Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mendorong semua desa di Kudus untuk menyertifikatkan tanah kas desa melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) demi menghindari sengketa kepemilikan dengan warga.

"Kami memperkirakan masih banyak tanah kas desa yang masih dalam bentuk letter C dan belum diurus sertifikatnya. Agar aman dan tidak menimbulkan sengketa, sebaiknya segera diikutkan dalam program PTSL sehingga jelas kepemilikannya," kata Asisten I Setda Kudus Agus Budi Satriyo di Kudus, Rabu.

Sebelumnya, kata dia, pemkab sudah mendorong pemerintah desa mengurus hal itu sehingga saat ini sudah ada desa yang memanfaatkan program PTSL untuk kepentingan sertifikasi tanah kas desa.

Terkait dengan permasalahan tanah desa di Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, kata dia, sudah ada musyawarah desa dengan dihadiri pemerintah desa beserta BPD setempat yang difasilitasi Pemkab Kudus di aula Kecamatan Undaan pada Selasa (19/1).

Dalam pertemuan tersebut, persoalan tanah desa yang digugat pemerintah desa setempat karena sebelumnya dikuasai warga memang sudah benar luasannya mencapai 10.800 meter persegi sesuai amar putusan pengadilan hingga tingkat kasasi.

Penggunaan anggaran yang disebutkan mencapai ratusan juta untuk mengajukan gugatan atas tanah kas desa tersebut, kata dia, tentunya sudah ada evaluasi dari pihak kecamatan, termasuk dalam laporan pertanggungjawabannya.

Setelah ada eksekusi atas tanah seluas 10.800 meter persegi, setelah menang gugatan pembatalan kepemilikan tanah di PTUN, maka pihak desa diminta segera mengumumkan kepada masyarakat. Nantinya tentu bisa dilelangkan untuk disewakan kepada masyarakat setempat.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Larikrejo Tukul Kustono mengungkapkan pihaknya memang mempertanyakan dalam pengajuan gugatan awal di PTUN luas lahannya seluas 3.788 meter persegi, namun dalam putusannya justru mencapai 10.800 meter persegi.

"Jika benar lahan yang digugat oleh pemerintah desa seluas 10.800 meter persegi, harus ditunjukkan kepada warga biar nantinya bisa dimanfaatkan untuk pertanian melalui sewa," ujarnya.

Transparansi soal luasan lahan yang digugat karena sebelumnya digunakan masyarakat, kata dia, menyangkut pula soal penggunaan anggaran yang mencapai Rp300 jutaan lebih.

Ia mengakui sempat melaporkan soal transparansi dari pemerintah desa setempat ke Ombudsman serta Pemprov Jateng.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024