Purwokerto (ANTARA) - Wilayah Jawa Tengah bagian selatan diprakirakan mengalami kemarau basah, kata analis cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan.
"Secara umum musim kemarau tahun ini diprakirakan cenderung ada hujan seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir," katanya saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.
Akan tetapi, kata dia, curah hujannya dalam satu dasarian (10 hari, red.) masih masuk kategori rendah dengan intensitas hujan yang terjadi saat itu ringan hingga sedang.
Baca juga: Perekam guncangan tanah segera dipasang di Jateng
BMKG telah memprediksi musim kemarau pada tahun 2020 akan dipengaruhi oleh La Nina lemah.
Ia mengatakan berdasarkan siaran pers yang dirilis BMKG pada tanggal 27 Juni 2020, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menyebutkan bahwa hasil monitoring indikator anomali iklim Samudra Pasifik, yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral atau fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5 derajat Celcius dari rata rata normal klimatologisnya.
"Dalam rilis juga disebutkan bahwa sebagian besar lembaga meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah," katanya.
Dalam hal ini, kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin minus 0,5 derajat Celcius sampai dengan minus 1,0 derajat Celcius dari normal klimatologisnya.
Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya.
Sementara itu monitoring anomali iklim Samudra Hindia menunjukkan beda suhu muka laut perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatra sebagai indikator Dipole Mode Samudra Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni. Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020.
"Kami masih menunggu rilis resmi dari BMKG terkait dengan La Nina lemah meskipun salah satu lembaga meteorologi dunia, yakni Bureau of Meteorology (BOM) Australia hari ini (7/7) telah merilis tentang La Nina," kata Rendi.
Dalam laman http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Pacific-Ocean disebutkan bahwa sebagian besar model iklim internasional yang disurvei oleh BOM menunjukkan suhu permukaan laut tropis Pasifik tengah di wilayah NINO 3.4 akan mendingin dalam beberapa bulan mendatang.
Dua dari delapan model yang disurvei mencapai ambang La Nina selama Agustus, dengan tiga model lagi mendekati ambang pada bulan September dan November. Tiga model lainnya tetap lebih jelas pada level netral.
Peristiwa ENSO --El Nino atau La Nina-- biasanya mulai berkembang selama belahan bumi selatan mengalami musim gugur hingga musim dingin, sebelum menguat di musim dingin hingga musim semi.*
Baca juga: Banyumas dorong pembangunan embung antisipasi dampak kemarau
Baca juga: Hadapi kemarau, BPBD Cilacap siapkan 500 tangki air bersih
"Secara umum musim kemarau tahun ini diprakirakan cenderung ada hujan seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir," katanya saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.
Akan tetapi, kata dia, curah hujannya dalam satu dasarian (10 hari, red.) masih masuk kategori rendah dengan intensitas hujan yang terjadi saat itu ringan hingga sedang.
Baca juga: Perekam guncangan tanah segera dipasang di Jateng
BMKG telah memprediksi musim kemarau pada tahun 2020 akan dipengaruhi oleh La Nina lemah.
Ia mengatakan berdasarkan siaran pers yang dirilis BMKG pada tanggal 27 Juni 2020, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menyebutkan bahwa hasil monitoring indikator anomali iklim Samudra Pasifik, yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral atau fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5 derajat Celcius dari rata rata normal klimatologisnya.
"Dalam rilis juga disebutkan bahwa sebagian besar lembaga meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah," katanya.
Dalam hal ini, kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin minus 0,5 derajat Celcius sampai dengan minus 1,0 derajat Celcius dari normal klimatologisnya.
Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya.
Sementara itu monitoring anomali iklim Samudra Hindia menunjukkan beda suhu muka laut perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatra sebagai indikator Dipole Mode Samudra Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni. Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020.
"Kami masih menunggu rilis resmi dari BMKG terkait dengan La Nina lemah meskipun salah satu lembaga meteorologi dunia, yakni Bureau of Meteorology (BOM) Australia hari ini (7/7) telah merilis tentang La Nina," kata Rendi.
Dalam laman http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Pacific-Ocean disebutkan bahwa sebagian besar model iklim internasional yang disurvei oleh BOM menunjukkan suhu permukaan laut tropis Pasifik tengah di wilayah NINO 3.4 akan mendingin dalam beberapa bulan mendatang.
Dua dari delapan model yang disurvei mencapai ambang La Nina selama Agustus, dengan tiga model lagi mendekati ambang pada bulan September dan November. Tiga model lainnya tetap lebih jelas pada level netral.
Peristiwa ENSO --El Nino atau La Nina-- biasanya mulai berkembang selama belahan bumi selatan mengalami musim gugur hingga musim dingin, sebelum menguat di musim dingin hingga musim semi.*
Baca juga: Banyumas dorong pembangunan embung antisipasi dampak kemarau
Baca juga: Hadapi kemarau, BPBD Cilacap siapkan 500 tangki air bersih