua uang denda penindakan protokol kesehatan itu diserahkan ke kas daerah," kata Kepala Seksi Ketertiban Umum dan Penegakan Peraturan Daerah Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lebak Asep Didi.
Sedangkan Satuan Tugas COVID-19 Kabupaten Lebak memaksimalkan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya penyebaran wabah COVID-19 kepada masyarakat agar mereka dapat mencegah penyakit yang mematikan itu.
Kegiatan sosialisasi itu disampaikan melalui petugas medis di Puskesmas, termasuk masyarakat Baduy agar mampu mengendalikan corona. "Kami selalu mengingatkan masyarakat agar dapat mengendalikan COVID-19 dengan protokol kesehatan dan gerakan 3M ," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Lebak dr Firman Rahmatullah.