Solo (ANTARA) - Ratusan mahasiswa tergabung Aliansi Mahasiswa Garda Pembela Pancasila Solo melakukan aksi damai menolak pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Pengahapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Kantor DPRD Kota Surakarta, Kamis.
Seratusan pengunjuk rasa selain menyerukan orasi juga menggelar sejumlah spanduk antara lain "Indonesia sudah siap diazab, jika RUU PKS disahkan", "Tolak RUU PKS", "Tolak Kekerasan Seksual Yang Nyata adalah Zina", dan "RUU PKS Bukan Solusi".
Menurut koordinator aksi Hani Wahyu Nugroho pada pandangan Garda Pembela Pancasila setidak-tidaknya diturunkan dalam poin-poin RUU P-KS dengan sengaja mengabaikan falsafah Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seraya mengambil falsafah feminisme.
Sehingga, kata Hani Wahyu, RUU PKS di bawah kekerasan seksual mengandung kekeliruan yang sangat fatal dalam merumuskan siap korban dalam pelanggaran dan atau perbuatan kriminal pada nilai kesusilaan.
Baca juga: Eva: Implementasi UU PKS Tak Terganjal PP
Selain itu, pihaknya menilai RUU PKS memuat kata-kata ambigu yang berbahaya dalam penafsiran hukumannya. Sehingga, RUU PKS dinilai tidak layak untuk diterapkan sebagai naskah hukum yang seharusnya lugas dan tak multitafsir.
Salah satu hal yang paling mencengangkan pada pasal 136 RUU PKS yang menyebutkan bahwa korporasi dapat dipidana ganti kerugian karena melakukan kekerasan seksual. RUU PKS juga mengabaikan ketahanan keluarga.
"RUU PKS berpotensi menyuburkan penyimpangan seksual dan perzinahan. RUU ini, juga memuat aspek pendidikan yang berbahaya bagi generasi masa depan bangsa," katanya.
Pada aksi seratusan mahasiswa Aliansi Mahasiswa Garda Pembela Pancasila Solo tersebut dijaga ketat oleh aparat kepolisian setempat. Bahkan, aksi mahasiswa itu, sempat didatangi kelompok pelajar asal Kabupaten Sragen dan Boyolali yang ingin bergabung, tetapi langsung dihalau pihak kepolisian.
Baca juga: Gunakan UU PKS Selesaikan Kasus Sampang
Menurut Kepala Bagian Operasional Polresta Surakarta Kompol Ketut Sukarda yang ada izin melakukan aksi dari kelompok mahasiswa Solo, sedangkan para pelajar asal Sragen dan Boyolali ini, tidak ada izin sehingga langsung diamankan.
"Para pelajar ini, dari kelompok mana tidak jelas. Pelajar ada dari Andong Boyolali, dan Sragen, kemudian diamanlkan untuk dikembalikam ke daerahnya," katanya.
Seratusan pengunjuk rasa selain menyerukan orasi juga menggelar sejumlah spanduk antara lain "Indonesia sudah siap diazab, jika RUU PKS disahkan", "Tolak RUU PKS", "Tolak Kekerasan Seksual Yang Nyata adalah Zina", dan "RUU PKS Bukan Solusi".
Menurut koordinator aksi Hani Wahyu Nugroho pada pandangan Garda Pembela Pancasila setidak-tidaknya diturunkan dalam poin-poin RUU P-KS dengan sengaja mengabaikan falsafah Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seraya mengambil falsafah feminisme.
Sehingga, kata Hani Wahyu, RUU PKS di bawah kekerasan seksual mengandung kekeliruan yang sangat fatal dalam merumuskan siap korban dalam pelanggaran dan atau perbuatan kriminal pada nilai kesusilaan.
Baca juga: Eva: Implementasi UU PKS Tak Terganjal PP
Selain itu, pihaknya menilai RUU PKS memuat kata-kata ambigu yang berbahaya dalam penafsiran hukumannya. Sehingga, RUU PKS dinilai tidak layak untuk diterapkan sebagai naskah hukum yang seharusnya lugas dan tak multitafsir.
Salah satu hal yang paling mencengangkan pada pasal 136 RUU PKS yang menyebutkan bahwa korporasi dapat dipidana ganti kerugian karena melakukan kekerasan seksual. RUU PKS juga mengabaikan ketahanan keluarga.
"RUU PKS berpotensi menyuburkan penyimpangan seksual dan perzinahan. RUU ini, juga memuat aspek pendidikan yang berbahaya bagi generasi masa depan bangsa," katanya.
Pada aksi seratusan mahasiswa Aliansi Mahasiswa Garda Pembela Pancasila Solo tersebut dijaga ketat oleh aparat kepolisian setempat. Bahkan, aksi mahasiswa itu, sempat didatangi kelompok pelajar asal Kabupaten Sragen dan Boyolali yang ingin bergabung, tetapi langsung dihalau pihak kepolisian.
Baca juga: Gunakan UU PKS Selesaikan Kasus Sampang
Menurut Kepala Bagian Operasional Polresta Surakarta Kompol Ketut Sukarda yang ada izin melakukan aksi dari kelompok mahasiswa Solo, sedangkan para pelajar asal Sragen dan Boyolali ini, tidak ada izin sehingga langsung diamankan.
"Para pelajar ini, dari kelompok mana tidak jelas. Pelajar ada dari Andong Boyolali, dan Sragen, kemudian diamanlkan untuk dikembalikam ke daerahnya," katanya.