Kudus (ANTARA) - Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memprediksi harga jual gula petani bakal tertekan menyusul masuknya gula impor bersamaan dengan musim giling tebu tahun 2020, kata Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin.
"Pada awal Juni 2020, harga gula di tingkat petani sudah turun tajam hanya laku Rp10.800 per kilogram," ujarnya di Kudus, Jawa Tengah, Senin.
Sementara itu, pada awal puasa, kata dia, masih laku Rp12.500 hingga Rp13.000 per kilogram, sedangkan saat ini sudah turun lagi menjadi Rp10.300/kg sehingga jauh di bawah biaya produksi yang sesuai penghitungan APTRI biaya pokok produksi (BPP) gula tani tahun 2020 rata-rata sebesar Rp12.772/kg.
Stok gula impor yang terus berdatangan, ditambah produksi gula lokal membuat pasokan melimpah.
Pedagang sendiri, lanjut dia, enggan membeli gula petani mengingat masih memiliki stok gula impor.
"Kami menilai penurunan harga gula musim giling tahun ini lebih cepat, dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan importir menikmati kenaikan harga gula sangat tinggi, sementara petani tidak demikian sehingga sangat tidak adil," ujarnya.
Dengan kondisi demikian, dia memperkirakan harga gula petani akan turun terus sampai batas harga acuan pemerintah yang saat ini masih berlaku, yakni Rp9.100/kg, karena musim giling akan terus berlangsung antara empat hingga lima bulan ke depan.
Ia mengungkapkan sesuai Permendag Nomor 42/2016 harga acuan gula di tingkat petani sebesar Rp9.100/kg, sementara di tingkat konsumen (HET) sebesar Rp13.000/kg, kemudian tahun 2017 diturunkan menjadi Rp12.500/kg.
Patokan harga tersebut tetap berlaku dan tidak berubah selama empat tahun dan tahun 2020 menginjak tahun ke lima.
"Kami menilai sudah tidak sesuai dengan biaya produksi yang setiap tahun meningkat, termasuk inflasi juga naik setiap tahun," ujarnya.
Untuk itulah, DPN APTRI berkirim surat kepada Presiden tertanggal 22 Juni 2020 perihal penyelamatan gula tani musim giling tahun 2020.
"Kami mohon kepada Presiden untuk berkenan menyelamatkan gula petani yang sekarang cenderung tidak laku sesuai perhitungan produksi dan menaikkan besaran HPP gula tani sesuai harapan petani tebu, sebagimana yang pernah kami sampaikan pada saat bersilaturahmi dengan Presiden di Istana Negara pada 6 Februari 2019," ujarnya.
Penyampaian surat kepada Presiden, lantaran surat yang ditujukan kepada Menteri Perdagangan sampai saat ini belum ada tanggapan.
Pada hari yang sama, DPN APTRI juga berkirim surat kepada Ketua Komisi VI DPR RI perihal permohonan rapat dengar pendapat (RDP) penyelamatan gula petani.
Harapannya, dalam rapat dengar pendapat tersebut pihak DPR akan mengundang Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri BUMN, dan perusahaan yang memperoleh izin impor, pedagang gula, dan petani tebu.
Baca juga: APTRI usulkan kenaikan HPP gula petani menjadi Rp14.000
Baca juga: Rugikan petani, APTRI adukan temuan gula rafinasi di pasaran
"Pada awal Juni 2020, harga gula di tingkat petani sudah turun tajam hanya laku Rp10.800 per kilogram," ujarnya di Kudus, Jawa Tengah, Senin.
Sementara itu, pada awal puasa, kata dia, masih laku Rp12.500 hingga Rp13.000 per kilogram, sedangkan saat ini sudah turun lagi menjadi Rp10.300/kg sehingga jauh di bawah biaya produksi yang sesuai penghitungan APTRI biaya pokok produksi (BPP) gula tani tahun 2020 rata-rata sebesar Rp12.772/kg.
Stok gula impor yang terus berdatangan, ditambah produksi gula lokal membuat pasokan melimpah.
Pedagang sendiri, lanjut dia, enggan membeli gula petani mengingat masih memiliki stok gula impor.
"Kami menilai penurunan harga gula musim giling tahun ini lebih cepat, dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan importir menikmati kenaikan harga gula sangat tinggi, sementara petani tidak demikian sehingga sangat tidak adil," ujarnya.
Dengan kondisi demikian, dia memperkirakan harga gula petani akan turun terus sampai batas harga acuan pemerintah yang saat ini masih berlaku, yakni Rp9.100/kg, karena musim giling akan terus berlangsung antara empat hingga lima bulan ke depan.
Ia mengungkapkan sesuai Permendag Nomor 42/2016 harga acuan gula di tingkat petani sebesar Rp9.100/kg, sementara di tingkat konsumen (HET) sebesar Rp13.000/kg, kemudian tahun 2017 diturunkan menjadi Rp12.500/kg.
Patokan harga tersebut tetap berlaku dan tidak berubah selama empat tahun dan tahun 2020 menginjak tahun ke lima.
"Kami menilai sudah tidak sesuai dengan biaya produksi yang setiap tahun meningkat, termasuk inflasi juga naik setiap tahun," ujarnya.
Untuk itulah, DPN APTRI berkirim surat kepada Presiden tertanggal 22 Juni 2020 perihal penyelamatan gula tani musim giling tahun 2020.
"Kami mohon kepada Presiden untuk berkenan menyelamatkan gula petani yang sekarang cenderung tidak laku sesuai perhitungan produksi dan menaikkan besaran HPP gula tani sesuai harapan petani tebu, sebagimana yang pernah kami sampaikan pada saat bersilaturahmi dengan Presiden di Istana Negara pada 6 Februari 2019," ujarnya.
Penyampaian surat kepada Presiden, lantaran surat yang ditujukan kepada Menteri Perdagangan sampai saat ini belum ada tanggapan.
Pada hari yang sama, DPN APTRI juga berkirim surat kepada Ketua Komisi VI DPR RI perihal permohonan rapat dengar pendapat (RDP) penyelamatan gula petani.
Harapannya, dalam rapat dengar pendapat tersebut pihak DPR akan mengundang Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri BUMN, dan perusahaan yang memperoleh izin impor, pedagang gula, dan petani tebu.
Baca juga: APTRI usulkan kenaikan HPP gula petani menjadi Rp14.000
Baca juga: Rugikan petani, APTRI adukan temuan gula rafinasi di pasaran