Boyolali (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Boyolali telah melakukan berbagai upaya termasuk vaksinasi pada ribuan ekor hewan ternak terutama sapi dan kambing untuk mengantisipasi penyebaran penyakit antrax di wilayahnya.
Kepala Disnakan Bambang Purwadi, di Boyolali, Selasa, mengatakan, soal penyakit antrax pada hewan ternak sapi sudah dikendalikan secara intesif, karena Boyolali merupakan daerah endemik penyakit ternak yang dapat menular kepada manusia itu.
"Boyolali yang jelas pada 2011 pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) antrax di salah satu kecamatan. Namun, penyakit antrax di Boyolali sejak 2011 hingga sekarang tidak ada lagi," kata Bambang Purwadi.
Baca juga: Bupati Magelang hentikan operasional pabrik pakan ternak PT Sidoagung Farm
Hal tersebut, kata dia, karena pihaknya selalu mengambil sampel tanah di daerah endemik antrax, dan juga mengambil sampel tanah tempat bekas untuk mengubur ternak sapi yang mati diduga terjangkit antrax di daerah endemik.
Bahkan, Disnakan Boyolali juga selalu memberikan vaksin antrax kepada ternak sapi dan kambing rata-rata setiap tahun bisa mencapai 3.000 ekor hingga 6.000 ekor terutama di daerah endemik atau pernah terjangkit antrax.
"Hal ini, sangat membantu mengantisipasi penyebaran penyakit antrax di Boyolali. Namun, Boyolali hingga sekarang masih aman penyakit antrax," katanya.
Selain itu, lanjut dia, antisipasi penyakit antrax juga dilakukan dengan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada para peternak, pedagang yang memasukkan ternak dari luar Boyolali. Para pedagang ini, sudah mendapat sosialisasi, dan terutama jalur lalu lintas perdagangan ternak di daerah-daerah endemik antrax terus diwaspadai.
Pemkab Boyolali juga menyediakan dana khusus untuk mengganti hewan ternak yang mati mendadak terutama sapi dan kambing dengan memberikan bantuan sosial. Karena, ternak yang diduga terjangkit penyakit antrax tidak boleh dijual, bisa menyebarkan penyakit ke hewan-hewan lain, apalagi ke manusia.
"Ternak mati mendadak itu harus dikubur dan diambil sampelnya dikirim ke laboratorium untuk memastikan apakah terjangkit antrax atau tidak. Namun, Boyolali hingga sekarang masih bebas antrax," katanya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Disnakan Kabupaten Boyolali dokter hewan Aviany Rifdania menambahkan Boyolali sejak 2018 telah meluncurkan program Sistem Informasi dan Monitoring Sapi (Simapi) sebagai salah satu mengantisipasi penyebaran penyakit ternak.
"Progran Simapi merupakan sebuah sistem informasi monitoring menggunakan "eartag QR code", hingga 2019 telah dilaksanakan 6.000 ekor sapi yang tersebar 22 kecamatan di Boyolali. Setiap ekor sapi ada barkotnya yang ditempelkan di anting-anting sapi," katanya.
Pihaknya awalnya kesulitan untuk pendeteksian penyakit ternak, karena individu penanggulangan penyakit agak susah. Namun, adanya simapi ini, memudahkan dalam pendeteksi penyakit dan bisa secara rinci. Penyakit ternak sapi bisa menular ke manusia, sehingga dengan program Simapi ini, merasa dimudahkan dalam hal penanggulangan dan penanganan penyakit.
"Program simapi diharapkan ke depan lebih membantu masyarakat terutama yang pertama dari sisi hewannya, dan gampang terdeteksi serta mudah dengan handphone android," katanya.
Pada Simapi tersebut, kata dia, ada identitas dan foto pemilik ternak. Simapi ini, seperti kartu tandan penduduk (KTP) untuk ternak sapi, ada foto pemilik dan sapinya.
"Kami program Simapi hingga 2021 sudah menganggarkan untuk sapi sebanyak 10.000 ekor. Hal ini, mengingat populasi ternak sapi di Boyolali hingga sekarang sangat besar, yakni mencapai 180.000 ekor," katanya.
Baca juga: Jateng usulkan pos lalu lintas ternak di daerah perbatasan
Kepala Disnakan Bambang Purwadi, di Boyolali, Selasa, mengatakan, soal penyakit antrax pada hewan ternak sapi sudah dikendalikan secara intesif, karena Boyolali merupakan daerah endemik penyakit ternak yang dapat menular kepada manusia itu.
"Boyolali yang jelas pada 2011 pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) antrax di salah satu kecamatan. Namun, penyakit antrax di Boyolali sejak 2011 hingga sekarang tidak ada lagi," kata Bambang Purwadi.
Baca juga: Bupati Magelang hentikan operasional pabrik pakan ternak PT Sidoagung Farm
Hal tersebut, kata dia, karena pihaknya selalu mengambil sampel tanah di daerah endemik antrax, dan juga mengambil sampel tanah tempat bekas untuk mengubur ternak sapi yang mati diduga terjangkit antrax di daerah endemik.
Bahkan, Disnakan Boyolali juga selalu memberikan vaksin antrax kepada ternak sapi dan kambing rata-rata setiap tahun bisa mencapai 3.000 ekor hingga 6.000 ekor terutama di daerah endemik atau pernah terjangkit antrax.
"Hal ini, sangat membantu mengantisipasi penyebaran penyakit antrax di Boyolali. Namun, Boyolali hingga sekarang masih aman penyakit antrax," katanya.
Selain itu, lanjut dia, antisipasi penyakit antrax juga dilakukan dengan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada para peternak, pedagang yang memasukkan ternak dari luar Boyolali. Para pedagang ini, sudah mendapat sosialisasi, dan terutama jalur lalu lintas perdagangan ternak di daerah-daerah endemik antrax terus diwaspadai.
Pemkab Boyolali juga menyediakan dana khusus untuk mengganti hewan ternak yang mati mendadak terutama sapi dan kambing dengan memberikan bantuan sosial. Karena, ternak yang diduga terjangkit penyakit antrax tidak boleh dijual, bisa menyebarkan penyakit ke hewan-hewan lain, apalagi ke manusia.
"Ternak mati mendadak itu harus dikubur dan diambil sampelnya dikirim ke laboratorium untuk memastikan apakah terjangkit antrax atau tidak. Namun, Boyolali hingga sekarang masih bebas antrax," katanya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Disnakan Kabupaten Boyolali dokter hewan Aviany Rifdania menambahkan Boyolali sejak 2018 telah meluncurkan program Sistem Informasi dan Monitoring Sapi (Simapi) sebagai salah satu mengantisipasi penyebaran penyakit ternak.
"Progran Simapi merupakan sebuah sistem informasi monitoring menggunakan "eartag QR code", hingga 2019 telah dilaksanakan 6.000 ekor sapi yang tersebar 22 kecamatan di Boyolali. Setiap ekor sapi ada barkotnya yang ditempelkan di anting-anting sapi," katanya.
Pihaknya awalnya kesulitan untuk pendeteksian penyakit ternak, karena individu penanggulangan penyakit agak susah. Namun, adanya simapi ini, memudahkan dalam pendeteksi penyakit dan bisa secara rinci. Penyakit ternak sapi bisa menular ke manusia, sehingga dengan program Simapi ini, merasa dimudahkan dalam hal penanggulangan dan penanganan penyakit.
"Program simapi diharapkan ke depan lebih membantu masyarakat terutama yang pertama dari sisi hewannya, dan gampang terdeteksi serta mudah dengan handphone android," katanya.
Pada Simapi tersebut, kata dia, ada identitas dan foto pemilik ternak. Simapi ini, seperti kartu tandan penduduk (KTP) untuk ternak sapi, ada foto pemilik dan sapinya.
"Kami program Simapi hingga 2021 sudah menganggarkan untuk sapi sebanyak 10.000 ekor. Hal ini, mengingat populasi ternak sapi di Boyolali hingga sekarang sangat besar, yakni mencapai 180.000 ekor," katanya.
Baca juga: Jateng usulkan pos lalu lintas ternak di daerah perbatasan