Solo (Antaranews Jateng) - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surakarta mengakui pelaksanaan "Solo Great Sale" (SGS) 2019 selama bulan ini tidak berdampak pada okupansi hotel di Kota Solo.
"Sebetulnya PHRI selalu mendukung program yang dilakukan pemerintah. Meski kami tidak dapat fasilitas potongan pajak tetapi potongan harga tetap kami berikan," kata General Manager The Alana Hotel sekaligus Humas PHRI Surakarta Sistho A Srestho di Solo, Rabu.
Ia menilai dari hari pertama hingga saat ini para tamu hotel juga kurang tertarik mengikuti fasilitas yang diberikan hotel selama pergelaran SGS.
"Tamu-tamu kami tawari `membership` tidak mau karena mereka bilang `saya datang ke sini bukan karena SGS, memang agenda saya harus ke Solo`," katanya.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan pergelaran SGS ke depan akan memberikan dampak positif bagi okupansi hotel jika diimbangi dengan masifnya promosi.
"Promosi masih kurang, sosialisasi juga masih kurang. Banyak tamu dari luar kota seperti Jakarta yang tidak tahu bahwa ada SGS," katanya.
Berdasarkan data PHRI, dikatakannya, pada tahun lalu rata-rata okupansi hotel di Kota Solo sekitar 59 persen. Mengenai pengaruh SGS, ia memprediksi kontribusinya terhadap okupansi tidak lebih dari 10 persen.
"Bahkan kalau di Alana, mungkin kontribusinya tidak lebih dari 5 persen. Kondisi ini sama dengan momentum serupa tahun lalu," katanya.
Sebelumnya, Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta Gareng S Haryanto sebagai penyelenggara SGS mengatakan target transaksi pada tahun ini sebesar Rp600?miliar.
"Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi SGS tahun lalu sebesar Rp425?miliar," katanya.
"Sebetulnya PHRI selalu mendukung program yang dilakukan pemerintah. Meski kami tidak dapat fasilitas potongan pajak tetapi potongan harga tetap kami berikan," kata General Manager The Alana Hotel sekaligus Humas PHRI Surakarta Sistho A Srestho di Solo, Rabu.
Ia menilai dari hari pertama hingga saat ini para tamu hotel juga kurang tertarik mengikuti fasilitas yang diberikan hotel selama pergelaran SGS.
"Tamu-tamu kami tawari `membership` tidak mau karena mereka bilang `saya datang ke sini bukan karena SGS, memang agenda saya harus ke Solo`," katanya.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan pergelaran SGS ke depan akan memberikan dampak positif bagi okupansi hotel jika diimbangi dengan masifnya promosi.
"Promosi masih kurang, sosialisasi juga masih kurang. Banyak tamu dari luar kota seperti Jakarta yang tidak tahu bahwa ada SGS," katanya.
Berdasarkan data PHRI, dikatakannya, pada tahun lalu rata-rata okupansi hotel di Kota Solo sekitar 59 persen. Mengenai pengaruh SGS, ia memprediksi kontribusinya terhadap okupansi tidak lebih dari 10 persen.
"Bahkan kalau di Alana, mungkin kontribusinya tidak lebih dari 5 persen. Kondisi ini sama dengan momentum serupa tahun lalu," katanya.
Sebelumnya, Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta Gareng S Haryanto sebagai penyelenggara SGS mengatakan target transaksi pada tahun ini sebesar Rp600?miliar.
"Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi SGS tahun lalu sebesar Rp425?miliar," katanya.