Purwokerto (ANTARA) - Penurunan harga komoditas bahan makanan turut menyumbangkan terjadinya deflasi di Purwokerto dan Cilacap pada bulan September 2019, kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto Agus Chusaini.
"Berdasarkan data yang dirilis BPS (Badan Pusat Statistik), pada bulan September 2019, Purwokerto mengalami deflasi sebesar 0,50 persen (month to month/mtm) dan merupakan deflasi tertinggi di antara kota-kota penghitungan inflasi lainnya di Jawa Tengah, sedangkan di Cilacap mengalami deflasi sebesar 0,46 persen (mtm)," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat sore.
Menurut dia, deflasi pada bulan September di Purwokerto dan Cilacap itu terutama bersumber dari penurunan harga komoditas kelompok bahan makanan yang memberi andil sebesar minus 0,68 persen.
Ia mengatakan deflasi bahan makanan tersebut utamanya bersumber dari komoditas aneka cabai dan bawang merah yang mengalami penurunan harga sejalan dengan masih melimpahnya stok.
"Di sisi lain, laju deflasi di Purwokerto tertahan oleh inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dengan andil 0,11 persen yang terutama didorong oleh komoditas mi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan andil 0,04 persen, yang utamanya didorong oleh komoditas bahan bakar rumah tangga," katanya.
Sementara di Cilacap, kata dia, komoditas beras tercatat inflasi sehingga menahan laju deflasi kelompok bahan makanan lebih dalam.
Di sisi lain, lanjut dia, deflasi di Cilacap pada periode laporan masih mendapat tantangan dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mencatatkan inflasi dengan andil 0,13 persen utamanya didorong oleh tingginya konsumsi komoditas mi dan rokok.
Lebih lanjut, Agus memperkirakan pada bulan Oktober 2019, Purwokerto mengalami inflasi sebesar 0,01 persen hingga 0,21 persen (mtm) atau secara tahunan inflasi 2,57 persen hingga 2,78 persen (year on year/yoy).
"Inflasi diperkirakan bersumber dari meningkatnya harga bahan makanan seperti daging ayam ras dan bawang merah seiring dengan prakiraan penurunan pasokan dan mulai meningkatnya permintaan sesuai pola seasonal menjelang akhir tahun. Di sisi lain, inflasi beras diperkirakan mulai mereda seiring dengan mulai masuknya musim panen pada beberapa wilayah sentra penghasil," katanya.
Sementara di Cilacap, kata dia, pada Oktober 2019 diperkirakan mengalami inflasi dengan kisaran 0,05 persen hingga 0,25 persen (mtm).
Ia mengatakan pada periode tersebut, tantangan inflasi di Cilacap Iebih didorong oleh pergerakan harga kelompok bahan makanan.
"Potensi peningkatan harga diperkirakan terjadi pada komoditas daging ayam ras seiring dengan perkiraan penurunan pasokan, dan keterbatasan stok bawang merah seiring telah berlalunya musim panen. Di sisi lain, mulai berangsur normalnya harga cabai serta indikasi meredanya inflasi beras sejalan dengan mulai berlangsungnya panen diperkirakan dapat menahan laju inflasi Oktober 2019," katanya.
Baca juga: BI Purwokerto ajak pejabat Pemkab Cilacap ikut rawat uang rupiah
Baca juga: BI Purwokerto beharap penurunan harga cabai sumbang deflasi
"Berdasarkan data yang dirilis BPS (Badan Pusat Statistik), pada bulan September 2019, Purwokerto mengalami deflasi sebesar 0,50 persen (month to month/mtm) dan merupakan deflasi tertinggi di antara kota-kota penghitungan inflasi lainnya di Jawa Tengah, sedangkan di Cilacap mengalami deflasi sebesar 0,46 persen (mtm)," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat sore.
Menurut dia, deflasi pada bulan September di Purwokerto dan Cilacap itu terutama bersumber dari penurunan harga komoditas kelompok bahan makanan yang memberi andil sebesar minus 0,68 persen.
Ia mengatakan deflasi bahan makanan tersebut utamanya bersumber dari komoditas aneka cabai dan bawang merah yang mengalami penurunan harga sejalan dengan masih melimpahnya stok.
"Di sisi lain, laju deflasi di Purwokerto tertahan oleh inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dengan andil 0,11 persen yang terutama didorong oleh komoditas mi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan andil 0,04 persen, yang utamanya didorong oleh komoditas bahan bakar rumah tangga," katanya.
Sementara di Cilacap, kata dia, komoditas beras tercatat inflasi sehingga menahan laju deflasi kelompok bahan makanan lebih dalam.
Di sisi lain, lanjut dia, deflasi di Cilacap pada periode laporan masih mendapat tantangan dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mencatatkan inflasi dengan andil 0,13 persen utamanya didorong oleh tingginya konsumsi komoditas mi dan rokok.
Lebih lanjut, Agus memperkirakan pada bulan Oktober 2019, Purwokerto mengalami inflasi sebesar 0,01 persen hingga 0,21 persen (mtm) atau secara tahunan inflasi 2,57 persen hingga 2,78 persen (year on year/yoy).
"Inflasi diperkirakan bersumber dari meningkatnya harga bahan makanan seperti daging ayam ras dan bawang merah seiring dengan prakiraan penurunan pasokan dan mulai meningkatnya permintaan sesuai pola seasonal menjelang akhir tahun. Di sisi lain, inflasi beras diperkirakan mulai mereda seiring dengan mulai masuknya musim panen pada beberapa wilayah sentra penghasil," katanya.
Sementara di Cilacap, kata dia, pada Oktober 2019 diperkirakan mengalami inflasi dengan kisaran 0,05 persen hingga 0,25 persen (mtm).
Ia mengatakan pada periode tersebut, tantangan inflasi di Cilacap Iebih didorong oleh pergerakan harga kelompok bahan makanan.
"Potensi peningkatan harga diperkirakan terjadi pada komoditas daging ayam ras seiring dengan perkiraan penurunan pasokan, dan keterbatasan stok bawang merah seiring telah berlalunya musim panen. Di sisi lain, mulai berangsur normalnya harga cabai serta indikasi meredanya inflasi beras sejalan dengan mulai berlangsungnya panen diperkirakan dapat menahan laju inflasi Oktober 2019," katanya.
Baca juga: BI Purwokerto ajak pejabat Pemkab Cilacap ikut rawat uang rupiah
Baca juga: BI Purwokerto beharap penurunan harga cabai sumbang deflasi