Semarang (ANTARA) - Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan larangan bagi seluruh masyarakat Indonesia mudik ke kampung halaman karena hasil survei Kementerian Perhubungan menyebutkan masih ada 24 persen masyarakat yang akan melakukan mudik. Keputusan tersebut diambil setelah sebelumnya dikeluarkan keputusan larangan mudik bagi ASN, TNI, Polri, dan pegawai BUMN.
Larangan mudik dimaksudkan untuk mencegah penyebaran COVID-19, karena kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di 34 provinsi di Indonesia. Larangan mudik diberlakukan sejak 24 April 2020 sampai sesudah Lebaran (31 Mei 2020).
Keputusan pemerintah tersebut diikuti dengan larangan untuk penerbangan komersial baik dalam negeri maupun luar negeri, baik transportasi udara berjadwal maupun carter dalam periode 24 April hingga 1 Juni 2020, terkecuali penerbangan logistik dan kargo. Selain penerbangan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) juga membatalkan seluruh perjalanan kereta api jarak jauh dari dan menuju Jakarta dan Bandung mulai 24 April 2020 sampai 15 Juni 2020. Sementara untuk transportasi laut dihentikan operasinya mulai 24 April–8 Juni 2020, dan transportasi darat (24 April-31 Mei 2020).
Data Kementerian Perhubungan menunjukkan di masa pandemi COVID-19 (Februari-Maret 2020) terjadi penurunan jumlah keberangkatan bus 17,24 persen dan penurunan kedatangan 22,04 persen, juga terjadi penurunan jumlah penurunan bus sebesar 19,57 persen di bulan Maret dibandingkan Februari 2020.
Tidak hanya angka itu, pandemi COVID-19 juga mengakibatkan 6.328 tenaga kerja sektor transportasi umum (bus AKAP dan bus pariwisata) terkena pemutusan hubungan kerja.
Untuk penumpang angkutan KA jarak jauh dan lokal juga menurun 27 persen. Sedangkan penumpang angkutan udara juga mengalami penurunan mencapai 72,48 persen (penumpang dalam negeri), sedangkan penurunan penumpang luar negeri 98,95 persen. Untuk angkutan laut selama januari-April 2020 dibanding periode yang sama tahun 2019 terjadi penurunan sebesar 76 persen.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai pemerintah wajib memberikan insentif atau stimulan bagi pengusaha transportasi umum dan kompensasi pekerja transportasi agar tidak ada satupun perusahaan angkutan umum berbadan hukum yang gulung tikar nantinya.
Diperlukan dukungan dan kebijakan dari pemerintah dalam rangka penyelamatan sektor transportasi pasca diusulkannya beragam stimulus. Stimulus tersebut dibutuhkan sektor transportasi darat (orang, barang, angkutan kereta, angkutan laut, angkutan udara).
Pada sektor transportasi darat misalnya perlunya relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kreditur anggota Organda; pembebasan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) dan retribusi lain di daerah; pembebaskan iuran BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan); bantuan langsung kepada karyawan dan pengemudi perusahaan angkutan umum; hingga pembebaskan kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pengurusan perijinan; serta kepastian berusaha dan beroperasi kendaraan di lapangan.
Tidak hanya relaksasi pembayaran, tetapi di tengah pandemi COVID-19, pemerintah bisa melibatkan Organda untuk distribusi sembako. Para pekerja transportasi juga dapat dilibatkan sebagai relawan untuk distribusi sembako ke sejumlah warga yang memerlukan.
Beragam upaya tersebut diharapkan bisa menyelamatkan sektor transportasi, meskipun sektor transportasi merupakan sedikit sektor yang terimbas pandemi COVID-19.
Larangan mudik dimaksudkan untuk mencegah penyebaran COVID-19, karena kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di 34 provinsi di Indonesia. Larangan mudik diberlakukan sejak 24 April 2020 sampai sesudah Lebaran (31 Mei 2020).
Keputusan pemerintah tersebut diikuti dengan larangan untuk penerbangan komersial baik dalam negeri maupun luar negeri, baik transportasi udara berjadwal maupun carter dalam periode 24 April hingga 1 Juni 2020, terkecuali penerbangan logistik dan kargo. Selain penerbangan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) juga membatalkan seluruh perjalanan kereta api jarak jauh dari dan menuju Jakarta dan Bandung mulai 24 April 2020 sampai 15 Juni 2020. Sementara untuk transportasi laut dihentikan operasinya mulai 24 April–8 Juni 2020, dan transportasi darat (24 April-31 Mei 2020).
Data Kementerian Perhubungan menunjukkan di masa pandemi COVID-19 (Februari-Maret 2020) terjadi penurunan jumlah keberangkatan bus 17,24 persen dan penurunan kedatangan 22,04 persen, juga terjadi penurunan jumlah penurunan bus sebesar 19,57 persen di bulan Maret dibandingkan Februari 2020.
Tidak hanya angka itu, pandemi COVID-19 juga mengakibatkan 6.328 tenaga kerja sektor transportasi umum (bus AKAP dan bus pariwisata) terkena pemutusan hubungan kerja.
Untuk penumpang angkutan KA jarak jauh dan lokal juga menurun 27 persen. Sedangkan penumpang angkutan udara juga mengalami penurunan mencapai 72,48 persen (penumpang dalam negeri), sedangkan penurunan penumpang luar negeri 98,95 persen. Untuk angkutan laut selama januari-April 2020 dibanding periode yang sama tahun 2019 terjadi penurunan sebesar 76 persen.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai pemerintah wajib memberikan insentif atau stimulan bagi pengusaha transportasi umum dan kompensasi pekerja transportasi agar tidak ada satupun perusahaan angkutan umum berbadan hukum yang gulung tikar nantinya.
Diperlukan dukungan dan kebijakan dari pemerintah dalam rangka penyelamatan sektor transportasi pasca diusulkannya beragam stimulus. Stimulus tersebut dibutuhkan sektor transportasi darat (orang, barang, angkutan kereta, angkutan laut, angkutan udara).
Pada sektor transportasi darat misalnya perlunya relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kreditur anggota Organda; pembebasan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) dan retribusi lain di daerah; pembebaskan iuran BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan); bantuan langsung kepada karyawan dan pengemudi perusahaan angkutan umum; hingga pembebaskan kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pengurusan perijinan; serta kepastian berusaha dan beroperasi kendaraan di lapangan.
Tidak hanya relaksasi pembayaran, tetapi di tengah pandemi COVID-19, pemerintah bisa melibatkan Organda untuk distribusi sembako. Para pekerja transportasi juga dapat dilibatkan sebagai relawan untuk distribusi sembako ke sejumlah warga yang memerlukan.
Beragam upaya tersebut diharapkan bisa menyelamatkan sektor transportasi, meskipun sektor transportasi merupakan sedikit sektor yang terimbas pandemi COVID-19.