Boyolali (ANTARA) - Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) menyebutkan kondisi elevasi air di Waduk Cengklik Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali, selama musim kemarau saat ini, mencapai 149,18 meter di atas permukaan air laut (dpl) atau dinilai rendah.

Elevasi air waduk Cengklik dinilai sangat rendah saat ini, karena sudah mendekati batas elevasi air minimum 144,27 meter dpl, kata Koordinator Lapangan Waduk Cengklik, BBWSBS, Budi Hermawan, di Boyolali, Kamis.

"Kami mencatat elevasi air waduk sudah mencapai 149,18 meter dpl, padahal batas minimum air tidak boleh dialirkan 144,27 meter dpl," kata Budi.

Elevasi air Waduk Cengklik tersebut akan terus menurun karena terjadinya penguapan dan disedot pompa oleh petani, sehingga kini berkurang hingga sekitar 10 ribu meter kubik.

Baca juga: Kekeringan, petani bikin sumur bor berbiaya Rp5 juta

Waduk Cengklik tersebut sudah selama sebulan ini, pintu air tidak dibuka untuk irigasi lahan pertanian. Hal ini, guna untuk mempertahankan agar air tetap ada atau jangan sampai ke batas minimum.

Oleh karena itu, waduk Cengklik ketersediaan airnya saat ini, tetap dipertahankan, untuk menjaga kondisi bendungan supaya tetap aman.

Para petani yang memanfaatkan air waduk Cengklik memang membutuhkan untuk tanaman pertaniannya pada musim tanam, sehingga pintu air sempat dibuka pada pertengahan Agustus selama tujuh jam saja. Debit air yang dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan para petani hanya sekitar 500 liter per detik.

Selain itu, air yang mengarah ke waduk Cengklik juga sudah digunakan oleh petani di Desa Canden Dan Senting atau di lahan atasnya yang luasannya mencapai 66 hektare. Debitnya juga kecil, dan hanya antara 150 liter hingga 200 liter per detik.

Menurut Wagimin (56), salah satu warga Desa Ngargorejo Ngemplak Boyolali turunnya elevasi air waduk itu, selain berdampak pada ikan banyak mati, juga membuat petani mengeluarkan banyak biaya untuk produksi pertanian.

Para petani untuk memenuhi kebutuhan air untuk lahan pertanian dengan membuat sumur pompa di dekat lahannya. Dirinya setiap tiga hari sekali harus memompa air dengan mesin diesel untuk kebutuhan air lahan pertanian.

Petani lainnya, Slamet (60) warga desa setempat mengatakan dirinya setiap menyedot air untuk lahan pertanian harus mengeluarkan uang sekitar Rp50 ribu per hari. Biaya itu, untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) untuk mesin dieselnya. 




 

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Immanuel Citra Senjaya
Copyright © ANTARA 2024