Semarang (ANTARA) - Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari mengatakan hingga saat ini pihaknya belum menerima secara fisik Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan kenaikan iuran peserta yang sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020.

"Karena belum kami diterima, BPJS Kesehatan belum tahu persis seperti apa (Putusan MA)," kata Andayani Budi Lestari disela acara sarasehan BPJS Kesehatan bersama Polri dalam implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat, di Semarang, Kamis.

Intinya, lanjut BPJS Kesehatan akan menjalankan apa pun keputusan dan akan mengikuti seluruh ketentuan yang berlaku.

Putusan Mahkamah Agung hanya membatalkan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan dan selain pasal itu, Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tetap berlaku.

Pengaturan iuran kembali seperti diatur Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menyebutkan iuran mandiri kelas III sebesar Rp25.500 per orang per bulan, iuran mandiri kelas II sebesar Rp51 ribu per orang per bulan, dan iuran mandiri kelas I sebesar Rp80 ribu per orang per bulan.

Baca juga: BPJS Kesehatan: Program JKN-KIS terbukti tingkatkan kualitas hidup masyarakat

Ditanya soal kasus Demam Berdarah apakah sudah menunjukkan peningkatan peserta yang menggunakan kartu karena penyakit tersebut, Andayani mengaku belum ada.

"Untuk penyakit DB belum ada dan moga-moga tidak (tidak banyak masyarakat yang terkena DB,red.)," kata Andayani.

Andayani hanya menyampaikan sesuai regulasi yang ada BPJS Kesehatan akan menjamin peserta sesuai kebutuhan medis.

Baca juga: Ganjar: Ini BPJS Kesehatan perbaiki sistem

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024