Purwokerto (ANTARA) - Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar webinar nasional "Kewarganegaraan dan Hukum" dengan tema "Menyamai Pancasila dalam Tindakan Berbangsa dan Bernegara".

Webinar yang digelar secara daring melalui aplikasi "Zoom Meeting" pada hari Kamis (25/6) itu menghadirkan empat pembicara, yakni Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Dr. H. M. Busyro Muqoddas, M.Hum., tokoh cendikiawan muslim Yudi Latif, Ph.D., pakar hukum tata negara Dr. Refly Harun, S.H.,M.H, LL.M., dan Guru Besar PPKn UMP Prof. Dr Tukiran Taniredja, M.M. serta dipandu oleh Efi Miftah Faridli, S.Pd., M.Pd.

Saat membuka kegiatan, Rektor UMP Dr. Anjar Nugroho memberikan apresiasi atas penyelenggaraan webinar nasional "Kewarganegaraan dan Hukum" tersebut.

"Saya sebagai pimpinan universitas sangat mengapresiasi kegiatan ini. Semoga kegiatan ini bisa berlangsung dengan lancar dan bisa mencerahkan kita semua agar lebih mengerti tentang Pancasila yang sudah kita sepakati sebagai dasar negara kita kaitanya dengan bagaimana pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Baca juga: Prodi PPKn UMP gelar diskusi secara daring

Sementara saat menyampaikan materi, Ketua PP Muhammadiyah Dr. H. M. Busyro Muqoddas, M.Hum. mengatakan Pancasila pernah mengalami manipulasi, reduksi, dan korupsi makna.

Selain itu, telah terdapat unifikasi ideologi yang bersifat otoritarian, didotrinkan dengan jargon serasi, selaras, dan seimbang yang tujuanya untuk stabilitas kekuasaan, sehingga terjadi hegemoni ideologi.

Dengan demikian, Pancasila mengalami ketandusan epistemologi, sebagai alat politisasi dan sumber kerusuhan dan keretakan sosial.

"Jadi, apabila kita berbicara Pancasila, saya ingin masuk pada Pancasila yang bukan kepada tahapan-tahapan konsep, tetapi saya ingin menyampaikan bagaimana aspek Pancasila dari segi sejarahnya," ungkap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Tokoh cendekiawan muslim yang juga mantan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif, Ph.D. mengatakan jika negara itu tidak bisa dijalankan dengan kekerasan dan pemaksaan.

"Apabila negara dijalankan dengan kekerasan dan pemaksaan, maka ujung-ujungnya pasti akan hancur. Dari itu, perlu adanya legistimasi moral agar bisa berjalan dengan lama," katanya.

Baca juga: Prodi PPKn UMP hadirkan KPK RI secara daring

Pakar hukum tata negara Dr. Refly Harun, S.H.,M.H, LL.M. mengatakan jika ingin hidup dengan Pancasia, maka Pancasila itu harus hidup dengan masyarakat.

Dalam hal ini, nilai-nilai Pancasila itu harus disemayangkan di masyarakat dan tidak dicampuradukan dengan nilai-nilai lain seperti nilai-nilai keagamaan, adat istiadat, nilai sopan santun, dan sebagainya.

"Kalau kita mempertentangkan nila-nilai agama, kesopanan, dan Pancasila, maka saya kira itu tidak akan berhasil karena kita hidup sejak lahir dalam  wilayah  agama," katanya.

Guru Besar PPKn UMP Prof. Dr Tukiran Taniredja, M.M. mengatakan perumusan Pancasila tidak terlepas dari sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dari yang pertama sampai finalnya sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

"Pembentukan BPUPKI ini yang membentuk adalah Jepang yang pada saat itu menjanjikan bahwa akan membentuk BPUPKI pada bulan Maret 1945 bertepatan dengan tiga tahun pendaratan Jepang di Jawa," kata Ketua Pusat Kajian Pancasila dan Kepemimpinan UMP itu. (tgr).

Baca juga: Dosen UMP laksanakan Program Pengabdian Kepada Masyarakat
Baca juga: KKN alternatif UMP mengasah kepedulian sosial di masa pandemi COVID-19

Pewarta : KSM
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024