Purwokerto (ANTARA) - Perempuan dan anak asal Indonesia yang sebelumnya menjadi pengikut ISIS harus mendapatkan perlindungan khusus jika dipulangkan ke Tanah Air, kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak Kabupaten Banyumas Tri Wuryaningsih.

"Memang, untuk perempuan dan anak-anak harus mendapatkan perlindungan khusus karena ini nanti terkait dengan stigma-stigma masyarakat yang ditempelkan kepada perempuan dan anak-anak ini. Apalagi anak-anak ini masa depannya masih panjang," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin.

Dia mengatakan anak-anak eks-ISIS tersebut membutuhkan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh kembang secara optimal sehingga dapat tumbuh menjadi seperti anak-anak yang lain.

Dengan demikian, lanjut dia, anak-anak tersebut bisa bersekolah dan tinggal di lingkungan dengan nyaman.

"Ini bagaimana kemudian pemerintah perlu melakukan upaya-upaya penanganan khusus, mungkin melalui tenaga-tenaga psikolog untuk memberikan penguatan, motivasi, pendidikan juga kepada masyarakat di sekitar karena berkaitan dengan rehabilitasi," kata Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.

Baca juga: Ganjar tegas tolak pemulangan WNI eks ISIS

Setelah dipulangkan ke Tanah Air, kata dia, sekitar 600 orang mantan pengikut ISIS asal Indonesia yang sebagian merupakan perempuan dan anak-anak itu akan tinggal di lingkungan masyarakat.

Karena itu, lanjut dia, masyarakat juga harus diberikan pemahaman yang cukup terkait dengan mantan pengikut ISIS tersebut.

Dia mengharapkan masyarakat tidak memberikan stigma, tetapi justru ikut membantu supaya mantan ISIS itu bisa hidup di lingkungan secara nyaman dan kemudian tidak terprovokasi oleh gerakan-gerakan seperti ISIS lagi.

Terkait dengan upaya deradikalisasi terhadap para mantan pengikut ISIS, perempuan yang akrab disapa Triwur itu, mengatakan upaya tersebut perlu dibedakan antara anak-anak dan dewasa melalui sentuhan-sentuhan atau pendekatan-pendekatan tertentu.

"Apalagi untuk anak-anak harus bisa dibedakan dengan orang dewasa karena memang dia mungkin tidak paham, tetapi dia akan mendapatkan dampak dari, misalnya stigma-stigma yang diberikan oleh masyarakat kepada anak tersebut," katanya.

Menurut dia, anak-anak tersebut sebetulnya tidak tahu apa-apa, sehingga mereka hanya korban karena terpaksa harus ikut orang tuanya.

"Ini yang butuh penguatan-penguatan secara mental dan motivasi dari tenaga-tenaga psikolog mestinya," kata dia.

Baca juga: Pemerintah harus arif terkait dengan bekas pengikut ISIS
 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024