Wonosobo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, meminta semua elemen terlibat dalam menangani kasus kekerdilan pada anak secara kolaboratif.

Sekda Kabupaten Wonosobo One Andang Wardoyo di Wonosobo, Kamis, mengatakan persentase kekerdilan di Kabupaten Wonosobo tertinggi di Jateng, yaitu mencapai 27,17 persen, jauh di atas kekerdilan provinsi pada angka 14,9 persen.

"Perangkat daerah terkait seperti Kementerian Agama, Dinas PPKBP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial PMD, Dinas Pendidikan, Dinas Kominfo, bahkan sampai Dinas Arpusda saya minta agar berupaya lebih serius untuk menangani kasus 'stunting' (kekerdilan) ini," katanya.

Andang saat meyampaikan materi dalam Rakor Pengelola Bina Keluarga Balita dengan Pokja Advokasi Daerah menuturkan tanpa adanya kolaborasi sinergis akan sangat sulit untuk bisa mencegahnya.

Penanganan kolaboratif tersebut, bisa dimulai dari masa calon pengantin ketika akan melaksanakan pernikahan. Mereka mesti dibekali dengan pemahaman terkait kesehatan ibu hamil, pengetahuan tentang gizi, hingga tumbuh kembang balita sebelum memasuki jenjang pernikahan.

"Faktor 'stunting' ini multidimensi, seperti adanya praktik pengasuhan yang tidak baik karena kuranganya pemahaman tentang kesehatan anak usia 0-6 bulan, sehingga masih ada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif atau bahkan anak hanya dititipkan pengasuhannya pada nenek atau malah tetangga," katanya.

Ia mengatakan peran para kader kesehatan mulai dari kabupaten hingga desa dinilai penting demi meningkatkan kesadaran para ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada anak mereka.

Ia mengatakan sesibuk apa pun seorang ibu, pemberian ASI eksklusif harus tetap dilakukan, mengingat peran ASI tidak bisa digantikan dengan susu formula.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prayitno juga menyebut bahwa salah satu kunci dalam menekan angka kekerdilan adalah dengan ASI eksklusif.

"Beberapa tahun silam, bahkan saya pernah sampai diundang ke Istana Negara saat menjadi camat karena dinilai berhasil mendorong setiap keluarga agar menanam katuk yang dipercaya mampu meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui," katanya.

Oleh karena, dalam upaya mencegah penambahan kasus kekerdilan di Kabupaten Wonosobo, pihaknya juga mengaku akan menggandeng para pemangku kepentingan untuk menumbuhkan kembali kearfian lokal tersebut.

Ia menyebutkan hasil penimbangan serentak pada 2019 dan 2020, ada penambahan lokus desa kekerdilan dari 10 menjadi 13 desa.

"Sebanyak 13 desa yang menjadi lokus 'stunting', meliputi Pagerejo, Reco dan Candiyasan Kecamatan Kertek, Pulosaren dan Ropoh Kecamatan Kepil, Karangduwur Kecamatan Kalikajar, Tlogo dan Garung Lor Kecamatan Sukoharjo, Depok dan Dempel Kecamatan Kalibawang, Igirmranak dan Tambi Kecamatan Kejajar, dan Tlogojati Kecamatan Wonosobo," katanya.

Desa-desa tersebut menurut dia akan menjadi prioritas sasaran penanganan kasus kekerdilan sehingga Wonosobo benar-benar bisa bebas dari kasus itu secepatnya.
 

Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024