Solo (ANTARA) - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan Kota Solo saat ini lebih membutuhkan hotel bintang 4 dan 5 dibandingkan 3 ke bawah sesuai dengan kebutuhan pasar.
"Tetapi permasalahannya selama ini kebanyakan investor larinya ke bintang 3, 2, dan 1," kata Ketua PHRI Surakarta Abdullah Suwarno pada acara "Talkshow PHRI" di Hotel Novotel Solo, Senin.
Ia mengakui selama ini keberadaan hotel bintang 1, 2, dan 3 di Kota Solo sudah cukup banyak. Menurut dia, jika pemerintah tidak membatasi maka jumlahnya akan terus bertambah.
"Memang di setiap kali ada event Solo ini selalu kehabisan kamar, sampai hotel sekecil apapun penuh, tetapi ada kalanya okupansi kita hanya mencapai 56 persen. Bahkan hotel nonbintang hanya 32 persen," katanya.
Baca juga: "Solo Great Sale" tak mampu dongkrak okupansi hotel
Dengan begitu, dikatakannya, ada banyak kamar kosong. Dengan demikian, ia menilai pembangunan hotel belum terlalu perlu dilakukan, kecuali untuk pasar premium.
"Bahkan saat 'low season' tingkat okupansi kita hanya di kisaran 42-43 persen untuk hotel berbintang. Padahal idealnya yang layak 55-60 persen," katanya.
Berdasarkan data dari PHRI, dikatakannya, per tahun 2018 jumlah hotel bintang 1 sebanyak 8, hotel bintang 2 mencapai 20, hotel bintang 3 sebanyak 14, hotel bintang 4 dan 5 masing-masing 9 dan 3.
Senada, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Surakarta Toto Amanto mengimbau kepada calon investor agar ke depan menginvestasikan hotel bintang 4 dan 5.
"Kalau bintang rendah mengganggu hotel lain, kalau hotel dengan bintang 4 dan 5 kan pangsa pasarnya beda," katanya.
Ia juga mengimbau adanya pemerataan pengembangan hotel dari kawasan Solo tengah dan selatan ke kawasan Solo utara. Sejauh ini, dikatakannya, sudah ada salah satu investor yang membangun apartemen dengan tujuh tower di kawasan Solo utara.
'Harapannya hal ini bisa menjadi pancingan untuk pengembangan di kawasan ini," katanya.
Baca juga: Seluruh karyawan hotel di Solo bakal bersertifikat
"Tetapi permasalahannya selama ini kebanyakan investor larinya ke bintang 3, 2, dan 1," kata Ketua PHRI Surakarta Abdullah Suwarno pada acara "Talkshow PHRI" di Hotel Novotel Solo, Senin.
Ia mengakui selama ini keberadaan hotel bintang 1, 2, dan 3 di Kota Solo sudah cukup banyak. Menurut dia, jika pemerintah tidak membatasi maka jumlahnya akan terus bertambah.
"Memang di setiap kali ada event Solo ini selalu kehabisan kamar, sampai hotel sekecil apapun penuh, tetapi ada kalanya okupansi kita hanya mencapai 56 persen. Bahkan hotel nonbintang hanya 32 persen," katanya.
Baca juga: "Solo Great Sale" tak mampu dongkrak okupansi hotel
Dengan begitu, dikatakannya, ada banyak kamar kosong. Dengan demikian, ia menilai pembangunan hotel belum terlalu perlu dilakukan, kecuali untuk pasar premium.
"Bahkan saat 'low season' tingkat okupansi kita hanya di kisaran 42-43 persen untuk hotel berbintang. Padahal idealnya yang layak 55-60 persen," katanya.
Berdasarkan data dari PHRI, dikatakannya, per tahun 2018 jumlah hotel bintang 1 sebanyak 8, hotel bintang 2 mencapai 20, hotel bintang 3 sebanyak 14, hotel bintang 4 dan 5 masing-masing 9 dan 3.
Senada, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Surakarta Toto Amanto mengimbau kepada calon investor agar ke depan menginvestasikan hotel bintang 4 dan 5.
"Kalau bintang rendah mengganggu hotel lain, kalau hotel dengan bintang 4 dan 5 kan pangsa pasarnya beda," katanya.
Ia juga mengimbau adanya pemerataan pengembangan hotel dari kawasan Solo tengah dan selatan ke kawasan Solo utara. Sejauh ini, dikatakannya, sudah ada salah satu investor yang membangun apartemen dengan tujuh tower di kawasan Solo utara.
'Harapannya hal ini bisa menjadi pancingan untuk pengembangan di kawasan ini," katanya.
Baca juga: Seluruh karyawan hotel di Solo bakal bersertifikat