Magelang (ANTARA) - Saat menginjakkan kaki di Kota Magelang, pakuning tanah Jawa, kita akan disambut keramahan warga dan kesejukan udara yang membuat betah tinggal berlama-lama.
Aktivitas ekonomi terlihat di setiap sudut kota. Aneka kuliner yang tertata rapi, keberadaan pasar berstandar nasional dan beragam usaha yang menjajakan jasa, serta produk berkualitas berderet di sepanjang kota yang ramai oleh gairah transaksi ekonomi.
Kota kecil dengan jumlah penduduk 130.284 jiwa tersebar di tiga kecamatan dan 17 kelurahan ini memiliki potret perekonomian yang menarik.
Dinamika pergerakan laju pertumbuhan ekonomi Kota Magelang berada pada angka yang cukup mengesankan.
Meski sempat lesu pada 2014, ekonomi Kota Magelang kembali menggeliat dengan tren perolehan nominal nilai tambah bruto yang naik dari tahun ke tahun.
Namun sayang, kelesuan kembali terjadi pada 2019 dengan melambatnya laju perekonomian riil.
Uniknya, pada tahun tersebut capaian indikator makro lainnya justru membaik meski ekonomi sedikit lesu.
Sebut saja perolehan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2019 yang naik dan berada pada kategori “Tinggi” sebesar 78,8. Angka ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengna IPM Jawa Tengah dan nasional.
Kemiskinan juga menurun menjadi 7,46 persen, demikian juga dengan tingkat pengangguran terbuka yang pada 2019 tercatat rendah, 4,43 persen.
Beberapa riset menunjukkan pola keterkaitan antara indikator makro tersebut. Sebut saja studi Siyan, et al (2016) yang menyatakan tingkat pengangguran dan inflasi memiliki pengaruh signifikan secara statistik terhadap angka kemiskinan.
Implikasi dari studi tersebut, kenaikan pada angka tingkat pengangguran dan inflasi akan memicu angka kemiskinan lebih tinggi.
Di Kota Magelang fenomena ini terbukti selama beberapa tahun terakhir, kecuali pada 2017. Anomali capaian indikator makro pada 2017 terjadi saat penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang bergerak lebih cepat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. justru diikuti naiknya tingkat pengangguran terbuka.
Pada tahun tersebut juga tercatat inflasi 3,9 persen setelah pada 2016 di angka 2,25 persen. Lagi-lagi anomali terjadi.
Baca juga: Disperindag klaim harga sejumlah kebutuhan pokok di Magelang terkendali
Dalam teorinya, A.W. Phillips menyatakan terdapat hubungan terbalik antara inflasi dan tingkat pengangguran.
Merujuk pada kurva Phillips yang tersohor, kenaikan permintaan agregat yang memicu tumbuhnya PDRB akan memicu peningkatan inflasi dan penurunan tingkat pengangguran.
Pada 2019, anomali kembali ditemukan di Kota Magelang. Penurunan kemiskinan dan pengangguran justru diikuti melambatnya pertumbuhan ekonomi pada angka 5,44 persen setelah tahun sebelumnya 5,46 persen.
Coba kita sandingkan fenomena tersebut dengan teori yang digaungkan Okun (1960). Hukum Okun menyelidiki hubungan statistik antara tingkat pengangguran dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Menurut versi hukum Okun, "Saat tingkat pengangguran turun satu persen, maka PDB riil akan tumbuh sekitar tiga persen".
Meski nilai persentase tersebut dapat bervariasi, para ekonom telah mendukung adanya hubungan negatif (trade off) antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran.
Konsistensi fenomena indikator makro Kota Magelang pada 2019 secara jelas tidak sinergi dengan hukum ini.
Menggali
Menggali anomali pada 2017, riset yang saya lakukan pada 2020 menghasilkan suatu simpulan bahwa di Kota Magelang hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran memang menyimpang dari kurva Phillips dalam arti bahwa bukan merupakan trade off (signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen).
Sementara itu, berdasarkan data, pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, dan tingkat pengangguran di Kota Magelang sudah menunjukkan arah pengaruh yang benar.
Secara simultan, percepatan pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang cenderung menurunkan tingkat pengangguran terbuka, sedangkan peningkatan angka kemiskinan cenderung mendorong tingkat pengangguran terbuka (cateris paribus, signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen).
Baca juga: Peguyuban PKL Kota Magelang sepakat menutup berjualan
Lalu kira-kira penyebab anomali karena faktor apa?
Perlu dicatat bahwa inflasi Kota Magelang relatif lebih banyak disebabkan naiknya harga komoditas pokok dan barang input/produksi, bukan karena peningkatan konsumsi atau permintaan agregat.
Hal tersebut cenderung akan membuat perusahaan mengurangi biaya produksi dan tenaga kerja yang akhirnya memicu peningkatan pengangguran dalam jangka pendek.
Meski hal tersebut tidak secara langsung, dapat dikaitkan bahwa salah satu faktor penyebab naiknya tingkat pengangguran terbuka di Kota Magelang pada 2017 adanya peningkatan inflasi yang cukup signifikan (cateris paribus).
Namun demikian, perlu kajian lebih mendalam mengingat masih banyak faktor lain dapat berpengaruh terhadap anomali tersebut.
Ilustrasi - Aktivitas masyarakat di Pasar Rejowinangun Kota Magelang. (ANTARA/HO-Bagian Prokompim Pemkot Magelang)
Upaya menekan inflasi melalui stabilisasi harga komoditas pokok di Kota Magelang sangat penting untuk menghidupkan kembali ritme aktivitas produksi yang mampu meningkatkan serapan tenaga kerja.
Jika kita kembali menyoroti tentang inflasi, perolehan inflasi Kota Magelang pada 2019 sebesar 2,19 merupakan angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Inflasi yang rendah di satu sisi merupakan indikator yang baik karena menunjukkan terkendalinya harga komoditas. Namun di sisi lain juga dapat menjadi indikasi lesunya perekonomian.
Sebagaimana diketahui, pada 2019 kelesuan perekonomian terjadi, baik taraf global maupun nasional, secara tidak langsung dapat berimbas pada perekonomian di level kabupaten atau kota.
Dua kasus anomali tersebut mampu menunjukkan bahwa pengendalian inflasi merupakan hal yang sangat penting. Inflasi perlu dijaga pada angka yang tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu rendah.
Penentuan "cut off point" angka inflasi perlu dirumuskan dengan cermat agar seluruh indikator terkait dapat bergerak dengan dinamis namun harmonis.
Prediksi
Awal Maret 2020 Indonesia ikut terimbas penyebaran virus corona baru (COVID-19) dengan pergerakan angka kematian cukup signifikan, mencapai lebih dari delapan persen.
Secara perlahan, dinamika mobilitas dan migrasi juga menyeret Kota Magelang masuk wilayah terdampak pandemi ini.
Meski sampai saat ini inflasi Kota Magelang terkendali, mulai terlihat kelesuan di beberapa titik perekonomian akibat berkurangnya aktivitas masyarakat di luar rumah.
Untuk kembali mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Kota Magelang perlu upaya keras menggenjot peningkatan nilai tambah produk dan jasa, meningkatkan pengeluaran pemerintah, dan menciptakan stimulus kebijakan yang mampu membangkitkan kembali konsumsi masyarakat sampai dengan akhir 2020.
Namun, dengan menilik pola kelesuan yang terjadi secara global dan nasional, maka diprediksi sampai akhir 2020 pertumbuhan ekonomi Kota Magelang akan sedikit melambat, meskipun demikian harapannya masih berada pada angka yang tidak terlalu rendah, yaitu kisaran lima persen.
Baca juga: Lima pasar di Kota Magelang mulai tutup untuk cegah penyebaran COVID-19
Banyak faktor multidimensi berpengaruh terhadap laju perekonomian suatu wilayah dalam jangka panjang.
Sebut saja rasio ketergantungan, pertumbuhan populasi, kepadatan penduduk, investasi, konsumsi, pengeluaran pemerintah, net ekspor, efektivitas pungutan pajak dan sebagainya.
Upaya peningkatan kualitas pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat menjadi suatu tantangan tersendiri yang melibatkan sinergi pencapaian lintas dimensi dalam sebuah gerbong pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Pembangunan ekonomi harus menjadi platform yang diimplementasikan Pemerintah Kota Magelang, di mana target laju pertumbuhan ekonomi riil yang tinggi bukan merupakan fokus utama.
Namun, lebih kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, tidak hanya secara kuantitatif dari indikator pendapatan per kapita, namun juga dari sisi kualitatif aspek pembangunan manusia secara menyeluruh.
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya peran kebijakan pembangunan menjadi krusial. "Evidence based policy making" menjadi suatu keharusan agar pembangunan dapat efektif dijalankan dan tepat sasaran.
Dilema yang kemudian dihadapi adalah keterbatasan data yang akan digunakan sebagai referensi perumusan tersebut.
Meski inisiasi inventarisasi data sektoral di Kota Magelang sudah terbilang sangat baik, tidak demikian dengan eksistensi data statistik dasarnya.
Kajian-kajian terkait dengan perekonomian dan indikator makro di Kota Magelang tidak jarang masih relatif dangkal karena ketidakcukupan data pembentuk agregat indikator makro yang tersedia.
Pemerintah Kota Magelang perlu menginisiasi pemenuhan data-data tersebut agar kajian terhadap fenomena perekonomian dan atau anomali keterkaitan indikator makro tidak hanya berdasarkan opini, sehinggga kebijakan solutif terhadap seluruh permasalahan memiliki dasar empiris.
Dalam hal ini termasuk inisiasi penyusunan tabel Input-Output (IO) yang sampai saat ini belum tersedia di Kota Magelang.
Pemerintah Kota Magelang perlu menyadari bahwa keberadaan IO dapat menjadi “harta yang berharga” untuk perumusan kebijakan pembangunan dalam jangka panjang, termasuk dalam menghadapi guncangan perekonomian akibat kejadian luar biasa, seperti pandemi dan lain-lain.
Analisis mendalam terkait dengan hubungan lintas sektor ekonomi dan efek ganda yang dapat disajikan IO akan menjadi senjata ampuh bagi penentuan target pembangunan secara presisi. (hms)
*) Nur Afiyah Maizunati, Statistisi Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Magelang
Baca juga: Telaah - Pergerakan harga komoditas di Kota Magelang di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: PKL di Kota Magelang diizinkan jualan tanpa meja-kursi untuk pembeli
Aktivitas ekonomi terlihat di setiap sudut kota. Aneka kuliner yang tertata rapi, keberadaan pasar berstandar nasional dan beragam usaha yang menjajakan jasa, serta produk berkualitas berderet di sepanjang kota yang ramai oleh gairah transaksi ekonomi.
Kota kecil dengan jumlah penduduk 130.284 jiwa tersebar di tiga kecamatan dan 17 kelurahan ini memiliki potret perekonomian yang menarik.
Dinamika pergerakan laju pertumbuhan ekonomi Kota Magelang berada pada angka yang cukup mengesankan.
Meski sempat lesu pada 2014, ekonomi Kota Magelang kembali menggeliat dengan tren perolehan nominal nilai tambah bruto yang naik dari tahun ke tahun.
Namun sayang, kelesuan kembali terjadi pada 2019 dengan melambatnya laju perekonomian riil.
Uniknya, pada tahun tersebut capaian indikator makro lainnya justru membaik meski ekonomi sedikit lesu.
Sebut saja perolehan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2019 yang naik dan berada pada kategori “Tinggi” sebesar 78,8. Angka ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengna IPM Jawa Tengah dan nasional.
Kemiskinan juga menurun menjadi 7,46 persen, demikian juga dengan tingkat pengangguran terbuka yang pada 2019 tercatat rendah, 4,43 persen.
Beberapa riset menunjukkan pola keterkaitan antara indikator makro tersebut. Sebut saja studi Siyan, et al (2016) yang menyatakan tingkat pengangguran dan inflasi memiliki pengaruh signifikan secara statistik terhadap angka kemiskinan.
Implikasi dari studi tersebut, kenaikan pada angka tingkat pengangguran dan inflasi akan memicu angka kemiskinan lebih tinggi.
Di Kota Magelang fenomena ini terbukti selama beberapa tahun terakhir, kecuali pada 2017. Anomali capaian indikator makro pada 2017 terjadi saat penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang bergerak lebih cepat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. justru diikuti naiknya tingkat pengangguran terbuka.
Pada tahun tersebut juga tercatat inflasi 3,9 persen setelah pada 2016 di angka 2,25 persen. Lagi-lagi anomali terjadi.
Baca juga: Disperindag klaim harga sejumlah kebutuhan pokok di Magelang terkendali
Dalam teorinya, A.W. Phillips menyatakan terdapat hubungan terbalik antara inflasi dan tingkat pengangguran.
Merujuk pada kurva Phillips yang tersohor, kenaikan permintaan agregat yang memicu tumbuhnya PDRB akan memicu peningkatan inflasi dan penurunan tingkat pengangguran.
Pada 2019, anomali kembali ditemukan di Kota Magelang. Penurunan kemiskinan dan pengangguran justru diikuti melambatnya pertumbuhan ekonomi pada angka 5,44 persen setelah tahun sebelumnya 5,46 persen.
Coba kita sandingkan fenomena tersebut dengan teori yang digaungkan Okun (1960). Hukum Okun menyelidiki hubungan statistik antara tingkat pengangguran dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Menurut versi hukum Okun, "Saat tingkat pengangguran turun satu persen, maka PDB riil akan tumbuh sekitar tiga persen".
Meski nilai persentase tersebut dapat bervariasi, para ekonom telah mendukung adanya hubungan negatif (trade off) antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran.
Konsistensi fenomena indikator makro Kota Magelang pada 2019 secara jelas tidak sinergi dengan hukum ini.
Menggali
Menggali anomali pada 2017, riset yang saya lakukan pada 2020 menghasilkan suatu simpulan bahwa di Kota Magelang hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran memang menyimpang dari kurva Phillips dalam arti bahwa bukan merupakan trade off (signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen).
Sementara itu, berdasarkan data, pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, dan tingkat pengangguran di Kota Magelang sudah menunjukkan arah pengaruh yang benar.
Secara simultan, percepatan pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang cenderung menurunkan tingkat pengangguran terbuka, sedangkan peningkatan angka kemiskinan cenderung mendorong tingkat pengangguran terbuka (cateris paribus, signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen).
Baca juga: Peguyuban PKL Kota Magelang sepakat menutup berjualan
Lalu kira-kira penyebab anomali karena faktor apa?
Perlu dicatat bahwa inflasi Kota Magelang relatif lebih banyak disebabkan naiknya harga komoditas pokok dan barang input/produksi, bukan karena peningkatan konsumsi atau permintaan agregat.
Hal tersebut cenderung akan membuat perusahaan mengurangi biaya produksi dan tenaga kerja yang akhirnya memicu peningkatan pengangguran dalam jangka pendek.
Meski hal tersebut tidak secara langsung, dapat dikaitkan bahwa salah satu faktor penyebab naiknya tingkat pengangguran terbuka di Kota Magelang pada 2017 adanya peningkatan inflasi yang cukup signifikan (cateris paribus).
Namun demikian, perlu kajian lebih mendalam mengingat masih banyak faktor lain dapat berpengaruh terhadap anomali tersebut.
Upaya menekan inflasi melalui stabilisasi harga komoditas pokok di Kota Magelang sangat penting untuk menghidupkan kembali ritme aktivitas produksi yang mampu meningkatkan serapan tenaga kerja.
Jika kita kembali menyoroti tentang inflasi, perolehan inflasi Kota Magelang pada 2019 sebesar 2,19 merupakan angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Inflasi yang rendah di satu sisi merupakan indikator yang baik karena menunjukkan terkendalinya harga komoditas. Namun di sisi lain juga dapat menjadi indikasi lesunya perekonomian.
Sebagaimana diketahui, pada 2019 kelesuan perekonomian terjadi, baik taraf global maupun nasional, secara tidak langsung dapat berimbas pada perekonomian di level kabupaten atau kota.
Dua kasus anomali tersebut mampu menunjukkan bahwa pengendalian inflasi merupakan hal yang sangat penting. Inflasi perlu dijaga pada angka yang tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu rendah.
Penentuan "cut off point" angka inflasi perlu dirumuskan dengan cermat agar seluruh indikator terkait dapat bergerak dengan dinamis namun harmonis.
Prediksi
Awal Maret 2020 Indonesia ikut terimbas penyebaran virus corona baru (COVID-19) dengan pergerakan angka kematian cukup signifikan, mencapai lebih dari delapan persen.
Secara perlahan, dinamika mobilitas dan migrasi juga menyeret Kota Magelang masuk wilayah terdampak pandemi ini.
Meski sampai saat ini inflasi Kota Magelang terkendali, mulai terlihat kelesuan di beberapa titik perekonomian akibat berkurangnya aktivitas masyarakat di luar rumah.
Untuk kembali mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Kota Magelang perlu upaya keras menggenjot peningkatan nilai tambah produk dan jasa, meningkatkan pengeluaran pemerintah, dan menciptakan stimulus kebijakan yang mampu membangkitkan kembali konsumsi masyarakat sampai dengan akhir 2020.
Namun, dengan menilik pola kelesuan yang terjadi secara global dan nasional, maka diprediksi sampai akhir 2020 pertumbuhan ekonomi Kota Magelang akan sedikit melambat, meskipun demikian harapannya masih berada pada angka yang tidak terlalu rendah, yaitu kisaran lima persen.
Baca juga: Lima pasar di Kota Magelang mulai tutup untuk cegah penyebaran COVID-19
Banyak faktor multidimensi berpengaruh terhadap laju perekonomian suatu wilayah dalam jangka panjang.
Sebut saja rasio ketergantungan, pertumbuhan populasi, kepadatan penduduk, investasi, konsumsi, pengeluaran pemerintah, net ekspor, efektivitas pungutan pajak dan sebagainya.
Upaya peningkatan kualitas pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat menjadi suatu tantangan tersendiri yang melibatkan sinergi pencapaian lintas dimensi dalam sebuah gerbong pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Pembangunan ekonomi harus menjadi platform yang diimplementasikan Pemerintah Kota Magelang, di mana target laju pertumbuhan ekonomi riil yang tinggi bukan merupakan fokus utama.
Namun, lebih kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, tidak hanya secara kuantitatif dari indikator pendapatan per kapita, namun juga dari sisi kualitatif aspek pembangunan manusia secara menyeluruh.
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya peran kebijakan pembangunan menjadi krusial. "Evidence based policy making" menjadi suatu keharusan agar pembangunan dapat efektif dijalankan dan tepat sasaran.
Dilema yang kemudian dihadapi adalah keterbatasan data yang akan digunakan sebagai referensi perumusan tersebut.
Meski inisiasi inventarisasi data sektoral di Kota Magelang sudah terbilang sangat baik, tidak demikian dengan eksistensi data statistik dasarnya.
Kajian-kajian terkait dengan perekonomian dan indikator makro di Kota Magelang tidak jarang masih relatif dangkal karena ketidakcukupan data pembentuk agregat indikator makro yang tersedia.
Pemerintah Kota Magelang perlu menginisiasi pemenuhan data-data tersebut agar kajian terhadap fenomena perekonomian dan atau anomali keterkaitan indikator makro tidak hanya berdasarkan opini, sehinggga kebijakan solutif terhadap seluruh permasalahan memiliki dasar empiris.
Dalam hal ini termasuk inisiasi penyusunan tabel Input-Output (IO) yang sampai saat ini belum tersedia di Kota Magelang.
Pemerintah Kota Magelang perlu menyadari bahwa keberadaan IO dapat menjadi “harta yang berharga” untuk perumusan kebijakan pembangunan dalam jangka panjang, termasuk dalam menghadapi guncangan perekonomian akibat kejadian luar biasa, seperti pandemi dan lain-lain.
Analisis mendalam terkait dengan hubungan lintas sektor ekonomi dan efek ganda yang dapat disajikan IO akan menjadi senjata ampuh bagi penentuan target pembangunan secara presisi. (hms)
*) Nur Afiyah Maizunati, Statistisi Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Magelang
Baca juga: Telaah - Pergerakan harga komoditas di Kota Magelang di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: PKL di Kota Magelang diizinkan jualan tanpa meja-kursi untuk pembeli