Magelang (ANTARA) - Budi Prayitno resmi menyandang jabatan Ketua DPRD Kota Magelang periode 2019-2024. Hal ini setelah dilakukan pengambilan sumpah dan jabatan pada rapat paripurna DPRD Kota Magelang pada Kamis (26/9).
Ketua Pengadilan Negeri Magelang M. Djohan Arifin mengambil sumpah jabatan Budi Prayitno beserta wakil ketua Dian Mega Aryani. Turut hadir dalam acara itu, antara lain Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito beserta segenap anggota forpimda, para anggota DPRD yang baru, dan kepala-kepala organisasi perangkat daerah.
Satu pimpinan DPRD yang belum diambil sumpahnya, yakni Bustanul Arifin, karena belum diambil sumpah sebagai anggota dewan. Bustanul Arifin akan diambil sumpah sebagai wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna tersendiri.
Jika Bustanul Arifin sudah dilantik maka susunan pimpinan DPRD Kota Magelang, adalah Budi Prayitno sebagai ketua dari PDIP dan dua wakil ketua, yakni Dian Mega Aryani dari Partai Demokrat serta Bustanul Arifin dari PKS.
Selesai pelantikan sebagai Ketua DPRD, Budi Prayitno, mengambil sumpah jabatan Bustanul Arifin sebagai anggota DPRD Kota Magelang periode 2019-2024. Dengan demikian, lengkap formasi anggota DPRD Kota Magelang periode 2019-2024 berjumlah 25 orang.
Anggota DPRD ini terdiri atas PDIP 9 kursi, Golkar (3), PKB (3), PKS (3), Demokrat (3), Hanura (2), Perindo (1), dan Gerindra (1).
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan sudah banyak tugas yang menunggu untuk dikerjakan anggota DPRD Kota Magelang, terutama untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
DPRD merupakan lembaga legislatif, sebagai wadah wakil rakyat terpilih untuk menjalankan pemerintahan bersama pemerintah daerah atau lembaga eksekutif.
Dalam perjalanannya, tentu saja akan banyak dinamika berkembang. Terlebih, para wakil rakyat ini dipilih melalui pemilihan umum. Masyarakat memilih para calon wakil rakyat yang diusung melalui partai politik.
Baca juga: Budi Prayitno Dilantik sebagai Ketua DPRD Kota Magelang
Kota Magelang memiliki catatan sejarah terkait dengan lembaga legislatifnya pada masa lalu.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, untuk menjalankan pemerintahan di daerah maka dibentuk Komite Nasional Daerah Magelang yang langsung berkedudukan sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan ketua merangkap sebagai kepala daerah.
Mengutip dari arsip DPRDS (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara) Kota Kecil Magelang pada 1956, bahwa pada 30 Oktober 1950 telah dibentuk DPRDS Kota Kecil Magelang. Dewan ini memiliki anggota 13 orang yang dipilih dari 21 calon dan dua orang yang ditunjuk.
Sebanyak 15 anggota tersebut, adalah Danoesoemarto (GPII), Ramali Effendy (Pemuda Demokrat), J. Soemadi (Partai Katolik), MJU Soekardi (Parkindo), Nyonya Koesoemohadi (Perwari), Adnan Haroen (Masyumi), Rachmat (SBII), Arso (Sarekat Sekerja Jawatan Pajak), Slamet Atmo (IPPI), Soedarnadi (Sebda), Trihakoso (SB Percetakan), Ngalim (PSII), S. Singolodro (SSKDN), sedangkan dua orang yang ditunjuk, yakni Soepangat (PNI) dan Soejadi (Petani).
Sebanyak dua orang yang ditunjuk ini, untuk memberi kesempatan kepada partai politik dan golongan tani atau buruh yang dalam pemilihan belum mendapatkan wakil, untuk menunjuk wakilnya.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, terpilih ketua dan wakil ketua DPRDS, yakni Soepangat dan Adnan Haroen.
Pada masa keanggotaan DPRDS ini terjadi dinamika perubahan keanggotaan, yakni pada masa lima tahun periode jabatan, anggota DPRDS hanya tersisa tujuh orang karena ada anggota yang mengundurkan diri dan pindah domisili. Akibatnya terjadi banyak kekosongan kursi.
Pada 16 April 1952, Soepangat sebagai ketua DPRDS mengundurkan diri karena pindah ke luar Kota Magelang. Untuk mengisi kekosongan pimpinan dewan, dipilihlah J. Soemadi dari Partai Katolik.
Oleh karena Soepangat sebagai wakil dari PNI yang posisinya di DPRDS ditunjuk, maka keanggotaannya digantikan oleh Ramelan Hoedisoetomo dari partai tersebut. Setelah itu, Adnan Haroen mengundurkan diri pada 9 Januari 1954. Untuk menggantikan lowongan wakil ketua tersebut, DPRDS memilih Ramelan Hadisoetomo.
Bahkan, pada 17 April 1954, J. Soemadi mengundurkan diri dari keanggotaannya di DPRDS karena pindah ke Bali. Sejak itu, ketua DPRDS mengalami kekosongan. Untuk agenda rapat-rapat dewan dipimpin oleh Wakil Ketua DPRDS Ramelan Hoedisoetomo.
Selama masa periode lima tahun wakil rakyat ini, dari 15 anggota DPRDS hanya tersisa tujuh orang pada akhir jabatan, yakni Danoesoemarto, Ramali Effendy, MJU Soekardi, Ny. Koesoemahadi, Ngalim, Soejadi, dan Ramelan Soedisoetomo.
Meski demikian, DPRDS Kota Kecil Magelang periode ini mampu mengadakan sidang-sidangnya secara rutin setiap Sabtu, yakni pada 1950 (tidak melakukan sidang), 1951 (45 kali sidang), 1952 (38), 1953 (52), 1954 (36), 1955 (24), dan hingga 6 Maret 1956 (7).
Baca juga: Ribuan mahasiswa dan pelajar demo di DPRD Kota Magelang
Oleh karena sistem kelembagaan kepemerintahan di Indonesia makin dinamis maka sejak 17 September 1956 sampai 17 September 1957 berlaku Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1956 yang mengatur perubahan DPRDS menjadi DPRD Peralihan.
Hasil penelitian Khusna Indah Wijayanti (Universitas Negeri Yogyakarta) berjudul "Dinamika Politik di Kota Magelang pada Pemilu 1957", menyebut bahwa kondisi sosial politik di kota itu lebih banyak dipengaruhi kondisi ekonomi masyarakat yang rendah, sedangkan kebutuhan terhadap barang cukup besar.
Pemilu daerah pada 1957 didasarkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1956 tentang Pemilihan Anggota DPRD serta pelaksanaannya diatur dalam Perda Kota Ketjil Magelang Nomor 35 Tahun 1957.
Pemilu daerah diselenggarakan pada 14 Juli 1957 untuk golongan TNI dan Polri, serta 17 Juli 1957 untuk masyarakat umum. Pemilu ini diikuti 44.000 ribu pemilih yang terdaftar sah dalam PPD Kotapradja Magelang. Sistem proposional (perwakilan berimbang) digunakan sebagai acuan penghitungan suara serta pembagian kursi anggota DPRD.
Terdapat 15 kursi DPRD Kotapradja Magelang yang diperebutkan dalam pemilu yang mengusung asas umum, periodik atau berkala, jujur, bebas, langsung, dan rahasia.
Sebanyak 12 partai ikut Pemilu 1957 di Kota Magelang, sedangkan tujuh partai berhasil menduduki kursi legistatif di daerah itu, yakni PKI, PNI, Masyumi, NU, Partai Katolik, Parkindo, dan Baperki.
Pada 5 Maret 1960, Presiden Sukarno membubarkan DPR hasil Pemilu I pada 1955. Tidak lama kemudian, Sukarno berhasil membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Anggotanya ditunjuk oleh Presiden yang mewakili golongan masing-masing dan dilantik pada 25 Juni 1960.
DPR-GR juga dibentuk di daerah-daerah, seperti di Kotamadya Magelang. Di daerah disebut dengan DPRD-GR.
Gedung DPRD Kota Magelang saat ini di Jalan Sarwo Edi Wibowo Kota Magelang sekompleks dengan Kantor Wali Kota Magelang (ANTARA/HO/Bagus Priyana)
Untuk memfasilitasi para anggota dewan beraktivitas maka Pemerintah Kotamadya Magelang membangun sebuah gedung DPRD-GR di Jln. Pungkuran (sekarang Gedung Wanita di Jln. Veteran). Kompleks gedung itu luasnya 524 meter persegi, sedangkan pembangunan gedung mulai 7 September 1968 dan selesai pada 20 Mei 1970.
Proyek pembangunan gedung wakil rakyat ini pada masa Wali Kota Mochammad Soebroto dan menelan beaya sebesar Rp5.757.000, sedangkan pelaksana pembangunan adalah DPU dengan beaya sebesar Rp2.757.000. Buku "Kotamadya Magelang Membangun 1-10-1965 - 17-8-1970" menyebut nama "Wongsodimedjo" juga membantu Rp3.000.000 untuk pembangunan gedung itu.
Gedung ini selain berfungsi sebagai tempat para wakil rakyat untuk bermusyawarah dan membicarakan kepentingan rakyat, juga bisa difungsikan untuk kegiatan lain. Misalnya keperluan resepsi, olahraga (bulutangkis), dan musyawarah kerja.
Tujuan dipergunakan kegiatan lain adalah untuk mendapatkan pemasukan bagi pendapatan daerah. Tentu saja kegiatan ini dilaksanakan di luar jam kerja para wakil rakyat.
Gedung dewan pada era 1980 pindah ke Gedung Wiworo Wiji Pinilih dan pada era 2000-an ke gedung DPRD sekarang (dekat Gedung Wiworo Wiji Pinilih) yang masih sekompleks dengan kantor wali kota di Jalan Sarwo Edi Wibowo Kota Magelang.
Pada anggota DPRD yang duduk di kursi-kursi di dalam gedung itu bukan semata-mata sebagai wakil rakyat atau menjadi orang-orang yang berkedudukan sebagai penyalur aspirasi politik masyarakat untuk kemajuan kota.
Akan tetapi lebih dari itu. Anggota dewan punya kewajiban menyejahterakan masyarakat melalui peranannya sebagai legislator, bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Mereka milik semua masyarakat dan bekerja untuk semua masyarakat Kota Magelang. Selamat bekerja!
*) Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang
Baca juga: Rumah Dinas Ketua DPRD Kota Magelang dilempari bom molotov
Baca juga: Pimpinan DPRD Kota Magelang Dilantik
Baca juga: Ketua DPRD Kota Magelang Meninggal Dunia
Ketua Pengadilan Negeri Magelang M. Djohan Arifin mengambil sumpah jabatan Budi Prayitno beserta wakil ketua Dian Mega Aryani. Turut hadir dalam acara itu, antara lain Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito beserta segenap anggota forpimda, para anggota DPRD yang baru, dan kepala-kepala organisasi perangkat daerah.
Satu pimpinan DPRD yang belum diambil sumpahnya, yakni Bustanul Arifin, karena belum diambil sumpah sebagai anggota dewan. Bustanul Arifin akan diambil sumpah sebagai wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna tersendiri.
Jika Bustanul Arifin sudah dilantik maka susunan pimpinan DPRD Kota Magelang, adalah Budi Prayitno sebagai ketua dari PDIP dan dua wakil ketua, yakni Dian Mega Aryani dari Partai Demokrat serta Bustanul Arifin dari PKS.
Selesai pelantikan sebagai Ketua DPRD, Budi Prayitno, mengambil sumpah jabatan Bustanul Arifin sebagai anggota DPRD Kota Magelang periode 2019-2024. Dengan demikian, lengkap formasi anggota DPRD Kota Magelang periode 2019-2024 berjumlah 25 orang.
Anggota DPRD ini terdiri atas PDIP 9 kursi, Golkar (3), PKB (3), PKS (3), Demokrat (3), Hanura (2), Perindo (1), dan Gerindra (1).
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan sudah banyak tugas yang menunggu untuk dikerjakan anggota DPRD Kota Magelang, terutama untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
DPRD merupakan lembaga legislatif, sebagai wadah wakil rakyat terpilih untuk menjalankan pemerintahan bersama pemerintah daerah atau lembaga eksekutif.
Dalam perjalanannya, tentu saja akan banyak dinamika berkembang. Terlebih, para wakil rakyat ini dipilih melalui pemilihan umum. Masyarakat memilih para calon wakil rakyat yang diusung melalui partai politik.
Baca juga: Budi Prayitno Dilantik sebagai Ketua DPRD Kota Magelang
Kota Magelang memiliki catatan sejarah terkait dengan lembaga legislatifnya pada masa lalu.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, untuk menjalankan pemerintahan di daerah maka dibentuk Komite Nasional Daerah Magelang yang langsung berkedudukan sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan ketua merangkap sebagai kepala daerah.
Mengutip dari arsip DPRDS (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara) Kota Kecil Magelang pada 1956, bahwa pada 30 Oktober 1950 telah dibentuk DPRDS Kota Kecil Magelang. Dewan ini memiliki anggota 13 orang yang dipilih dari 21 calon dan dua orang yang ditunjuk.
Sebanyak 15 anggota tersebut, adalah Danoesoemarto (GPII), Ramali Effendy (Pemuda Demokrat), J. Soemadi (Partai Katolik), MJU Soekardi (Parkindo), Nyonya Koesoemohadi (Perwari), Adnan Haroen (Masyumi), Rachmat (SBII), Arso (Sarekat Sekerja Jawatan Pajak), Slamet Atmo (IPPI), Soedarnadi (Sebda), Trihakoso (SB Percetakan), Ngalim (PSII), S. Singolodro (SSKDN), sedangkan dua orang yang ditunjuk, yakni Soepangat (PNI) dan Soejadi (Petani).
Sebanyak dua orang yang ditunjuk ini, untuk memberi kesempatan kepada partai politik dan golongan tani atau buruh yang dalam pemilihan belum mendapatkan wakil, untuk menunjuk wakilnya.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, terpilih ketua dan wakil ketua DPRDS, yakni Soepangat dan Adnan Haroen.
Pada masa keanggotaan DPRDS ini terjadi dinamika perubahan keanggotaan, yakni pada masa lima tahun periode jabatan, anggota DPRDS hanya tersisa tujuh orang karena ada anggota yang mengundurkan diri dan pindah domisili. Akibatnya terjadi banyak kekosongan kursi.
Pada 16 April 1952, Soepangat sebagai ketua DPRDS mengundurkan diri karena pindah ke luar Kota Magelang. Untuk mengisi kekosongan pimpinan dewan, dipilihlah J. Soemadi dari Partai Katolik.
Oleh karena Soepangat sebagai wakil dari PNI yang posisinya di DPRDS ditunjuk, maka keanggotaannya digantikan oleh Ramelan Hoedisoetomo dari partai tersebut. Setelah itu, Adnan Haroen mengundurkan diri pada 9 Januari 1954. Untuk menggantikan lowongan wakil ketua tersebut, DPRDS memilih Ramelan Hadisoetomo.
Bahkan, pada 17 April 1954, J. Soemadi mengundurkan diri dari keanggotaannya di DPRDS karena pindah ke Bali. Sejak itu, ketua DPRDS mengalami kekosongan. Untuk agenda rapat-rapat dewan dipimpin oleh Wakil Ketua DPRDS Ramelan Hoedisoetomo.
Selama masa periode lima tahun wakil rakyat ini, dari 15 anggota DPRDS hanya tersisa tujuh orang pada akhir jabatan, yakni Danoesoemarto, Ramali Effendy, MJU Soekardi, Ny. Koesoemahadi, Ngalim, Soejadi, dan Ramelan Soedisoetomo.
Meski demikian, DPRDS Kota Kecil Magelang periode ini mampu mengadakan sidang-sidangnya secara rutin setiap Sabtu, yakni pada 1950 (tidak melakukan sidang), 1951 (45 kali sidang), 1952 (38), 1953 (52), 1954 (36), 1955 (24), dan hingga 6 Maret 1956 (7).
Baca juga: Ribuan mahasiswa dan pelajar demo di DPRD Kota Magelang
Oleh karena sistem kelembagaan kepemerintahan di Indonesia makin dinamis maka sejak 17 September 1956 sampai 17 September 1957 berlaku Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1956 yang mengatur perubahan DPRDS menjadi DPRD Peralihan.
Hasil penelitian Khusna Indah Wijayanti (Universitas Negeri Yogyakarta) berjudul "Dinamika Politik di Kota Magelang pada Pemilu 1957", menyebut bahwa kondisi sosial politik di kota itu lebih banyak dipengaruhi kondisi ekonomi masyarakat yang rendah, sedangkan kebutuhan terhadap barang cukup besar.
Pemilu daerah pada 1957 didasarkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1956 tentang Pemilihan Anggota DPRD serta pelaksanaannya diatur dalam Perda Kota Ketjil Magelang Nomor 35 Tahun 1957.
Pemilu daerah diselenggarakan pada 14 Juli 1957 untuk golongan TNI dan Polri, serta 17 Juli 1957 untuk masyarakat umum. Pemilu ini diikuti 44.000 ribu pemilih yang terdaftar sah dalam PPD Kotapradja Magelang. Sistem proposional (perwakilan berimbang) digunakan sebagai acuan penghitungan suara serta pembagian kursi anggota DPRD.
Terdapat 15 kursi DPRD Kotapradja Magelang yang diperebutkan dalam pemilu yang mengusung asas umum, periodik atau berkala, jujur, bebas, langsung, dan rahasia.
Sebanyak 12 partai ikut Pemilu 1957 di Kota Magelang, sedangkan tujuh partai berhasil menduduki kursi legistatif di daerah itu, yakni PKI, PNI, Masyumi, NU, Partai Katolik, Parkindo, dan Baperki.
Pada 5 Maret 1960, Presiden Sukarno membubarkan DPR hasil Pemilu I pada 1955. Tidak lama kemudian, Sukarno berhasil membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Anggotanya ditunjuk oleh Presiden yang mewakili golongan masing-masing dan dilantik pada 25 Juni 1960.
DPR-GR juga dibentuk di daerah-daerah, seperti di Kotamadya Magelang. Di daerah disebut dengan DPRD-GR.
Untuk memfasilitasi para anggota dewan beraktivitas maka Pemerintah Kotamadya Magelang membangun sebuah gedung DPRD-GR di Jln. Pungkuran (sekarang Gedung Wanita di Jln. Veteran). Kompleks gedung itu luasnya 524 meter persegi, sedangkan pembangunan gedung mulai 7 September 1968 dan selesai pada 20 Mei 1970.
Proyek pembangunan gedung wakil rakyat ini pada masa Wali Kota Mochammad Soebroto dan menelan beaya sebesar Rp5.757.000, sedangkan pelaksana pembangunan adalah DPU dengan beaya sebesar Rp2.757.000. Buku "Kotamadya Magelang Membangun 1-10-1965 - 17-8-1970" menyebut nama "Wongsodimedjo" juga membantu Rp3.000.000 untuk pembangunan gedung itu.
Gedung ini selain berfungsi sebagai tempat para wakil rakyat untuk bermusyawarah dan membicarakan kepentingan rakyat, juga bisa difungsikan untuk kegiatan lain. Misalnya keperluan resepsi, olahraga (bulutangkis), dan musyawarah kerja.
Tujuan dipergunakan kegiatan lain adalah untuk mendapatkan pemasukan bagi pendapatan daerah. Tentu saja kegiatan ini dilaksanakan di luar jam kerja para wakil rakyat.
Gedung dewan pada era 1980 pindah ke Gedung Wiworo Wiji Pinilih dan pada era 2000-an ke gedung DPRD sekarang (dekat Gedung Wiworo Wiji Pinilih) yang masih sekompleks dengan kantor wali kota di Jalan Sarwo Edi Wibowo Kota Magelang.
Pada anggota DPRD yang duduk di kursi-kursi di dalam gedung itu bukan semata-mata sebagai wakil rakyat atau menjadi orang-orang yang berkedudukan sebagai penyalur aspirasi politik masyarakat untuk kemajuan kota.
Akan tetapi lebih dari itu. Anggota dewan punya kewajiban menyejahterakan masyarakat melalui peranannya sebagai legislator, bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Mereka milik semua masyarakat dan bekerja untuk semua masyarakat Kota Magelang. Selamat bekerja!
*) Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang
Baca juga: Rumah Dinas Ketua DPRD Kota Magelang dilempari bom molotov
Baca juga: Pimpinan DPRD Kota Magelang Dilantik
Baca juga: Ketua DPRD Kota Magelang Meninggal Dunia