Boyolali (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali  menyatakan saat ini wilayah tersebut berada pada zona orange terkait kasus penyebaran COVID-19 setelah sebelumnya berada pada zona merah.

"Boyolali kasus COVID-19 setelah selama 10 hari masuk zona risiko tinggi atau zona merah kini sudah turun menjadi zona sedang atau orange, sejak tanggal 20 November 2020 hingga sekarang," kata Kepala Dinkes Kabupaten Boyolali Ratri S Survivalina, di sela menghadiri acara workshop Pelayanan Kesehatan Tradisional Impiris di Hotel Ataya Boyolali, Selasa.

Ratri S Survivalina mengatakan yang mempengaruhi Boyolali menjadi turun zona orange antara lain meningkatnya angka kesembuhan COVID-19 cukup tinggi.

Sedangkan, Boyolali menjadi zona merah karena kasus warga yang meninggal dunia dampak COVID-19 cukup tinggi ditambah kasus terkonfirmasi juga cukup banyak.

"Turunnya zona di Boyolali, karena kasus kesembuhan warga yang terkonfirmasi COVID-19 juga lebih cepat dan banyak," kata Ratri.

Ratri mengatakan total kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Boyolali saat ini, bertambah 22 kasus, sehingga secara akumulasi sebanyak 1.869 kasus, dengan rincian pasien masih dirawat di rumah sakit 200 kasus, isolasi mandiri 379 kasus, jumlah yang dinyatakan sembuh 1.227 kasus, dan meninggal dunia 63 kasus.

Penambahan kasus COVID-19 di Boyolali tersebut, jumlah klaster ada 24 kasus yang masih aktif. Klaster itu, tersebar di 11 kecamatan, dimana klaster terbanyak didominasi dari klaster keluarga dan tempat kerja. Klater lainnya ada piknik, pengajian, besuk orang sakit, dan les mengaji.

"Skor nilai zona COVID-19 di Kabupaten Boyolali 1,84 sehingga masuk resiko sedang atau orange," kata Ratri.

Dia mengatakan kesembuhan warga terkonfirmasi COVID-19 tersebut tergantung dari masyarakat bagaimana menerapkan perilaku gerakan masyarakat (Germas).

Dengan perilaku Germas akan meningkatkan daya tahan tubuh dan sistem imunnya berkembang sehingga virus corona tidak lama-lama bertahan di tubuh manusia. Karena segera dieliminir oleh tubuh sendiri.

Kendati demikian, ujar Ratri, yang perlu diperhatikan oleh masyarakat karena yang banyak klaster keluarga dan tempat kerja. Pihaknya mohon agar protokol kesehatan di rumah atau di tempat kerja lebih diperhatikan lagi.

Selain itu, pihaknya meminta masyarakat agar proaktif tes usap secara mandiri. Jadi bukan hanya tes proses tracing karena kontak erat. Karena, ada beberapa kasus muncul berkat kesadaran masyarakat untuk melakukan testing (tes usap) secara mandiri.

Masyarakat ada yang merasakan gejala ke arah COVID-19, kemudian proaktif melakukan tes usap ternyata akhirnya positif, dan ditemukan kontak eratnya kemudian bisa dilakukan karantina untuk memutus penularan mata rantai penyebaran COVID-19. 
 

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024