Solo (ANTARA) - Tim Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) Kota Solo menyiapkan antisipasi kemungkinan efek samping vaksin COVID-19 yang pelaksanaannya mulai dilakukan Kamis (14/1).
"Sebetulnya KIPI ini umum didapatkan pada semua vaksin. Vaksin apapun bisa menimbulkan efek samping namun mayoritas efek minimal. Ini kan jenis vaksin mati, efek sampingnya tidak seberat vaksin hidup," kata Ketua Tim KIPI Dinas Kesehatan Kota Surakarta Agus Joko Susanto di Solo, Rabu.
Ia mengatakan biasanya reaksi yang muncul bersifat lokal, seperti rasa nyeri, kemerahan, dan pegal-pegal. Menurut dia, efek samping tersebut bisa hilang dalam kurun waktu 1-2 hari ke depan.
Mengenai observasi, dikatakannya, akan dilakukan selama 30 menit usai pemberian vaksin. Pada proses pemberian vaksin, dikatakannya, ada empat meja yang disiapkan yaitu di meja pertama untuk mengetahui apakah orang tersebut masuk pada daftar.
Selanjutnya, di meja kedua adalah proses skrining untuk memastikan apakah calon penerima termasuk kontraindikasi atau tidak. Ia mengatakan pada tahap ini juga untuk memastikan apakah calon penerima pernah terpapar COVID-19 atau belum.
"Kalau sudah pernah kena COVID-19 tidak dapat vaksin karena sudah punya antibodi sendiri. Sedangkan di meja 3 divaksin, kemudian beranjak ke meja 4 yaitu pendataan, baru kemudian ke observasi, adakah KIPI-nya," kata dokter spesialis penyakit dalam yang berdinas di RSUD dr Moewardi tersebut.
Baca juga: Pemkot Semarang peroleh jatah 38.240 dosis vaksin COVID-19
Ia mengatakan jika sampai terjadi KIPI ringan cukup ke faskes terdekat, sedangkan jika ada reaksi berat langsung ke RSUD dr Moewardi.
"Kalau tidak ada apa-apa maka pulang, tetapi kalau ada apa-apa dan bisa mengancam nyawa maka langsung dipondokkan (dibawa ke RS)," katanya.
Sementara itu, ia meminta kepada seluruh masyarakat jika sudah menerima vaksin agar tetap menerapkan protokol kesehatan. Menurut dia, pemberian vaksin adalah salah satu upaya untuk mengeliminasi agar COVID-19 hilang.
"Kalau hanya vaksin 'nggak' bisa, protokol kesehatan tetap harus. Pakai masker, menghindari kerumunan, serta meningkatkan imunitas kita. Jangan hanya divaksin terus sudah," katanya.
Ia mengatakan penerapan protokol kesehatan dilakukan sampai ada pembuktian dari sisi epidemiologi terutama dari WHO bahwa COVID-19 sudah tidak mengancam.
"Seperti 100 tahun lalu ada flu melanda Eropa, jutaan orang meninggal. Butuh 2-3 tahun baru bisa dieliminasi, perkiraan saya COVID-19 juga 2-3 tahun," katanya.
Baca juga: Usai divaksin, Jokowi bertemu Sri Mulyani dan Erick Thohir
Baca juga: Penyuntik vaksin ke Presiden Jokowi akui gemataran
"Sebetulnya KIPI ini umum didapatkan pada semua vaksin. Vaksin apapun bisa menimbulkan efek samping namun mayoritas efek minimal. Ini kan jenis vaksin mati, efek sampingnya tidak seberat vaksin hidup," kata Ketua Tim KIPI Dinas Kesehatan Kota Surakarta Agus Joko Susanto di Solo, Rabu.
Ia mengatakan biasanya reaksi yang muncul bersifat lokal, seperti rasa nyeri, kemerahan, dan pegal-pegal. Menurut dia, efek samping tersebut bisa hilang dalam kurun waktu 1-2 hari ke depan.
Mengenai observasi, dikatakannya, akan dilakukan selama 30 menit usai pemberian vaksin. Pada proses pemberian vaksin, dikatakannya, ada empat meja yang disiapkan yaitu di meja pertama untuk mengetahui apakah orang tersebut masuk pada daftar.
Selanjutnya, di meja kedua adalah proses skrining untuk memastikan apakah calon penerima termasuk kontraindikasi atau tidak. Ia mengatakan pada tahap ini juga untuk memastikan apakah calon penerima pernah terpapar COVID-19 atau belum.
"Kalau sudah pernah kena COVID-19 tidak dapat vaksin karena sudah punya antibodi sendiri. Sedangkan di meja 3 divaksin, kemudian beranjak ke meja 4 yaitu pendataan, baru kemudian ke observasi, adakah KIPI-nya," kata dokter spesialis penyakit dalam yang berdinas di RSUD dr Moewardi tersebut.
Baca juga: Pemkot Semarang peroleh jatah 38.240 dosis vaksin COVID-19
Ia mengatakan jika sampai terjadi KIPI ringan cukup ke faskes terdekat, sedangkan jika ada reaksi berat langsung ke RSUD dr Moewardi.
"Kalau tidak ada apa-apa maka pulang, tetapi kalau ada apa-apa dan bisa mengancam nyawa maka langsung dipondokkan (dibawa ke RS)," katanya.
Sementara itu, ia meminta kepada seluruh masyarakat jika sudah menerima vaksin agar tetap menerapkan protokol kesehatan. Menurut dia, pemberian vaksin adalah salah satu upaya untuk mengeliminasi agar COVID-19 hilang.
"Kalau hanya vaksin 'nggak' bisa, protokol kesehatan tetap harus. Pakai masker, menghindari kerumunan, serta meningkatkan imunitas kita. Jangan hanya divaksin terus sudah," katanya.
Ia mengatakan penerapan protokol kesehatan dilakukan sampai ada pembuktian dari sisi epidemiologi terutama dari WHO bahwa COVID-19 sudah tidak mengancam.
"Seperti 100 tahun lalu ada flu melanda Eropa, jutaan orang meninggal. Butuh 2-3 tahun baru bisa dieliminasi, perkiraan saya COVID-19 juga 2-3 tahun," katanya.
Baca juga: Usai divaksin, Jokowi bertemu Sri Mulyani dan Erick Thohir
Baca juga: Penyuntik vaksin ke Presiden Jokowi akui gemataran