Purwokerto (ANTARA) - Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Siti Mukaromah menyatakan negara harus hadir untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari pembelajaran secara daring atau jarak jauh akibat pandemi COVID-19.
"Pemerintah harus melakukan gerak cepat, setidaknya membuat basis data," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Ia mengatakan pembuatan basis data tersebut sebenarnya bisa dilakukan karena pemerintah tidak hanya dalam artian kementerian yang ada di Jakarta saja, namun juga dinas, kecamatan, atau bisa langsung ke sekolah.
Dia mencontohkan pihak sekolah dapat mendata siswa-siswanya yang benar-benar membutuhkan bantuan dalam memperlancar proses pembelajaran daring.
"Misalnya, kelas 5 sekolah A ada 30 anak, 10 anak di antaranya butuh sinyal telekomunikasi, 10 anak butuh kuota internet, dan 10 anak butuh telepon pintar, itu harus terdata. Nah, data itu kemudian oleh pemerintah harus dikelola secepatnya untuk dicarikan solusinya," kata legislator yang berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII Banyumas dan Cilacap itu.
Terkait dengan persoalan sinyal telekomunikasi, anggota Komisi VI DPR RI itu mengaku saat diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD), pihaknya pernah meminta kepada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk untuk segera mengecek ke pelosok mana pun guna memastikan kepada masyarakat bahwa sinyal telekomunikasi itu ada.
Selain itu, kata dia, ketika memberikan kontribusi berupa pembagian pulsa gratis harus tepat sasaran berdasarkan basis data yang dikelola secara terpusat.
Baca juga: Akademisi: Perlu kolaborasi guru-orang tua dalam pembelajaran daring
Dalam hal ini, lanjut dia, PT Telkom, dinas di daerah, maupun kementerian tidak harus mengadakan pendataan sendiri.
"Cukup satu pendataan saja. Dari titik itulah kemudian pemerintah harus turun tangan dengan bersinergi antara seluruh elemen yang bersangkutan dengan dunia pendidikan yang hari ini membutuhkan kehadiran negara untuk rakyatnya," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perempuan Bangsa itu.
Perempuan yang akrab disapa Erma itu mengaku khawatir jika permasalahan tersebut tidak segera teratasi akan menghambat kegiatan belajar mengajar karena pada semester pertama diperkirakan masih dalam kondisi pandemi COVID-19.
"Saya pikir ini menjadi bagian dari persoalan yang harus dikerjakan oleh seluruh elemen pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kemudian kita sendiri juga orang-orang yang mampu harus ikut memberikan masukan, jadi semuanya harus bersinergi, tidak bisa jalan sendiri-sendiri," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, negara harus hadir, bukan masing-masing kementerian saja, tetapi harus saling berkolaborasi.
Ia mengatakan jika hal itu dilakukan, setidaknya dapat diketahui apa saja yang dibutuhkan, bagaimana kepentingannya, dan seperti apa targetnya.
Menurut dia, permasalahan dalam pembelajaran daring atau jarak jauh sebenarnya tidak hanya sebatas kuota internet, sinyal telekomunikasi, serta perangkat pendukung seperti telepon pintar maupun "laptop".
"Model penyampaian atau cara mengajar secara daring, mengajar dari jarak jauh itu kan berbeda dengan mengajar secara tatap muka. Ini membutuhkan keatraktifan yang luar biasa dari guru," katanya.
Selain itu, harus terbangun juga kesadaran dari keluarga siswa tersebut untuk bisa mendampingi secara serius, demikian Siti Mukaromah.
Baca juga: Pemerintah diminta beri solusi keterbatasan internet dan gawai saat pembelajaran daring
Baca juga: Pakar: Pembelajaran daring tuntut guru kreatif
"Pemerintah harus melakukan gerak cepat, setidaknya membuat basis data," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Ia mengatakan pembuatan basis data tersebut sebenarnya bisa dilakukan karena pemerintah tidak hanya dalam artian kementerian yang ada di Jakarta saja, namun juga dinas, kecamatan, atau bisa langsung ke sekolah.
Dia mencontohkan pihak sekolah dapat mendata siswa-siswanya yang benar-benar membutuhkan bantuan dalam memperlancar proses pembelajaran daring.
"Misalnya, kelas 5 sekolah A ada 30 anak, 10 anak di antaranya butuh sinyal telekomunikasi, 10 anak butuh kuota internet, dan 10 anak butuh telepon pintar, itu harus terdata. Nah, data itu kemudian oleh pemerintah harus dikelola secepatnya untuk dicarikan solusinya," kata legislator yang berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII Banyumas dan Cilacap itu.
Terkait dengan persoalan sinyal telekomunikasi, anggota Komisi VI DPR RI itu mengaku saat diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD), pihaknya pernah meminta kepada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk untuk segera mengecek ke pelosok mana pun guna memastikan kepada masyarakat bahwa sinyal telekomunikasi itu ada.
Selain itu, kata dia, ketika memberikan kontribusi berupa pembagian pulsa gratis harus tepat sasaran berdasarkan basis data yang dikelola secara terpusat.
Baca juga: Akademisi: Perlu kolaborasi guru-orang tua dalam pembelajaran daring
Dalam hal ini, lanjut dia, PT Telkom, dinas di daerah, maupun kementerian tidak harus mengadakan pendataan sendiri.
"Cukup satu pendataan saja. Dari titik itulah kemudian pemerintah harus turun tangan dengan bersinergi antara seluruh elemen yang bersangkutan dengan dunia pendidikan yang hari ini membutuhkan kehadiran negara untuk rakyatnya," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perempuan Bangsa itu.
Perempuan yang akrab disapa Erma itu mengaku khawatir jika permasalahan tersebut tidak segera teratasi akan menghambat kegiatan belajar mengajar karena pada semester pertama diperkirakan masih dalam kondisi pandemi COVID-19.
"Saya pikir ini menjadi bagian dari persoalan yang harus dikerjakan oleh seluruh elemen pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kemudian kita sendiri juga orang-orang yang mampu harus ikut memberikan masukan, jadi semuanya harus bersinergi, tidak bisa jalan sendiri-sendiri," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, negara harus hadir, bukan masing-masing kementerian saja, tetapi harus saling berkolaborasi.
Ia mengatakan jika hal itu dilakukan, setidaknya dapat diketahui apa saja yang dibutuhkan, bagaimana kepentingannya, dan seperti apa targetnya.
Menurut dia, permasalahan dalam pembelajaran daring atau jarak jauh sebenarnya tidak hanya sebatas kuota internet, sinyal telekomunikasi, serta perangkat pendukung seperti telepon pintar maupun "laptop".
"Model penyampaian atau cara mengajar secara daring, mengajar dari jarak jauh itu kan berbeda dengan mengajar secara tatap muka. Ini membutuhkan keatraktifan yang luar biasa dari guru," katanya.
Selain itu, harus terbangun juga kesadaran dari keluarga siswa tersebut untuk bisa mendampingi secara serius, demikian Siti Mukaromah.
Baca juga: Pemerintah diminta beri solusi keterbatasan internet dan gawai saat pembelajaran daring
Baca juga: Pakar: Pembelajaran daring tuntut guru kreatif