Temanggung (ANTARA) - Dewan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia meminta kenaikan cukai rokok antara 7-11 persen, karena jika terlalu tinggi akan berdampak pada petani tembakau.
Hal itu dikatakan Ketua Dewan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji, di Temanggung, Jumat, terkait surat permintaan APTI tersebut kepada Presiden Joko Widodo yang telah dikirim pada 26 September 2019.
Baca juga: Konsumsi rokok bakal turun bila harganya Rp70 ribu/bungkus
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum Dewan Nasional APTI Agus Parmuji dan Sekretaris Jenderal Dewan Nasional APTI Syafrudin tersebut ada tiga poin yang APTI harapkan Presiden Jokowi mengambil kebijakan.
Selain kenaikan cukai rokok dalam kisaran 7-11 persen, APTI mengharapkan pemberlakuan tarif cukai yang lebih tinggi (3x lipat) terhadap rokok yang tidak menggunakan bahan baku lokal.
Baca juga: Tarif cukai rokok naik 23 persen, harga eceran melonjak 35 persen
Kemudian realisasi pembatasan impor tembakau sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor 23 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Teknis Impor Tembakau.
Surat APTI kepada Presiden Jokowi tersebut dengan tembusan sejumlah gubernur yang wilayahnya merupakan penghasil tembakau, antara lain Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Agus menyampaikan dalam pertemuan pengurus APTI se-Indonesia dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada Oktober 2017, APTI menyampaikan tiga hal penting yang berhubungan dengan kesejahteraan petani tembakau, yakni tentang pembatasan impor tembakau, disparitas cukai, dan tentang maksimalisasi pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk petani tembakau.
"Namun sayangnya sampai saat ini apa yang kami sampaikan belum ada satu pun yang terealisasi," kata Agus.
Perkembangan terakhir, lanjut dia, Menteri Keuangan justru berencana menaikkan cukai rokok rata-rata sebesar 23 persen dengan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) 35 persen.
Menurut dia hal ini tentu saja berdampak langsung terhadap pembelian bahan baku tembakau dari petani oleh pabrikan, mengingat saat ini di daerah-daerah sentra tembakau se-Indonesia sedang panen raya. Pabrikan menurunkan kualitas dan harga pembelian sehingga petani tembakau sangat dirugikan.
Baca juga: Cukai naik 100 persen pun, harga rokok tetap sangat murah
Hal itu dikatakan Ketua Dewan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji, di Temanggung, Jumat, terkait surat permintaan APTI tersebut kepada Presiden Joko Widodo yang telah dikirim pada 26 September 2019.
Baca juga: Konsumsi rokok bakal turun bila harganya Rp70 ribu/bungkus
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum Dewan Nasional APTI Agus Parmuji dan Sekretaris Jenderal Dewan Nasional APTI Syafrudin tersebut ada tiga poin yang APTI harapkan Presiden Jokowi mengambil kebijakan.
Selain kenaikan cukai rokok dalam kisaran 7-11 persen, APTI mengharapkan pemberlakuan tarif cukai yang lebih tinggi (3x lipat) terhadap rokok yang tidak menggunakan bahan baku lokal.
Baca juga: Tarif cukai rokok naik 23 persen, harga eceran melonjak 35 persen
Kemudian realisasi pembatasan impor tembakau sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor 23 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Teknis Impor Tembakau.
Surat APTI kepada Presiden Jokowi tersebut dengan tembusan sejumlah gubernur yang wilayahnya merupakan penghasil tembakau, antara lain Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Agus menyampaikan dalam pertemuan pengurus APTI se-Indonesia dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada Oktober 2017, APTI menyampaikan tiga hal penting yang berhubungan dengan kesejahteraan petani tembakau, yakni tentang pembatasan impor tembakau, disparitas cukai, dan tentang maksimalisasi pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk petani tembakau.
"Namun sayangnya sampai saat ini apa yang kami sampaikan belum ada satu pun yang terealisasi," kata Agus.
Perkembangan terakhir, lanjut dia, Menteri Keuangan justru berencana menaikkan cukai rokok rata-rata sebesar 23 persen dengan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) 35 persen.
Menurut dia hal ini tentu saja berdampak langsung terhadap pembelian bahan baku tembakau dari petani oleh pabrikan, mengingat saat ini di daerah-daerah sentra tembakau se-Indonesia sedang panen raya. Pabrikan menurunkan kualitas dan harga pembelian sehingga petani tembakau sangat dirugikan.
Baca juga: Cukai naik 100 persen pun, harga rokok tetap sangat murah