Magelang (ANTARA) - Taman Kyai Langgeng (TKL) pada 15 September 2019 genap berusia 32 tahun. Kiprahnya tak bisa diabaikan, khususnya sebagai salah satu ikon wisata andalan di Kota Magelang ini.
Taman yang berlokasi Jalan Cempaka Nomor 6 Bayeman, Kelurahan Kemirirejo ini memang memiliki letak yang strategis karena diapit oleh Kali Bening dan Kali Progo. Letaknya tidak jauh dari pusat kota dan mudah dijangkau dari manapun.
Sejarah keberadaan Taman Kyai Langgeng ini tidak terlepas dari peran Wali Kota Magelang Bagus Panuntun (1979-1989).
Bagus Panuntun pada 1981 memiliki gagasan untuk membangun sebuah taman di lahan seluas lima hektare di Bayeman yang masih berupa tanah pekuburan, persawahan, dan kebun.
Saat itu, taman tersebut belum menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan walaupun sudah menggandeng pihak ketiga untuk menanganinya.
Kendala di pendanaan dan pengelolaan, membuat Pemerintah Kota Madya Magelang mengambil terobosan dengan melibatkan beberapa instansi, seperti PDAM, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, dan Dinas Peternakan Kota Magelang.
Saat ini, selama masa kepemimpinan Wali Kota Sigit Widyonindito (2011-2021), TKL makin berkembang dengan memiliki empat kategori wahana wisata, yakni edukasi, petualangan, air, dan permainan.
Keberadaan wahana-wahana itu merupakan upaya untuk semakin meningkatkan layanan dan memanjakan pengunjung.
Dengan area seluas 27,36 hektare, TKL terus berbenah menjadi lokasi wisata alam dengan fasilitas yang makin lengkap. Ada aneka koleksi pohon langka dengan 130 spesies tanaman, seperti mentaok, lerak, apel beludru, sawo ijo, keben, dan mojo.
Direktur Perusahaan Daerah Objek Wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Edy Susanto Purnomo berupaya menambah daya tarik taman ini, antara lain mengoperasikan wahana jembatan kaca setinggi 30 meter di atas Kali Progo.
Wahana wisata yang diberi nama “Jurang Koco Gunung Mujil” ini diluncurkan pada Juni 2019.
Pesona pemandangan Kampung Gemulung dan Gunung Sumbing di sisi barat menjadi daya tarik wahana berbahan impor dari China dengan efek digital, berupa visual dan suara, sehingga seolah-olah lantai kacanya retak jika diinjak.
Sebelumnya, taman wisata ini juga telah memiliki wahana Kiddi Town untuk area bermain anak dan Ufo Car, sinema enam dimensi, bianglala, becak air, bom-bom car, sepur mini, kereta air, becak mini dan komidi putar.
Di bagian depan sisi selatan, bersandar pesawat terbang yang siap membawa pengunjung untuk merasakan sensasi "naik" pesawat terbang.
Baca juga: Taman Kyai Langgeng operasikan wahana jembatan kaca
Bandingkan dengan saat taman ini diresmikan pada 15 September 1987 oleh Gubernur Jawa Tengah Ismail. Saat itu, taman tersebut hanya memiliki fasilitas, berupa aneka satwa, gelanggang pancingan, koleksi patung dinosaurus, kebun bibit, flora langka, kolam renang, "green house", sangkar burung, jembatan merah, jembatan joglo, drojogan sewu, wisata tirta, dan taman lalu lintas. Aneka koleksi patung dinosaurus yang ada di taman ini, seolah menahbiskan TKL sebagai "jurassic park" di dunia nyata.
Awalnya, taman ini diberi nama Taman Rekreasi dan Taman Flora yang populer disebut masyarakat dengan nama Taman Bunga. Taman Bunga mulai berkembang menjadi taman percontohan karena memiliki lahan pengembangan yang luas, yang memungkinkan untuk mewujudkan hutan buatan di perkotaan guna kepentingan edukasi.
Pada 3 September 1987, Taman Bunga ini berganti nama menjadi Taman Kyai Langgeng. Nama taman itu merujuk kepada seorang tokoh pengikut Pangeran Diponegoro yang makamnya terdapat di dalam kompleks taman ini, yakni Kyai Langgeng.
Upaya pembenahan dilakukan secara terus menerus dan bertahap, baik menyangkut objek kunjungan maupun fasilitas pendukung.
Area parkir kendaraan wisatawan yang semula terlalu sempit, dipindahkan di seberang objek wisata agar bisa menampung ratusan kendaraan bermotor.
Untuk memanjakan pengunjung yang ingin mendapatkan buah tangan, aneka cendera mata tersedia di deretan kios-kios penyedia suvenir.
Sebanyak dua patung besar berupa ikon Provinsi Jawa Tengah, yakni pohon Kantil dan burung Kepodang menghias taman tersebut bagaikan menyambut pengunjung.
Patung punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) di depan pintu masuk taman, semakin memperlihatkan energi kejawaan di taman ini.
Anak-anak bermain mobil-mobilan pada 1987, salah satu wahana wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang. (ANTARA/Poster TKL 1987/Dokumen Bagus Priyana)
Keberadaan Taman Kyai Langgeng makin menguatkan citra Kota Magelang sebagai kota tamannya Pulau Jawa, sebagaimana Van Den Heuvvel pada 1901 menjuluki wilayah ini dengan sebutan “de Tuin van Java”.
Tak hanya itu, pada 1920, sebuah artikel berjudul “In en Om Magelang” mengemukakan bahwa kota sejuk ini juga mendapat sebutan “Paradijs van Java” yang artinya surganya Pulau Jawa. Julukan-julukan tersebut semakin membuktikan bahwa Magelang sebagai kota yang indah dan penuh pesona.
Pada masa lalu, keberadaan taman di Magelang tidak sekadar tempat rekreasi, tetapi bisa juga untuk menunjukkan capaian modernisasi ketika itu di mata Belanda dan rakyatnya.
Raden Saleh, pelukis kenamaan kelahiran Semarang pada 1811 juga pernah berkarya untuk Magelang.
Werner Kraus dalam bukunya yang berjudul “Raden Saleh dan Karyanya” menyebutkan bahwa pada 1852, sesudah menyelesaikan lukisan kerabatnya, yakni Raden Adipati Hario Danoeningrat II (Bupati Magelang) dan istrinya, Raden Saleh membantu membuat taman di sekitar kediaman bupati.
Hal ini untuk menunjukkan adanya selera Eropa di “istana” daerah itu. Kediaman Bupati Magelang ini berada di utara alun-alun.
Pada masa kini, munculnya objek wisata baru yang digagas dan dikelola langsung masyarakat, menjadi tantangan tersendiri bagi TKL untuk memperkuat motivasi menjadi lebih kreatif, inovatif, dan profesional dalam mengelola objek wisata andalan Kota Magelang ini.
Tak bisa dimungkiri bahwa objek wisata yang dikelola masyarakat mampu menawarkan kekinian, lebih kreatif, dan bisa memenuhi selera pengunjung. Tiket masuk yang ditawarkan pun lebih terjangkau kantong masyarakat.
Mengutip data dari Divisi Informasi dan Pemasaran TKL, pada 2016 pihak pengelola berhasil menarik minat pengunjung 561.394 orang, sedangkan pada 2017 mencapai 549.825 wisatawan, dan pada 2018 mencapai 600.101 pengunjung.
Data tersebut memperlihatkan bahwa TKL mampu meraih minat kunjungan wisatawan di tengah makin banyaknya objek wisata yang ditawarkan.
Untuk itu, mulai 30 Juli 2019, nama badan usaha berubah menjadi Perusahaan Umum Daerah Objek Wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang
Perkembangan teknologi pada masa kini sudah seharusnya bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pengelola TKL dalam mempromosikan objek wisatanya, untuk meraih pengunjung lebih banyak lagi.
Keprofesionalan sebagai perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Magelang, harus menjadi andalan mengembangkan kepariwisataan TKL. Jalinan kerja sama dengan berbagai pihak perlu terus diperkuat agar TKL makin dikenal.
Achmad Sunjayadi dalam disertasi berjudul “Dari Vreemdelingenverkeer ke Toeristenverkeer: Dinamika Pariwisata di Hindia Belanda 1891-1942” menuliskan bahwa Kedu sudah menjadi bagian penting dalam dunia pariwisata di Hindia Belanda.
Pada 13 April 1908, Perhimpunan Pariwisata (Vereeniging Toeristenverkeer atau VTV) didirikan di Batavia. Perhimpunan pertama di wilayah Hindia Belanda ini bertujuan mengembangkan "vreemdelingenverkeer" (lalu lintas orang asing) di Hindia Belanda.
VTV memiliki cabang dan perwakilan, baik di dalam maupun luar negeri. Kemunculannya turut mendorong munculnya berbagai organisasi pariwisata di tingkat lokal, seperti di Padang, Bandung, Magelang, Malang, Lawang, Yogyakarta, dan Batavia.
Magelang adalah taman dan surganya Pulau Jawa. Di wilayah ini, pariwisata sedemikian potensial.
Keberadaan Taman Kyai Langgeng selama 32 tahun dalam merangkai diri sebagai taman bunga ini, tidak sekadar sebagai objek wisata, tetapi hendaknya juga mampu menyejahterakan masyarakat di "Kota Tidar" ini.
Kemajuan sektor pariwisata bisa dicapai melalui sinergi berbagai pihak terkait, di antaranya masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Sebagaimana dikatakan Achmad Sunjayadi, bahwa pada masa lalu para pelaku penggerak pariwisata di Hindia Belanda adalah masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Begitulah kiranya, untuk kemajuan pengelolaan Taman Kyai Langgeng menghadapi kelebatan tantangan perkembangan dunia kepariwisataan zaman kini, jurus sinergi itu masih sakti.
*) Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang
Baca juga: TKL bangun taman tematik
Baca juga: Kota Magelang jadikan Kebun Bibit Senopati destinasi wisata
Taman yang berlokasi Jalan Cempaka Nomor 6 Bayeman, Kelurahan Kemirirejo ini memang memiliki letak yang strategis karena diapit oleh Kali Bening dan Kali Progo. Letaknya tidak jauh dari pusat kota dan mudah dijangkau dari manapun.
Sejarah keberadaan Taman Kyai Langgeng ini tidak terlepas dari peran Wali Kota Magelang Bagus Panuntun (1979-1989).
Bagus Panuntun pada 1981 memiliki gagasan untuk membangun sebuah taman di lahan seluas lima hektare di Bayeman yang masih berupa tanah pekuburan, persawahan, dan kebun.
Saat itu, taman tersebut belum menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan walaupun sudah menggandeng pihak ketiga untuk menanganinya.
Kendala di pendanaan dan pengelolaan, membuat Pemerintah Kota Madya Magelang mengambil terobosan dengan melibatkan beberapa instansi, seperti PDAM, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, dan Dinas Peternakan Kota Magelang.
Saat ini, selama masa kepemimpinan Wali Kota Sigit Widyonindito (2011-2021), TKL makin berkembang dengan memiliki empat kategori wahana wisata, yakni edukasi, petualangan, air, dan permainan.
Keberadaan wahana-wahana itu merupakan upaya untuk semakin meningkatkan layanan dan memanjakan pengunjung.
Dengan area seluas 27,36 hektare, TKL terus berbenah menjadi lokasi wisata alam dengan fasilitas yang makin lengkap. Ada aneka koleksi pohon langka dengan 130 spesies tanaman, seperti mentaok, lerak, apel beludru, sawo ijo, keben, dan mojo.
Direktur Perusahaan Daerah Objek Wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Edy Susanto Purnomo berupaya menambah daya tarik taman ini, antara lain mengoperasikan wahana jembatan kaca setinggi 30 meter di atas Kali Progo.
Wahana wisata yang diberi nama “Jurang Koco Gunung Mujil” ini diluncurkan pada Juni 2019.
Pesona pemandangan Kampung Gemulung dan Gunung Sumbing di sisi barat menjadi daya tarik wahana berbahan impor dari China dengan efek digital, berupa visual dan suara, sehingga seolah-olah lantai kacanya retak jika diinjak.
Sebelumnya, taman wisata ini juga telah memiliki wahana Kiddi Town untuk area bermain anak dan Ufo Car, sinema enam dimensi, bianglala, becak air, bom-bom car, sepur mini, kereta air, becak mini dan komidi putar.
Di bagian depan sisi selatan, bersandar pesawat terbang yang siap membawa pengunjung untuk merasakan sensasi "naik" pesawat terbang.
Baca juga: Taman Kyai Langgeng operasikan wahana jembatan kaca
Bandingkan dengan saat taman ini diresmikan pada 15 September 1987 oleh Gubernur Jawa Tengah Ismail. Saat itu, taman tersebut hanya memiliki fasilitas, berupa aneka satwa, gelanggang pancingan, koleksi patung dinosaurus, kebun bibit, flora langka, kolam renang, "green house", sangkar burung, jembatan merah, jembatan joglo, drojogan sewu, wisata tirta, dan taman lalu lintas. Aneka koleksi patung dinosaurus yang ada di taman ini, seolah menahbiskan TKL sebagai "jurassic park" di dunia nyata.
Awalnya, taman ini diberi nama Taman Rekreasi dan Taman Flora yang populer disebut masyarakat dengan nama Taman Bunga. Taman Bunga mulai berkembang menjadi taman percontohan karena memiliki lahan pengembangan yang luas, yang memungkinkan untuk mewujudkan hutan buatan di perkotaan guna kepentingan edukasi.
Pada 3 September 1987, Taman Bunga ini berganti nama menjadi Taman Kyai Langgeng. Nama taman itu merujuk kepada seorang tokoh pengikut Pangeran Diponegoro yang makamnya terdapat di dalam kompleks taman ini, yakni Kyai Langgeng.
Upaya pembenahan dilakukan secara terus menerus dan bertahap, baik menyangkut objek kunjungan maupun fasilitas pendukung.
Area parkir kendaraan wisatawan yang semula terlalu sempit, dipindahkan di seberang objek wisata agar bisa menampung ratusan kendaraan bermotor.
Untuk memanjakan pengunjung yang ingin mendapatkan buah tangan, aneka cendera mata tersedia di deretan kios-kios penyedia suvenir.
Sebanyak dua patung besar berupa ikon Provinsi Jawa Tengah, yakni pohon Kantil dan burung Kepodang menghias taman tersebut bagaikan menyambut pengunjung.
Patung punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) di depan pintu masuk taman, semakin memperlihatkan energi kejawaan di taman ini.
Keberadaan Taman Kyai Langgeng makin menguatkan citra Kota Magelang sebagai kota tamannya Pulau Jawa, sebagaimana Van Den Heuvvel pada 1901 menjuluki wilayah ini dengan sebutan “de Tuin van Java”.
Tak hanya itu, pada 1920, sebuah artikel berjudul “In en Om Magelang” mengemukakan bahwa kota sejuk ini juga mendapat sebutan “Paradijs van Java” yang artinya surganya Pulau Jawa. Julukan-julukan tersebut semakin membuktikan bahwa Magelang sebagai kota yang indah dan penuh pesona.
Pada masa lalu, keberadaan taman di Magelang tidak sekadar tempat rekreasi, tetapi bisa juga untuk menunjukkan capaian modernisasi ketika itu di mata Belanda dan rakyatnya.
Raden Saleh, pelukis kenamaan kelahiran Semarang pada 1811 juga pernah berkarya untuk Magelang.
Werner Kraus dalam bukunya yang berjudul “Raden Saleh dan Karyanya” menyebutkan bahwa pada 1852, sesudah menyelesaikan lukisan kerabatnya, yakni Raden Adipati Hario Danoeningrat II (Bupati Magelang) dan istrinya, Raden Saleh membantu membuat taman di sekitar kediaman bupati.
Hal ini untuk menunjukkan adanya selera Eropa di “istana” daerah itu. Kediaman Bupati Magelang ini berada di utara alun-alun.
Pada masa kini, munculnya objek wisata baru yang digagas dan dikelola langsung masyarakat, menjadi tantangan tersendiri bagi TKL untuk memperkuat motivasi menjadi lebih kreatif, inovatif, dan profesional dalam mengelola objek wisata andalan Kota Magelang ini.
Tak bisa dimungkiri bahwa objek wisata yang dikelola masyarakat mampu menawarkan kekinian, lebih kreatif, dan bisa memenuhi selera pengunjung. Tiket masuk yang ditawarkan pun lebih terjangkau kantong masyarakat.
Mengutip data dari Divisi Informasi dan Pemasaran TKL, pada 2016 pihak pengelola berhasil menarik minat pengunjung 561.394 orang, sedangkan pada 2017 mencapai 549.825 wisatawan, dan pada 2018 mencapai 600.101 pengunjung.
Data tersebut memperlihatkan bahwa TKL mampu meraih minat kunjungan wisatawan di tengah makin banyaknya objek wisata yang ditawarkan.
Untuk itu, mulai 30 Juli 2019, nama badan usaha berubah menjadi Perusahaan Umum Daerah Objek Wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang
Perkembangan teknologi pada masa kini sudah seharusnya bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pengelola TKL dalam mempromosikan objek wisatanya, untuk meraih pengunjung lebih banyak lagi.
Keprofesionalan sebagai perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Magelang, harus menjadi andalan mengembangkan kepariwisataan TKL. Jalinan kerja sama dengan berbagai pihak perlu terus diperkuat agar TKL makin dikenal.
Achmad Sunjayadi dalam disertasi berjudul “Dari Vreemdelingenverkeer ke Toeristenverkeer: Dinamika Pariwisata di Hindia Belanda 1891-1942” menuliskan bahwa Kedu sudah menjadi bagian penting dalam dunia pariwisata di Hindia Belanda.
Pada 13 April 1908, Perhimpunan Pariwisata (Vereeniging Toeristenverkeer atau VTV) didirikan di Batavia. Perhimpunan pertama di wilayah Hindia Belanda ini bertujuan mengembangkan "vreemdelingenverkeer" (lalu lintas orang asing) di Hindia Belanda.
VTV memiliki cabang dan perwakilan, baik di dalam maupun luar negeri. Kemunculannya turut mendorong munculnya berbagai organisasi pariwisata di tingkat lokal, seperti di Padang, Bandung, Magelang, Malang, Lawang, Yogyakarta, dan Batavia.
Magelang adalah taman dan surganya Pulau Jawa. Di wilayah ini, pariwisata sedemikian potensial.
Keberadaan Taman Kyai Langgeng selama 32 tahun dalam merangkai diri sebagai taman bunga ini, tidak sekadar sebagai objek wisata, tetapi hendaknya juga mampu menyejahterakan masyarakat di "Kota Tidar" ini.
Kemajuan sektor pariwisata bisa dicapai melalui sinergi berbagai pihak terkait, di antaranya masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Sebagaimana dikatakan Achmad Sunjayadi, bahwa pada masa lalu para pelaku penggerak pariwisata di Hindia Belanda adalah masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Begitulah kiranya, untuk kemajuan pengelolaan Taman Kyai Langgeng menghadapi kelebatan tantangan perkembangan dunia kepariwisataan zaman kini, jurus sinergi itu masih sakti.
*) Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang
Baca juga: TKL bangun taman tematik
Baca juga: Kota Magelang jadikan Kebun Bibit Senopati destinasi wisata