Solo (ANTARA) - Ratusan pengemudi ojek "online" atau berbasis daring yang ada di Soloraya menggeruduk Kantor Maxim Perwakilan Surakarta menuntut penyamaan tarif minimal pelayanan kepada pelanggan.
"Seperti diketahui, kalau tarif minimal kami kan Rp7.000-10.000, sedangkan Maxim ini main di Rp2.000-3.000," kata penanggung jawab kegiatan Bambang Wijanarko di sela aksi di Solo, Senin.
Ia mengatakan kali ini sekitar 500 pengemudi ojek "online" yang merupakan gabungan dari Gojek dan Grab tersebut memberikan waktu tiga hari untuk menyamakan tarif.
Baca juga: Pemprov Jateng gandeng Gojek untuk layani aduan masyarakat
"Kami melakukan aksi damai, tidak anarkis. Tadi saat mediasi di dalam kami beri waktu tiga hari tersebut, tetapi untuk saat ini kami tutup kantornya dulu," katanya.
Meski demikian, pihaknya tidak menutup aplikasi Maxim karena masih menghargai mitra Maxim yang mencari nafkah di lapangan.
"Tetapi kalau dalam waktu tiga hari ini mereka tidak bisa menyamakan tarif maka kantor kami tutup, aplikasi Maxim kami tutup," katanya.
Selain itu, jika dalam waktu tiga hari perusahaan tersebut masih menggunakan tarif lebih murah maka dipastikannya para pengemudi ojek "online" akan melakukan aksi yang lebih besar dibandingkan kali ini.
"Tunggu saja, kami tidak menjamin keamanan mitra Maxim. Sebenarnya kami tidak mau anarkis tetapi kan mereka sudah membuat pernyataan bahwa sanggup menyamakan tarif," katanya.
Sementara itu, diakuinya, perbedaan tarif minimal yang terlalu besar tersebut cukup merugikan ojek "online" lain karena banyak pelanggan yang berpindah dari Gojek dan Grab ke Maxim.
"Ini (tarif Maxim) sangat menzalimi ojol lain. Sebetulnya kejadian ini tidak hanya di Kota Solo tetapi juga kota lain. Malah aksi di Solo ini termasuk telat karena sebetulnya selama delapan bulan ini kami masih berusaha 'ngemong'," katanya.
Baca juga: Aplikator ojek daring diminta perketat seleksi mitra
"Seperti diketahui, kalau tarif minimal kami kan Rp7.000-10.000, sedangkan Maxim ini main di Rp2.000-3.000," kata penanggung jawab kegiatan Bambang Wijanarko di sela aksi di Solo, Senin.
Ia mengatakan kali ini sekitar 500 pengemudi ojek "online" yang merupakan gabungan dari Gojek dan Grab tersebut memberikan waktu tiga hari untuk menyamakan tarif.
Baca juga: Pemprov Jateng gandeng Gojek untuk layani aduan masyarakat
"Kami melakukan aksi damai, tidak anarkis. Tadi saat mediasi di dalam kami beri waktu tiga hari tersebut, tetapi untuk saat ini kami tutup kantornya dulu," katanya.
Meski demikian, pihaknya tidak menutup aplikasi Maxim karena masih menghargai mitra Maxim yang mencari nafkah di lapangan.
"Tetapi kalau dalam waktu tiga hari ini mereka tidak bisa menyamakan tarif maka kantor kami tutup, aplikasi Maxim kami tutup," katanya.
Selain itu, jika dalam waktu tiga hari perusahaan tersebut masih menggunakan tarif lebih murah maka dipastikannya para pengemudi ojek "online" akan melakukan aksi yang lebih besar dibandingkan kali ini.
"Tunggu saja, kami tidak menjamin keamanan mitra Maxim. Sebenarnya kami tidak mau anarkis tetapi kan mereka sudah membuat pernyataan bahwa sanggup menyamakan tarif," katanya.
Sementara itu, diakuinya, perbedaan tarif minimal yang terlalu besar tersebut cukup merugikan ojek "online" lain karena banyak pelanggan yang berpindah dari Gojek dan Grab ke Maxim.
"Ini (tarif Maxim) sangat menzalimi ojol lain. Sebetulnya kejadian ini tidak hanya di Kota Solo tetapi juga kota lain. Malah aksi di Solo ini termasuk telat karena sebetulnya selama delapan bulan ini kami masih berusaha 'ngemong'," katanya.
Baca juga: Aplikator ojek daring diminta perketat seleksi mitra