Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengajak masyarakat mengelola hutan secara legal dan bertanggung jawab melalui Program Perhutanan Sosial sebagai upaya mengurangi jumlah warga miskin yang tinggal di sekitar hutan
"Program perhutanan sosial memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola hutan secara legal, dengan salah satu dari lima skema yang ada yaitu skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat," kata Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhie di Semarang, Senin.
Menurut Sekda, ada pembelajaran yang bisa diambil dari Program Perhutanan Sosial yakni pembelajaran bagaimana memanfaatkan lahan di kawasan hutan, sekaligus menjaga kelestariannya.
Baca juga: Petani Pati kantongi izin pemanfaatan hutan seluas 1.265 hektare
Pelaku Program Perhutanan Sosial, kata dia, kesatuan masyarakat secara sosial yang merupakan warga negara Indonesia yang tinggal di kawasan hutan atau di dalam kawasan hutan dan keabsahannya dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP).
Kemudian, memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, serta aktivitasnya berpengaruh pada ekosistem hutan.
"Dari hutan yang dikelola masyarakat, ternyata mereka bisa mengembangkannya seperti petani di Grobogan yang sudah bisa memroduksi minyak kayu putih. Tinggal nanti pendampingannya," ujarnya.
Terkait dengan bantuan kepada para petani, Sekda berpandangan bahwa sebenarnya mereka akan lebih berkembang tanpa bantuan dan yang pasti lebih serius mengelola kontinyuitas produksi dari komoditasnya.
"Pemberian bantuan secara cuma-cuma biasanya mengurangi rasa tanggungjawab penerima. Berbeda ketika mereka dalam satu kelompok dengan aktivitas usaha bersama, mereka akan dipaksa untuk belajar mengelola produksinya," katanya.
Baca juga: Polisi sebut tanaman ganja di lahan BKSDA Garut diduga sengaja ditanam
Baca juga: Penanggung jawab pelaksana proyek jadi tersangka perusakan hutan Perhutani
"Program perhutanan sosial memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola hutan secara legal, dengan salah satu dari lima skema yang ada yaitu skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat," kata Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhie di Semarang, Senin.
Menurut Sekda, ada pembelajaran yang bisa diambil dari Program Perhutanan Sosial yakni pembelajaran bagaimana memanfaatkan lahan di kawasan hutan, sekaligus menjaga kelestariannya.
Baca juga: Petani Pati kantongi izin pemanfaatan hutan seluas 1.265 hektare
Pelaku Program Perhutanan Sosial, kata dia, kesatuan masyarakat secara sosial yang merupakan warga negara Indonesia yang tinggal di kawasan hutan atau di dalam kawasan hutan dan keabsahannya dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP).
Kemudian, memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, serta aktivitasnya berpengaruh pada ekosistem hutan.
"Dari hutan yang dikelola masyarakat, ternyata mereka bisa mengembangkannya seperti petani di Grobogan yang sudah bisa memroduksi minyak kayu putih. Tinggal nanti pendampingannya," ujarnya.
Terkait dengan bantuan kepada para petani, Sekda berpandangan bahwa sebenarnya mereka akan lebih berkembang tanpa bantuan dan yang pasti lebih serius mengelola kontinyuitas produksi dari komoditasnya.
"Pemberian bantuan secara cuma-cuma biasanya mengurangi rasa tanggungjawab penerima. Berbeda ketika mereka dalam satu kelompok dengan aktivitas usaha bersama, mereka akan dipaksa untuk belajar mengelola produksinya," katanya.
Baca juga: Polisi sebut tanaman ganja di lahan BKSDA Garut diduga sengaja ditanam
Baca juga: Penanggung jawab pelaksana proyek jadi tersangka perusakan hutan Perhutani