Temanggung (ANTARA) - Anggota DPR RI Abdul Kadir Karding mengatakan usulan PBNU tentang pemilihan presiden dan wakil presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat akan dikaji oleh MPR.
"Usulan dari PBNU itu saya kira biar dikaji di MPR dan biar jadi diskusi publik, saya tidak akan beropini," kata Abdul Kadir Karding di Temanggung, Jumat.
Abdul Kadir Karding mengemukakan hal itu usai menyerahkan bantuan sepeda motor pengangkut sampah kepada sejumlah kelompok bank sampah di Kabupaten Temanggung.
Karding menuturkan bahwa usulan pemilihan presiden oleh MPR tentu akan dibahas MPR karena soal pemilihan presiden itu harus ada di Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.
"Akan tetapi, kalau saya pribadi setuju untuk DPRD memilih bupati/wali kota atau gubernur karena saya pernah mengalami waktu jadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah," kata Karding.
Ketika menjadi anggota DPRD Provinsi Jateng, Karding pernah mengalami pemilihan gubernur oleh DPRD. Setelah 2004, pemilihan langsung, jadi telah mengalami dua masa tersebut.
"Saya pernah mengalami dua masa itu, saya lihat mudaratnya lebih kuat pilkada langsung," katanya.
Baca juga: Karding: Naikkan cukai rokok kebijakan salah kaprah
Menurut dia, dari sisi politik uang, tentu hasil kepemimpinan dipilih dari model-model politik uang, pragmatisme itu sudah bukan menjadi rahasia umum hampir tidak ada bupati atau gubernur terpilih "tidak menggunakan logistik yang banyak".
"Hal itu akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat dan berimbas pada pemilihan anggota legislatif, akhirnya menjadi DPRD, menjadi DPR itu juga kalau mau jujur juga mahal jadinya," kata Karding.
Akhirnya, lanjut dia, orang-orang yang memang mempunyai kapasitas, peluangnya akan kecil untuk terpilih karena harus berdasarkan modal yang kuat.
"Itu salah satu mudaratnya, bukan berarti dipilih DPRD tidak ada uang, pasti ada tetapi ngontrol-nya akan jauh lebih mudah. Misalnya, kalau ada pemilihan KPK atau kejaksaan atau kepolisian untuk menyadap telepon satu per satu anggota dewan. Kalau terima duit, hajar itu akan selesai," katanya.
Jika bicara demokrasi langsung atau tidak langsung, menurut dia, kedekatan pemilih dengan pemimpin tergantung pada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya memang merakyat, dipilih dengan cara apa pun tetap akan merakyat.
Menyinggung soal pemilihan oleh DPRD, Karding mengatakan bahwa hal itu akan mengurangi demokrasi.
Demokrasi ala Indonesia itu, kata dia, demokrasi musyawarah mufakat. Pancasila yang utama itu salah satunya adalah gotong royong dan musyawarah mufakat.
"Memang justru kalau pemilihan langsung ini secara jujur demokrasi permusyawaratan kita agak berkurang bobotnya. Itu pendapat pribadi, soal ada usulan dari PBNU saya kira biar dikaji di MPR dan jadi diskusi publik," kata Karding.
Baca juga: Karding serahkan bantuan sepeda motor sampah di Temanggung
"Usulan dari PBNU itu saya kira biar dikaji di MPR dan biar jadi diskusi publik, saya tidak akan beropini," kata Abdul Kadir Karding di Temanggung, Jumat.
Abdul Kadir Karding mengemukakan hal itu usai menyerahkan bantuan sepeda motor pengangkut sampah kepada sejumlah kelompok bank sampah di Kabupaten Temanggung.
Karding menuturkan bahwa usulan pemilihan presiden oleh MPR tentu akan dibahas MPR karena soal pemilihan presiden itu harus ada di Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.
"Akan tetapi, kalau saya pribadi setuju untuk DPRD memilih bupati/wali kota atau gubernur karena saya pernah mengalami waktu jadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah," kata Karding.
Ketika menjadi anggota DPRD Provinsi Jateng, Karding pernah mengalami pemilihan gubernur oleh DPRD. Setelah 2004, pemilihan langsung, jadi telah mengalami dua masa tersebut.
"Saya pernah mengalami dua masa itu, saya lihat mudaratnya lebih kuat pilkada langsung," katanya.
Baca juga: Karding: Naikkan cukai rokok kebijakan salah kaprah
Menurut dia, dari sisi politik uang, tentu hasil kepemimpinan dipilih dari model-model politik uang, pragmatisme itu sudah bukan menjadi rahasia umum hampir tidak ada bupati atau gubernur terpilih "tidak menggunakan logistik yang banyak".
"Hal itu akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat dan berimbas pada pemilihan anggota legislatif, akhirnya menjadi DPRD, menjadi DPR itu juga kalau mau jujur juga mahal jadinya," kata Karding.
Akhirnya, lanjut dia, orang-orang yang memang mempunyai kapasitas, peluangnya akan kecil untuk terpilih karena harus berdasarkan modal yang kuat.
"Itu salah satu mudaratnya, bukan berarti dipilih DPRD tidak ada uang, pasti ada tetapi ngontrol-nya akan jauh lebih mudah. Misalnya, kalau ada pemilihan KPK atau kejaksaan atau kepolisian untuk menyadap telepon satu per satu anggota dewan. Kalau terima duit, hajar itu akan selesai," katanya.
Jika bicara demokrasi langsung atau tidak langsung, menurut dia, kedekatan pemilih dengan pemimpin tergantung pada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya memang merakyat, dipilih dengan cara apa pun tetap akan merakyat.
Menyinggung soal pemilihan oleh DPRD, Karding mengatakan bahwa hal itu akan mengurangi demokrasi.
Demokrasi ala Indonesia itu, kata dia, demokrasi musyawarah mufakat. Pancasila yang utama itu salah satunya adalah gotong royong dan musyawarah mufakat.
"Memang justru kalau pemilihan langsung ini secara jujur demokrasi permusyawaratan kita agak berkurang bobotnya. Itu pendapat pribadi, soal ada usulan dari PBNU saya kira biar dikaji di MPR dan jadi diskusi publik," kata Karding.
Baca juga: Karding serahkan bantuan sepeda motor sampah di Temanggung