Temanggung (ANTARA) - Masyarakat di lereng Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menggelar "Festival Lembutan 2019" sebagai upaya menghidupkan kembali cara merajang daun tembakau secara tradisional.
Ketua Festival Lembutan 2019 Agus Zamroni di Temanggung, Jumat mengatakan festival tahun kedua ini berlangsung selama tiga hari pada 11-13 Oktober 2019 di Lapangan Desa Bansari.
Dalam festival ini dipajang cacak (alat perajang daun tembakau manual) setinggi enam meter yang bisa dinaiki empat orang untuk berswafoto para pengunjung yang di bawahnya terdapat 150 cacak yang akan digunakan untuk merajang daun tembakau bersama pada Minggu (13/10).
Setelah merajang bersama, katanya, dilanjutkan jamasan cacak, diawali para kades dari 13 desa di Kecamatan Bansari bersama panitia akan mengambil air di Sendang Ijo dengan menggunakan tujuh "kelenting" kemudian diarak dan air dituangkan dalam satu gentong untuk ritual jamasan cacak.
Menurut dia, Festival Lembutan merupakan jalan tengah kedaulatan para petani tembakau, karena sampai saat ini harga daun tembakau tidak stabil.
Baca juga: Tembakau kualitas super di Temanggung belum terserap pabrikan
"Melalui kegiatan ini kita mengambil inisiatif untuk melestarikan 'lintingan' yang berasal dari tembakau lembutan," katanya.
Ia mengatakan kegiatan ini juga untuk mengumpulkan warga dari 13 desa di Kecamatan Bansari agar selalu guyup rukun.
Selain itu, katanya untuk melestarikan budaya merajang tembakau secara manual atau tradisional dengan menggunakan cacak yang saat ini sudah ditinggalkan para petani karena sekarang banyak menggunakan mesin.
"Penggunaan cacak seperti itu sudah jarang ditemukan untuk merajang tembakau, maka kami munculkan kembali kebudayaan yang ada di wilayah Kecamatan Bansari ini," katanya.
Menurut dia rajangan tembakau menggunakan mesin dengan menggunakan alat tradisional ini hasilnya berbeda, kalau menggunakan cacak manual hasilnya bisa lebih lembut, cita rasanya lebih enak, dan warna tembakau lebih jernih dan menarik, kalau menggunakan mesin warna agak kebiru-biruan sehingga kurang menarik dan dari segi rasa juga berbeda.
"Sudah jarang yang menggunkan alat tradisional ini, maka kita adakan lomba ngrajang dan nganjang tembakau diikuti oleh warga usia 35 tahun ke bawah sebagai upaya regenerasi," katanya.
Baca juga: Warga Liyangan sambut panen tembakau dengan gelar kirab budaya
Ketua Festival Lembutan 2019 Agus Zamroni di Temanggung, Jumat mengatakan festival tahun kedua ini berlangsung selama tiga hari pada 11-13 Oktober 2019 di Lapangan Desa Bansari.
Dalam festival ini dipajang cacak (alat perajang daun tembakau manual) setinggi enam meter yang bisa dinaiki empat orang untuk berswafoto para pengunjung yang di bawahnya terdapat 150 cacak yang akan digunakan untuk merajang daun tembakau bersama pada Minggu (13/10).
Setelah merajang bersama, katanya, dilanjutkan jamasan cacak, diawali para kades dari 13 desa di Kecamatan Bansari bersama panitia akan mengambil air di Sendang Ijo dengan menggunakan tujuh "kelenting" kemudian diarak dan air dituangkan dalam satu gentong untuk ritual jamasan cacak.
Menurut dia, Festival Lembutan merupakan jalan tengah kedaulatan para petani tembakau, karena sampai saat ini harga daun tembakau tidak stabil.
Baca juga: Tembakau kualitas super di Temanggung belum terserap pabrikan
"Melalui kegiatan ini kita mengambil inisiatif untuk melestarikan 'lintingan' yang berasal dari tembakau lembutan," katanya.
Ia mengatakan kegiatan ini juga untuk mengumpulkan warga dari 13 desa di Kecamatan Bansari agar selalu guyup rukun.
Selain itu, katanya untuk melestarikan budaya merajang tembakau secara manual atau tradisional dengan menggunakan cacak yang saat ini sudah ditinggalkan para petani karena sekarang banyak menggunakan mesin.
"Penggunaan cacak seperti itu sudah jarang ditemukan untuk merajang tembakau, maka kami munculkan kembali kebudayaan yang ada di wilayah Kecamatan Bansari ini," katanya.
Menurut dia rajangan tembakau menggunakan mesin dengan menggunakan alat tradisional ini hasilnya berbeda, kalau menggunakan cacak manual hasilnya bisa lebih lembut, cita rasanya lebih enak, dan warna tembakau lebih jernih dan menarik, kalau menggunakan mesin warna agak kebiru-biruan sehingga kurang menarik dan dari segi rasa juga berbeda.
"Sudah jarang yang menggunkan alat tradisional ini, maka kita adakan lomba ngrajang dan nganjang tembakau diikuti oleh warga usia 35 tahun ke bawah sebagai upaya regenerasi," katanya.
Baca juga: Warga Liyangan sambut panen tembakau dengan gelar kirab budaya