Magelang (ANTARA) - Candi Petirtaan Mantingan di Desa Mantingan, Salam, Kabupaten Magelang, yang ditemukan dalam kondisi runtuh dengan sebagian batuan berserakan diduga karena bencana alam, kata Pengkaji Cagar Budaya, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah Muhammad Junawan.
Junawan di Magelang, Sabtu, mengatakan candi tersebut memang murni runtuh dari bencana alam, gempa kemudian disusul dengan limpasan lahar sehingga banyak batu yang bergelimpangan dan terbalik.
"Memang karena limpasan lahar yang sangat besar sehingga kemungkinan struktur atau komponen-komponen batunya masih lengkap," katanya.
Ia menuturkan melihat kronologi peristiwa runtuhnya, tentunya hal ini belum ada intervensi dari manusia.
Menurut dia temuan candi petirtaan yang berukuran 22,5 meter dan terbesar di Jawa Tengah ini masih bisa direkonstruksi ulang.
Ia mengatakan ekskavasi yang dilakukan pada 30 Juli-3 Agustus 2019 dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi guna tindak lanjut temuan. Nanti perlu pengupasan tanah untuk mencari batu-batu komponen yang sudah berserakan oleh bencana tersebut.
"Hasil ekskavasi ini nanti kita kaji kemudian merekomendasi untuk langkah-langkah pelestarian selanjutnya," katanya.
Ia menuturkan candi petirtaan ini digunakan untuk fungsi ziarah, penyucian diri sebelum memasuki ke suatu bangunan suci.
Sampai saat ini, katanya, hanya bisa menghubungkan situs-situs yang ada di Bukit Singobarong sekitar 50 meter sebelah barat candi petirtaan, di situ ditemukan tatanan batu-batu dan arca nandi.
"Untuk sementara ini kita hubungkan dengan itu, kemungkinn juga ada bangunan lain yang belum kita ketemukan, tetapi bukti fisik yang ada antara keterkaitan situs candi petirtaan dengan situs Singobarong secara areal itu masih terhubung," katanya.
Junawan di Magelang, Sabtu, mengatakan candi tersebut memang murni runtuh dari bencana alam, gempa kemudian disusul dengan limpasan lahar sehingga banyak batu yang bergelimpangan dan terbalik.
"Memang karena limpasan lahar yang sangat besar sehingga kemungkinan struktur atau komponen-komponen batunya masih lengkap," katanya.
Ia menuturkan melihat kronologi peristiwa runtuhnya, tentunya hal ini belum ada intervensi dari manusia.
Menurut dia temuan candi petirtaan yang berukuran 22,5 meter dan terbesar di Jawa Tengah ini masih bisa direkonstruksi ulang.
Ia mengatakan ekskavasi yang dilakukan pada 30 Juli-3 Agustus 2019 dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi guna tindak lanjut temuan. Nanti perlu pengupasan tanah untuk mencari batu-batu komponen yang sudah berserakan oleh bencana tersebut.
"Hasil ekskavasi ini nanti kita kaji kemudian merekomendasi untuk langkah-langkah pelestarian selanjutnya," katanya.
Ia menuturkan candi petirtaan ini digunakan untuk fungsi ziarah, penyucian diri sebelum memasuki ke suatu bangunan suci.
Sampai saat ini, katanya, hanya bisa menghubungkan situs-situs yang ada di Bukit Singobarong sekitar 50 meter sebelah barat candi petirtaan, di situ ditemukan tatanan batu-batu dan arca nandi.
"Untuk sementara ini kita hubungkan dengan itu, kemungkinn juga ada bangunan lain yang belum kita ketemukan, tetapi bukti fisik yang ada antara keterkaitan situs candi petirtaan dengan situs Singobarong secara areal itu masih terhubung," katanya.