Semarang (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengajak masyarakat untuk bersedia menerima jenazah COVID-19 karena secara syar'i benar dan secara medis pun aman, tidak akan menularkan virus.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum MUI Jawa Tengah Ahmad Darodji didampingi Sekretaris Umum MUI Jateng Muhyiddin, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jateng Ahmad Fadlolan Musaffa, dan Ahli Forensik RSUP Dr Kariadi Semarang Uva Utomo seusai pertemuan bersama tim terkait membahas adanya penolakan masyarakat terhadap jenazah COVId-19, di Semarang, Jumat.
"Penolakan masyarakat bisa saja karena mereka mengalami ketakutan berlebih dan edukasi yang kurang. Sebetulnya apa yang sudah dilakukan (pihak rumah sakit, red.) saat memandikannya atau mencucikan sampai masuk peti sudah sesuai syar'i," kata Ahmad Darodji.
Baca juga: Haedar Nashir minta masyarakat tak menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19
Baca juga: Bupati Batang larang warga tolak jenazah COVID-19
Ia menjelaskan seluruh tahapan secara kesehatan untuk memutus penyebaran virus dengan penyemprotan Klorin pun sudah lakukan, sehingga baik sopir mobil jenazah hingga masyarakat tidak perlu khawatir dan bisa tetap dapat menyolati jenazah.
"Kalau sampai semua umat Islam, tidak ada yang menyolati kita dosa. Kita bisa melakukan salat ghaib," kata Ahmad Darodji.
Ahli Foreksik RSUP Dr Kariadi Semarang Uva Utomo menjelaskan rumah sakit telah mengikuti pedoman Kemenkes dan sudah melewati penelitian (seluruh tahapan, red.) bisa menghilangkan kemungkinan penularan COVID-19.
Pada tahap awal, lanjut Uva, jenazah diamankan dengan Klorin agar aman untuk petugas, kemudian memandikan sekaligus mewudhukannya dengan air biasa (air suci dan mensucikan), diulangi lagi dengan Klorin, baru kemudian ditutup dengan bahan kedap air atau plastik, baru kemudian dikafani jika muslim dan nonmuslim pakaiannya ditempelkan di atasnya sesuai agama dan keyakinannya.
Setelah itu, lanjut Uva, jenazah kembali dilapisi dengan plastik dan kembali disiram dengan Klorin. Setelah itu, jenazah ditutup dengan plastik untuk yang ketiga kalinya dan disiram Klorin lagi. Selesai seluruh tahapan tersebut baru jenazah dimasukkan ke peti dan mobil jenazah yang juga telah disiram Klorin.
"Jadi saat mobil jenazah lewat, tidak ada yang tercemari. Pemakaman aman dan virus ini akan mati saat inangnya mati. Jadi aman. Harapannya ini bisa mengubah stigma masyarakat terhadap jenazah COVID-19," kata Uva.
Uva menambahkan dengan seluruh prosedur yang diterapkan tersebut, maka tidak ada alasan takut dan yang terpenting masyarakat harus terus menjaga kesehatan, makan, minum, dan istirahat yang cukup, mengkonsumsi vitamin, serta jangan stres.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jateng Ahmad Fadlolan Musaffa menambahkan kewajiban umat Islam terhadap orang yang sudah meninggal untuk yang nonmuslim ada dua yakni mengangkat jenazah dan menguburkan, sementara muslim terhadap muslim ada lima yakni memandikan, mengkafani, menyolati, mengangkat ke kuburan, serta menguburkan dan hal tersebut merupakan fardhu kifayah, sehingga jika menolak hukumnya dosa.
"Yang punya kewajiban bukan mayatnya. Mayat tidak punya kewajiban, tetapi yang punya kewajiban adalah yang hidup. Menolak dosa, hukumnya dan dengan melihat seluruh tahapan dari rumah sakit, tidak mungkin ada penularan, sehingga tidak ada alasan untuk menolak jenazah. Para tenaga medis sudah melakukan dengan baik dan sesuai syar'i," kata Fadlolan. (Kom)
Baca juga: Banjaranyar, Banyumas siap terima pemakaman jenazah pasien COVID-19
Baca juga: Din Syamsuddin: Jenazah COVID-19 bukan azab jadi jangan tolak
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum MUI Jawa Tengah Ahmad Darodji didampingi Sekretaris Umum MUI Jateng Muhyiddin, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jateng Ahmad Fadlolan Musaffa, dan Ahli Forensik RSUP Dr Kariadi Semarang Uva Utomo seusai pertemuan bersama tim terkait membahas adanya penolakan masyarakat terhadap jenazah COVId-19, di Semarang, Jumat.
"Penolakan masyarakat bisa saja karena mereka mengalami ketakutan berlebih dan edukasi yang kurang. Sebetulnya apa yang sudah dilakukan (pihak rumah sakit, red.) saat memandikannya atau mencucikan sampai masuk peti sudah sesuai syar'i," kata Ahmad Darodji.
Baca juga: Haedar Nashir minta masyarakat tak menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19
Baca juga: Bupati Batang larang warga tolak jenazah COVID-19
Ia menjelaskan seluruh tahapan secara kesehatan untuk memutus penyebaran virus dengan penyemprotan Klorin pun sudah lakukan, sehingga baik sopir mobil jenazah hingga masyarakat tidak perlu khawatir dan bisa tetap dapat menyolati jenazah.
"Kalau sampai semua umat Islam, tidak ada yang menyolati kita dosa. Kita bisa melakukan salat ghaib," kata Ahmad Darodji.
Ahli Foreksik RSUP Dr Kariadi Semarang Uva Utomo menjelaskan rumah sakit telah mengikuti pedoman Kemenkes dan sudah melewati penelitian (seluruh tahapan, red.) bisa menghilangkan kemungkinan penularan COVID-19.
Pada tahap awal, lanjut Uva, jenazah diamankan dengan Klorin agar aman untuk petugas, kemudian memandikan sekaligus mewudhukannya dengan air biasa (air suci dan mensucikan), diulangi lagi dengan Klorin, baru kemudian ditutup dengan bahan kedap air atau plastik, baru kemudian dikafani jika muslim dan nonmuslim pakaiannya ditempelkan di atasnya sesuai agama dan keyakinannya.
Setelah itu, lanjut Uva, jenazah kembali dilapisi dengan plastik dan kembali disiram dengan Klorin. Setelah itu, jenazah ditutup dengan plastik untuk yang ketiga kalinya dan disiram Klorin lagi. Selesai seluruh tahapan tersebut baru jenazah dimasukkan ke peti dan mobil jenazah yang juga telah disiram Klorin.
"Jadi saat mobil jenazah lewat, tidak ada yang tercemari. Pemakaman aman dan virus ini akan mati saat inangnya mati. Jadi aman. Harapannya ini bisa mengubah stigma masyarakat terhadap jenazah COVID-19," kata Uva.
Uva menambahkan dengan seluruh prosedur yang diterapkan tersebut, maka tidak ada alasan takut dan yang terpenting masyarakat harus terus menjaga kesehatan, makan, minum, dan istirahat yang cukup, mengkonsumsi vitamin, serta jangan stres.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jateng Ahmad Fadlolan Musaffa menambahkan kewajiban umat Islam terhadap orang yang sudah meninggal untuk yang nonmuslim ada dua yakni mengangkat jenazah dan menguburkan, sementara muslim terhadap muslim ada lima yakni memandikan, mengkafani, menyolati, mengangkat ke kuburan, serta menguburkan dan hal tersebut merupakan fardhu kifayah, sehingga jika menolak hukumnya dosa.
"Yang punya kewajiban bukan mayatnya. Mayat tidak punya kewajiban, tetapi yang punya kewajiban adalah yang hidup. Menolak dosa, hukumnya dan dengan melihat seluruh tahapan dari rumah sakit, tidak mungkin ada penularan, sehingga tidak ada alasan untuk menolak jenazah. Para tenaga medis sudah melakukan dengan baik dan sesuai syar'i," kata Fadlolan. (Kom)
Baca juga: Banjaranyar, Banyumas siap terima pemakaman jenazah pasien COVID-19
Baca juga: Din Syamsuddin: Jenazah COVID-19 bukan azab jadi jangan tolak