Semarang (ANTARA) - Analis politik dari Universitas Diponegoro Teguh Yuwono menyebut daerah yang berpotensi konflik berisiko tinggi dan berkepanjangan sebaiknya jangan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung.
"Seyogianya, pilkada di daerah yang berpotensi konflik besar melalui wakil rakyat," kata Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. di Semarang, Senin.
Menurut Teguh, banyak faktor kenapa pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Namun, faktor yang paling utama adalah high cost politics (politik biaya tinggi) dan high risk conflict (konflik berisiko tinggi) dan berkepanjangan.
Baca juga: Iqbal Wibisono: Pemilihan kepala daerah via DPRD tak langgar UUD
"Apalagi, potensi konflik sudah ada. Konflik pilkada ini ibarat membakar rumput kering, mudah terbakar," kata alumnus Flinders University Australia ini.
Dengan demikian, lanjut Teguh, ada daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Namun, ada pula yang tidak langsung atau melalui lembaga legislatif, atau menyesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
"Istilahnya 'pilkada asimetris'," kata Teguh ketika merespons wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD menjelang pelaksanaan pilkada tahun depan di 270 daerah yang terdiri atas sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Sementara itu, di Jawa Tengah tercatat 21 daerah yang akan menggelar Pilkada Serentak 2020, yakni Kota Semarang (Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah), Kota Surakarta, Kota Magelang, dan Kota Pekalongan.
Berikutnya, Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Kabupaten Semarang, Rembang, Purbalingga, Boyolali, Blora, Kendal, Sukoharjo, Wonosobo, Wonogiri, Purworejo, Sragen, Klaten, Demak, dan Kabupaten Grobogan.
Teguh yang pernah sebagai Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Undip menekankan, "Kalau potensi konflik besar, money politics (politik uang) besar, atau suap besar, jangan pilkada langsung."
Ia lantas mencontohkan sejumlah daerah yang berpotensi konflik pada pelaksanaan pilkada langsung, seperti Papua dan Maluku, sebaiknya pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
Menyinggung soal pemetaan daerah konflik, Teguh mengatakan bahwa Polri dan Kementerian Dalam Negeri punya data daerah mana saja yang berpotensi konflik. Jika dibutuhkan, data itu tinggal diperbarui.
Baca juga: Presiden: Pilkada tetap melalui pemilihan langsung
"Seyogianya, pilkada di daerah yang berpotensi konflik besar melalui wakil rakyat," kata Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. di Semarang, Senin.
Menurut Teguh, banyak faktor kenapa pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Namun, faktor yang paling utama adalah high cost politics (politik biaya tinggi) dan high risk conflict (konflik berisiko tinggi) dan berkepanjangan.
Baca juga: Iqbal Wibisono: Pemilihan kepala daerah via DPRD tak langgar UUD
"Apalagi, potensi konflik sudah ada. Konflik pilkada ini ibarat membakar rumput kering, mudah terbakar," kata alumnus Flinders University Australia ini.
Dengan demikian, lanjut Teguh, ada daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Namun, ada pula yang tidak langsung atau melalui lembaga legislatif, atau menyesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
"Istilahnya 'pilkada asimetris'," kata Teguh ketika merespons wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD menjelang pelaksanaan pilkada tahun depan di 270 daerah yang terdiri atas sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Sementara itu, di Jawa Tengah tercatat 21 daerah yang akan menggelar Pilkada Serentak 2020, yakni Kota Semarang (Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah), Kota Surakarta, Kota Magelang, dan Kota Pekalongan.
Berikutnya, Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Kabupaten Semarang, Rembang, Purbalingga, Boyolali, Blora, Kendal, Sukoharjo, Wonosobo, Wonogiri, Purworejo, Sragen, Klaten, Demak, dan Kabupaten Grobogan.
Teguh yang pernah sebagai Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Undip menekankan, "Kalau potensi konflik besar, money politics (politik uang) besar, atau suap besar, jangan pilkada langsung."
Ia lantas mencontohkan sejumlah daerah yang berpotensi konflik pada pelaksanaan pilkada langsung, seperti Papua dan Maluku, sebaiknya pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
Menyinggung soal pemetaan daerah konflik, Teguh mengatakan bahwa Polri dan Kementerian Dalam Negeri punya data daerah mana saja yang berpotensi konflik. Jika dibutuhkan, data itu tinggal diperbarui.
Baca juga: Presiden: Pilkada tetap melalui pemilihan langsung