Solo (ANTARA) - Satuan Reskrim Polres Kota Surakarta berhasil mengungkap kasus pemalsuan pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-e) dan kartu keluarga (KK) di Kantor Kecamatan Laweyan Solo.

Kepala Satuan Reskrim Polresta Surakarta AKP Arwansa, di Solo, Rabu, mengatakan, pelaku yang memalsukan dokumen kependudukan tersebut yakni Rian Riansyah (35), seorang pegawai tenaga kerja dengan perjanjian kerja (TKPK) atau tenaga honorer Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surakarta.

"Pelaku bekerja sebagai petugas operator pembuatan KTP-e Dispendukcapil Kota Surakarta, status tenaga kerja kontrak," ucapnya.

Arwansa mengatakan pelaku sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Polresta Surakarta untuk proses hukum lebih lanjut. Kejadian pembuatan KTP-e dan KK dilakukan oleh pelaku pada Maret 2019 dan kasus terungkap pada Juli.

Menurut dia, terungkap kasus tersebut berkat adanya laporan masyarakat. Pelaku membuatkan KTP-e kepada korban dengan bahan material asli, tetapi hanya datanya tidak tercatat dalam database sistem ‎kependudukan negara.

Baca juga: Markus Nari didakwa dapat 1,4 juta dolar AS dari proyek KTP-e

Pelaku warga Kecamatan Pasar Kliwon Solo tersebut meminta imbalan membuatkan KTP-e kepada korban senilai Rp500.000. Namun, pelaku membuatkan kartu identitas dengan cara yang tidak prosedural.

"Pelaku menerbitkan KTP-e resmi, tetapi tidak tercatat dalam databse kependudukan nasional. Korban ketika menggunakan KTP-e untuk identitasnya dalam pengajuan kredit di sebuah bank, tidak terdeteksi atau nomornya tidak keluar dalam database," ungkapnya.

Polisi melakukan menelusuran kasus tersebut, dan ternyata dilakukan Rian Riansyah yang membuat KTP-e secara tidak prosedural. Dari kejadian itu, polisi kemudian mengamankan pelakunya.

"Kami menyita sebuah handphone dan KTP-e yang dijadikan barang bukti," tuturnya.

Atas perbuatan pelaku dijerat dengan Pasal 94 dan atau Pasal 96 huruf (a) Undang Undang RI Nomor 24/2013, tentang perubahan atas UU RI Nomor 23/2006, tentang Administrasi Kependudukan. Ancaman hukumannya masing-masing 6 tahun‎ penjara hingga 10 tahun penjara.

Baca juga: Kemendagri: "Pemulung data" dapat dibui dan didenda Rp10 miliar

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024