Kudus (ANTARA) -
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus, Jawa Tengah, mencatat ada satu produsen rokok di Kudus yang mengajukan penurunan golongan dari golongan I menjadi golongan II karena beberapa alasan.
 
"PR Rokok yang mengajukan penurunan golongan tersebut, yakni PT Nojorono Tobacco International yang sebelumnya memproduksi rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) untuk golongan I, kini per awal 2021 sudah turun menjadi golongan II menyusul produksi rokoknya selama setahun belum mencapai target," kata Kepala KPPBC Tipe Madya Kudus Gatot Sugeng Wibowo di Kudus, Selasa.
 
Ia mengungkapkan perubahan golongan tersebut diajukan pada Desember 2020, sedangkan statusnya menjadi golongan II dengan batasan produksi rokok antara 500 juta batang hingga 3 miliar batang per tahunnya mulai tahun ini.

Baca juga: Pengusaha apresiasi ketegasan Bea Cukai berantas rokok ilegal
 
Dalam pengajuannya, kata dia, juga dibarengi dengan alasan, terutama karena hasil evaluasinya selama setahun produksi rokoknya tidak sampai melebihi 3 miliar batang sehingga belum memenuhi golongan I yang produksinya setiap tahun lebih dari 3 miliar batang.
 
Bea Cukai juga melakukan evaluasi produksi rokok setiap tahunnya berapa batang.
 
"Sebetulnya masih bisa bertahan di golongan I, tetapi perusahaan rugi karena cukainya maupun pajaknya lebih mahal dibandingkan golongan II," ujarnya.
 
Terkait apakah ada keterkaitannya dengan pandemi COVID-19, kata dia, dimungkinkan demikian karena golongan I banyak yang turun produksinya, terutama SKM. Sementara rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) masih bertahan dan ada kecendrungan naik karena daya beli masyarakat dari rokok premium menjadi yang menengah.
 
Beberapa pabrik rokok di Kudus mengakui adanya dampak masa pandemi terhadap produksi maupun permintaan rokok di pasaran. Terlebih, saat ini ada ketentuan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang mengatur jumlah pegawai yang masuk kerja maksimal 25 persen.
 
Sebelumnya Secondary Manufacturing Manager PT Nojorono Tobacco International Dedy Ariyanto mengakui adanya pemberlakuan PPKM memang berdampak pada produksi rokok. Biasanya setiap tempat produksi bisa memproduksi 9.000 bal rokok jenis SKT setiap pekan, namun turun hanya sekitar 3.000 bal per pekannya.
 
Penurunan produksi juga disebabkan karena adanya pembatasan pekerja. Biasanya tempat produksi yang bisa menampung 300 pekerja kini hanya diisi 75 orang.
 
Hal senada juga disampaikan Senior Manager Public Affairs PT Djarum Kudus Purwono Nugroho mengakui pandemi COVID-19 memang memberikan dampak terhadap produksi. Penerapan aturan soal jumlah pegawai yang boleh masuk kerja untuk jangka waktu yang diterapkan saat ini masih bisa dicarikan solusi agar tidak berpengaruh.
 
"Hanya saja, jika kondisi tersebut berlanjut lebih lama tentunya bisa berdampak lebih berat lagi," ujarnya.
 
Dalam rangka memaksimalkan jumlah pekerja agar tetap bisa produksi, maka pabrik rokok terbesar di Kudus itu memanfaatkan gudang-gudang yang ada untuk perluasan tempat produksi agar bisa memenuhi aturan 25 persen pegawai yang masuk kerja.

Baca juga: Bea Cukai Jateng-DIY gagalkan pengiriman 2,3 juta rokok ilegal
Baca juga: KPPBC Kudus instruksikan petugas perketat penerapan prokes

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024