Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho memberikan apresiasi terhadap sayembara yang digelar Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait dengan keberadaan kader PDI Perjuangan Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahmakah Agung Nurhadi.
"Itu saya kira suatu langkah yang positif, sebagai NGO (Non-Governmental Organization), MAKI ikut memberikan peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, ikut peran serta penegak hukum dalam rangka menentukan pelakunya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Menurut dia, sayembara tersebut sebagai partisipasi dalam rangka membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencari keberadaan Harun Masiku dan Nurhadi.
Di sisi lain, kata dia, sayembara tersebut diharapkan bukan untuk mengejek atas lambannya penangkapan dua orang yang telah masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK tersebut.
Baca juga: MAKI: Kejati diminta ungkap oknum DPRD Jateng di korupsi banprov
Baca juga: Ketua Pengadilan Semarang polisikan Koordinator MAKI
"Ini kan (sayembara yang digelar MAKI, red.) bisa positif, bisa negatif. Dalam arti negatif, ya mungkin mengejek, meledek, kenapa ini si penegak hukum sekaliber KPK, kemudian posisi di Indonesia, orangnya jelas, profesinya jelas, sampai detik ini tidak ditemukan," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan jika sayembara tersebut mengandung arti ejekan, diharapkan dapat memacu KPK untuk segera menangkap dua buronan itu.
"Ini suatu ledekan tetapi punya motif untuk berpacu dalam rangka mengungkap pelaku kejahatan, mengungkap dua orang yang masuk DPO tadi," tegasnya.
Lebih lanjut, Hibnu mengatakan jika dibanding dengan KPK sebelumnya, KPK yang sekarang lamban dalam menangkap orang sehingga berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah itu.
"KPK sebelumnya, kecepatan itu sangat menentukan, kecepatan menangkap orang, masyarakat percaya. Ini (KPK sekarang, red.) masyarakat sekarang kok pada tidak percaya, sudah tidak percaya, tindakan-tindakan yang jelas pun kondisi yang sekarang tidak bisa memberikan jawaban yang maksimal. Kalau mencari sampai ketemu, siapa pun pasti akan mencari sampai ketemu tapi kapan," katanya.
Ia mengatakan jika berbicara penegakan hukum, harus bicara target karena biayanya mahal dan digaji mahal. "Kalau sekenanya, itu saya kira bukan suatu 'trigger mechanism' (mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien, red.)," katanya.
Dia menduga lambannya penanganan kasus Harun Masiku dan Nurhadi itu terjadi karena koordinasi yang kurang matang, koordinasinya lebih bagus KPK yang sebelumnya.
Menurut dia, KPK tidak mungkin berjalan sendiri karena harus melibatkan intelijen Polri dan sebagainya.
"Ini saya kira mungkin perlu evaluasi juga antara KPK dan Polri dalam rangka mengungkap kasus ini. Apalagi Ketua KPK yang sekarang (Firli Bahuri, red.) berasal dari Polri, kenapa tidak bisa mengungkap? Dulu bukan dari Polri tetapi kecepatannya sangat bagus," katanya.
Sebelumnya, MAKI akan memberikan hadiah iPhone 11 bagi siapapun yang memberikan informasi keberadaan keduanya sehingga dapat digunakan untuk menangkap keduanya oleh KPK.
"Informasi dapat diberikan langsung kepada KPK atau kepolisian setempat atau kepada MAKI nomor 081218637589," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (16/2).
Hadiah tersebut, kata dia, berlaku selamanya dan tidak terbatas termasuk informasi yang berasal dari aparat penegak hukum dan wartawan.
Diketahui, Harun merupakan salah satu tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, sedangkan Nurhadi tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.
Selain Nurhadi tersangka lainnya dalam kasus suap perkara di MA, yakni Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) juga telah ditetapkan dalam status DPO.
Baca juga: Koordinator MAKI datangi polrestabes terkait laporan ketua PN
"Itu saya kira suatu langkah yang positif, sebagai NGO (Non-Governmental Organization), MAKI ikut memberikan peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, ikut peran serta penegak hukum dalam rangka menentukan pelakunya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Menurut dia, sayembara tersebut sebagai partisipasi dalam rangka membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencari keberadaan Harun Masiku dan Nurhadi.
Di sisi lain, kata dia, sayembara tersebut diharapkan bukan untuk mengejek atas lambannya penangkapan dua orang yang telah masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK tersebut.
Baca juga: MAKI: Kejati diminta ungkap oknum DPRD Jateng di korupsi banprov
Baca juga: Ketua Pengadilan Semarang polisikan Koordinator MAKI
"Ini kan (sayembara yang digelar MAKI, red.) bisa positif, bisa negatif. Dalam arti negatif, ya mungkin mengejek, meledek, kenapa ini si penegak hukum sekaliber KPK, kemudian posisi di Indonesia, orangnya jelas, profesinya jelas, sampai detik ini tidak ditemukan," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan jika sayembara tersebut mengandung arti ejekan, diharapkan dapat memacu KPK untuk segera menangkap dua buronan itu.
"Ini suatu ledekan tetapi punya motif untuk berpacu dalam rangka mengungkap pelaku kejahatan, mengungkap dua orang yang masuk DPO tadi," tegasnya.
Lebih lanjut, Hibnu mengatakan jika dibanding dengan KPK sebelumnya, KPK yang sekarang lamban dalam menangkap orang sehingga berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah itu.
"KPK sebelumnya, kecepatan itu sangat menentukan, kecepatan menangkap orang, masyarakat percaya. Ini (KPK sekarang, red.) masyarakat sekarang kok pada tidak percaya, sudah tidak percaya, tindakan-tindakan yang jelas pun kondisi yang sekarang tidak bisa memberikan jawaban yang maksimal. Kalau mencari sampai ketemu, siapa pun pasti akan mencari sampai ketemu tapi kapan," katanya.
Ia mengatakan jika berbicara penegakan hukum, harus bicara target karena biayanya mahal dan digaji mahal. "Kalau sekenanya, itu saya kira bukan suatu 'trigger mechanism' (mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien, red.)," katanya.
Dia menduga lambannya penanganan kasus Harun Masiku dan Nurhadi itu terjadi karena koordinasi yang kurang matang, koordinasinya lebih bagus KPK yang sebelumnya.
Menurut dia, KPK tidak mungkin berjalan sendiri karena harus melibatkan intelijen Polri dan sebagainya.
"Ini saya kira mungkin perlu evaluasi juga antara KPK dan Polri dalam rangka mengungkap kasus ini. Apalagi Ketua KPK yang sekarang (Firli Bahuri, red.) berasal dari Polri, kenapa tidak bisa mengungkap? Dulu bukan dari Polri tetapi kecepatannya sangat bagus," katanya.
Sebelumnya, MAKI akan memberikan hadiah iPhone 11 bagi siapapun yang memberikan informasi keberadaan keduanya sehingga dapat digunakan untuk menangkap keduanya oleh KPK.
"Informasi dapat diberikan langsung kepada KPK atau kepolisian setempat atau kepada MAKI nomor 081218637589," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (16/2).
Hadiah tersebut, kata dia, berlaku selamanya dan tidak terbatas termasuk informasi yang berasal dari aparat penegak hukum dan wartawan.
Diketahui, Harun merupakan salah satu tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, sedangkan Nurhadi tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.
Selain Nurhadi tersangka lainnya dalam kasus suap perkara di MA, yakni Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) juga telah ditetapkan dalam status DPO.
Baca juga: Koordinator MAKI datangi polrestabes terkait laporan ketua PN