Pati, Jateng (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mendorong petani yang memanfaatkan kawasan hutan untuk membudidayakan porang sebagai tanaman umbi-umbian dengan nilai ekonomis tinggi.
"Perhutani sudah menyediakan lahan seluas 700 hektare untuk ditanami porang, petani tinggal menyiapkan bibit dan kebutuhan penanamannya," kata Bupati Pati Haryanto di sela penanaman bibit porang di kawasan hutan Dukuh Kalongan Kidul, Desa Karangsumber, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Kamis.
Kegiatan dengan prakarsa Asosiasi Petani Porang Pati (Asperati) itu, juga dihadiri Administrator Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pati Sukidi dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pati Muchtar Effendi.
Ia juga berjanji membantu pengadaan bibit porang lewat APBD Perubahan 2020. Usulan anggarannya lebih dari Rp200 juta dan pengadaannya melalui pihak ketiga.
Keikutsertaannya dalam penanaman porang di Desa Karangsumber, lanjut Haryanto, untuk memotivasi masyarakat, terutama pemuda agar membudidayakan porang.
"Selain menguntungkan, budi daya tanaman porang juga bagian dari upaya pelestarian hutan. Anak-anak muda tidak perlu merantau ke negeri orang cukup bergabung dengan asosiasi petani porang," ujarnya.
Hasil pertanian porang, kata dia, menggiurkan karena Menteri Pertanian dan Gubernur Jateng telah melakukan ekspor perdana di Semarang, sehingga 1,5 tahun mendatang Pati bisa mengekspor porang.
Baca juga: Mentan ajak petani dan pengekspor manfaatkan peluang ekspor porang
Ketua Asperati Luqman Saiful Hidayat menambahkan penanaman porang untuk mengubah pola pikir masyarakat, yang tadinya membabat hutan untuk ditanami jagung atau ketela, beralih ke porang yang untuk membudidayakannya tanpa harus merusak hutan.
"Tanaman porang justru efektif ditanam di bawah naungan (pohon), sekaligus melestarikan hutan," ujarnya.
Ia menjelaskan porang komoditas ekspor bernilai ekonomi tinggi karena di luar negeri dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan aneka makanan, di antaranya mi shirataki, beras analog atau beras nonpadi, agar-agar konyaku, dan tahu.
"Porang juga berguna di industri dirgantara, yakni sebagai bahan baku lem perekat untuk pesawat. Kemudian, serat dari batangnya untuk membuat baju. Ada lagi, glukomanan yang terkandung dalam porang merupakan bahan baku pembuatan kapsul," papar dia.
Dengan modal sekitar Rp60 juta, katanya, setiap hektare lahan bisa ditanami hingga 40.000 bibit, sedangkan saat usia tanaman 1,5 tahun berat buahnya mencapai dua kilogram sehingga setiap hektare bisa menghasilkan 80 ton.
Dengan harga jual per kilogram Rp10.000, maka setiap hektare lahan porang bisa menghasilkan Rp800 juta.
"Itu belum termasuk panen katak atau buahnya berupa bintil cokelat kehitaman yang muncul pada pangkal daun tanaman porang," ujarnya.
Terkait dengan pemasaran, kata dia, sudah ada kerja sama dengan beberapa pabrik produsen mi shirataki dan konyaku yang siap menampung hasil produksi porang Kabupaten Pati.
Baca juga: Jateng Targetkan Tanam Dua Juta Pohon di Hutan Rakyat
Baca juga: Wonogiri Padukan Manfaat Ekonomi-Ekologi Hutan Rakyat
"Perhutani sudah menyediakan lahan seluas 700 hektare untuk ditanami porang, petani tinggal menyiapkan bibit dan kebutuhan penanamannya," kata Bupati Pati Haryanto di sela penanaman bibit porang di kawasan hutan Dukuh Kalongan Kidul, Desa Karangsumber, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Kamis.
Kegiatan dengan prakarsa Asosiasi Petani Porang Pati (Asperati) itu, juga dihadiri Administrator Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pati Sukidi dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pati Muchtar Effendi.
Ia juga berjanji membantu pengadaan bibit porang lewat APBD Perubahan 2020. Usulan anggarannya lebih dari Rp200 juta dan pengadaannya melalui pihak ketiga.
Keikutsertaannya dalam penanaman porang di Desa Karangsumber, lanjut Haryanto, untuk memotivasi masyarakat, terutama pemuda agar membudidayakan porang.
"Selain menguntungkan, budi daya tanaman porang juga bagian dari upaya pelestarian hutan. Anak-anak muda tidak perlu merantau ke negeri orang cukup bergabung dengan asosiasi petani porang," ujarnya.
Hasil pertanian porang, kata dia, menggiurkan karena Menteri Pertanian dan Gubernur Jateng telah melakukan ekspor perdana di Semarang, sehingga 1,5 tahun mendatang Pati bisa mengekspor porang.
Baca juga: Mentan ajak petani dan pengekspor manfaatkan peluang ekspor porang
Ketua Asperati Luqman Saiful Hidayat menambahkan penanaman porang untuk mengubah pola pikir masyarakat, yang tadinya membabat hutan untuk ditanami jagung atau ketela, beralih ke porang yang untuk membudidayakannya tanpa harus merusak hutan.
"Tanaman porang justru efektif ditanam di bawah naungan (pohon), sekaligus melestarikan hutan," ujarnya.
Ia menjelaskan porang komoditas ekspor bernilai ekonomi tinggi karena di luar negeri dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan aneka makanan, di antaranya mi shirataki, beras analog atau beras nonpadi, agar-agar konyaku, dan tahu.
"Porang juga berguna di industri dirgantara, yakni sebagai bahan baku lem perekat untuk pesawat. Kemudian, serat dari batangnya untuk membuat baju. Ada lagi, glukomanan yang terkandung dalam porang merupakan bahan baku pembuatan kapsul," papar dia.
Dengan modal sekitar Rp60 juta, katanya, setiap hektare lahan bisa ditanami hingga 40.000 bibit, sedangkan saat usia tanaman 1,5 tahun berat buahnya mencapai dua kilogram sehingga setiap hektare bisa menghasilkan 80 ton.
Dengan harga jual per kilogram Rp10.000, maka setiap hektare lahan porang bisa menghasilkan Rp800 juta.
"Itu belum termasuk panen katak atau buahnya berupa bintil cokelat kehitaman yang muncul pada pangkal daun tanaman porang," ujarnya.
Terkait dengan pemasaran, kata dia, sudah ada kerja sama dengan beberapa pabrik produsen mi shirataki dan konyaku yang siap menampung hasil produksi porang Kabupaten Pati.
Baca juga: Jateng Targetkan Tanam Dua Juta Pohon di Hutan Rakyat
Baca juga: Wonogiri Padukan Manfaat Ekonomi-Ekologi Hutan Rakyat